07 • Cerita Cinta

Start from the beginning
                                    

"Saya siap, Om, apa pun keputusannya. Termasuk untuk tidak chating dengan Vira sampai saatnya nanti kami dipertemukan. Tidak berkhalwat kan? Artinya tidak chat hanya berdua saja? Saya bisa membuat group yang di dalamnya ada Vira, saya, Kak Al, Mbak Ayya dan semuanya supaya saya juga bisa memastikan Vira aman di Jakarta atau di mana saja ketika dia harus bekerja."

Arfan mendesah perlahan dengan senyuman tipis. Akal bulus Hawwaiz satu step di depannya mengenai teknik menghindari berkhlawat.

Pada akhirnya, Arfan mulai menyakini bahwa pria menginjak dewasa ini memang telah menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dan itu tidak bisa instan seperti yang pernah dia rasakan kepada Kania.

"Sampaikan dulu niatmu kepada orang tua dan biarkan mereka yang menghubungi Om tentang hal ini." Arfan menyerahkan kembali cincin yang telah diberikan Hawwaiz kepadanya.

"Om tidak tahu harus menerima atau menolak, karena Vira juga tidak pernah bercerita kepada siapa hatinya berlabuh." Hawwaiz tersenyum getir tapi dia harus bisa memahami bagaimana posisi Arfan saat ini.

Melihat wajah kecewa walau tak terucap dari bibir Hawwaiz, membuat Arfan kembali bersuara. "Jika Allah menakdirkan cincin itu akan menjadi milik Vira nanti, sejauh apa pun kalian terpisah jarak dan waktu pada akhirnya dia akan menemukan jari manis Vira sebagai rumah terakhirnya."

Hawwaiz mengangguk lalu pembicaraan mereka beralih pada dunia kerja masing-masing sampai akhirnya Hawwaiz pamit harus kembali ke Oxford.

"Lain waktu kita sambung lagi."

"Hati-hati, Om. Nanti lihat pramugari serasa melihat Tante Nia kan ayahab." Kembali lagi pada mode Hawwaiz yang seperti biasanya.

"Kamu ini, jangan bilang Tante Nia kalau pramugari itu masih muda dan cantik."

"Eh busyet si Om. Masih tahu kalau pramugari itu cantik."

"Kalau ganteng namanya pramugara bukan pramugari. Gimana sih, Iz." Keduanya terbahak bersama.

Sadar, sesadar-sadarnya, cepat atau lambat Hawwaiz akan menyampaikan kepada Ibnu tentang niatnya dengan catatan kondisi daddynya memungkinkan untuk mendengar kabar yang mungkin akan sedikit mengejutkan.

Sore harinya ketika Hawwaiz melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dia tahu bahwa di Indonesia pasti malam beranjak larut. Namun, dia yakin Mas Hanifnya masih terjaga. Hawwaiz memotret ring box yang telah terbuka dengan menampilkan isinya yang terukir namanya melalui gawai dan mengirimkannya segera.

Mas Dokter
Mas, aku ingin menikahi wanita

Lalu Hawwaiz memasukkannya di dalam tas dan memasukkan gawainya di saku celana. Dia ingin memejamkan mata sebentar untuk menghilangkan penat dan grogi saat mengutarakan niat terbesar dalam hidupnya untuk meminang Vira.

Matanya benar terpejam sampai balasan message spam yang diberikan oleh Hanif tidak dirasakannya.

Mas Dokter
Jangan gila kamu!

Kuliah belum bener sudah mau nikah, lulus dulu baru nikah

Siapa wanita itu?

Dik

Dik

Dik

Entah berapa kali lagi Hanif menuliskan kata 'dik' untuk memanggilnya. Dan Hawwaiz menyadari itu setelah dia keluar dari stasiun kota Oxford menuju ke flatnya. Membiarkannya sesaat karena Hanif juga bisa dipastikan sudah tidur melihat jam berapa dia terakhir membuka aplikasi pesan tersebut.

Mungkin besok pagi Hawwaiz akan menelepon kakak sulungnya. Saat ini dia hanya ingin beristirahat.

Di sisi lain Hanif yang menunggu kabar dari adik bungsunya kembali tidak bisa memejamkan mata. Baru saja dua minggu yang lalu dia menikahkan Ayyana dengan Aftab kini si bungsu sudah mengatakan niatnya untuk menikahi wanita. Adik yang paling unik di antara semuanya. Adik yang hanya mirip akan wajah dan tampilan fisik tapi sifat sama sekali jauh berbeda darinya.

AORTAWhere stories live. Discover now