Part 23 || Janji

Zacznij od początku
                                    

Nehemia tau, bahwa putranya kini pasti dilanda dilema. Hanya dengan melihat tatapan Aiden pada Adiba sejak pertama membawa gadis itu ke rumah sudah membuatnya paham. Bukan hanya itu, putranya itu dengan santai tanpa beban membawa Adiba ke kamarnya tanpa mengutarakan kata privasi.

Semua sudah dapat ia tebak. Putranya ini sangat dekat dengannya. Tak menutup kemungkinan bahwa dirinya semudah itu mengetahui perasaan Aiden.

“Jangan bahas Ara di depan Diba, Bu. Nanti Diba cemburu,” canda Aiden yang entah mengapa tidak lucu bagi Adiba. Gadis itu terus tertunduk lesu. Merasa bahwa kehadirannya adalah penghalang.

“Diba gak papa, kok, Bu. Kan memang Aiden cintanya sama Ara bukan Diba. Lagian kita cuman temen. Iya ‘kan?” tanya Adiba dengan senyuman paksa.

Nehemia yang melihat itu berusaha mengalihkan suasana. Dalam hati dirinya ‘tak akan sudi membiarkan Ara akan menjadi pendamping hidup putra satu-satunya.

“Tadi Ibu masak enak. Kita makan, yuk. Makanan spesial untuk tahu istimewa,” ajaknya dengan nada yang semangat. Melihat itu senyum Adiba yang surut perlahan muncul ke permukaan.

Benar, sekarang bukan saatnya untuk bersedih. Sekarang saatnya untuk menikmati kebersamaan yang bahagia untuk sementara atau bahkan untuk selamanya.

“Diba pulang, ya, Bu. Jaga diri baik-baik. Kapan-kapan Diba mampir lagi,” pamit Adiba seraya mencium punggung tangan wanita itu.
Melihat wajah sangat Ibu yang berubah sendu, Aiden menjadi tidak tega.

“Bu, nanti ‘kan Diba datang lagi. Gak usah sedih gitu, ah,” cetusnya mengusap bahu sang Ibu dengan lembut.

“Kalian hati-hati, ya. Matthew, janji sama Ibu kalau kamu akan antar Diba dengan selamat!” titahnya mendapat respon senyuman dari Aiden.

“Matthew janji, Bu!” Setelah itu keduanya menaiki motor milik Aiden.

Selama di perjalanan, hanya ada derum suara kendaraan yang terdengar. Keduanya hanya diam dalam lamunan masing-masing. Kejadian tadi cukup membuat Adiba kembali menjadi canggung. Ara, gadis itu membuatnya merasa iri. Kelihatannya Aiden memiliki tanggungjawab pada gadis itu.

Tanggungjawab? Apa mereka sudah menikah?
Adiba tersentak sendiri karna pemikiran anehnya. Tidak mungkin keduanya sudah menikah.

Keduanya hanya menjalin kasih. Namun, entah mengapa kata menjalin kasih sudah membuatnya sesak.
Sebuah deringan yang berasal dari ponsel Aiden membuat motor itu berhenti.

Dengan segera Aiden mengangkat telepon itu.
“Iya, ada apa?” tanyanya. Saat mendengar balasan dari seberang sana, wajah Aiden berubah menjadi panik.

“Beri dia penanganan yang baik. Jangan biarkan dia merasakan sakit itu lagi. Saya mohon. Selamatkan hidup saya, selamatkan Ara,” lirihnya yang masih bisa didengar oleh Adiba. Gadis itu terdiam kaku. Melihat mata Aiden yang kian berubah merah, Adiba sudah cukup sadar. Bahwa Aiden memang sangat menyayangi Ara.

“Diba,” panggilnya dengan pelan. Wajahnya menunjukkan senyum penuh kesedihan.
“Penyakit Ara kambu lagi. Gue harus ke rumah sakit. Lo mau ikut atau pulang sendiri?” tanyanya membuat Adiba menatapnya dengan tidak percaya.

Pulang sendiri? Namun, saat mendengar sebuah bisikan yang entah dari mana datangnya membuat gadis itu memilih turun.
Ngapain cemburu? Dia bukan siapa-siapa kamu! Dia milik Ara. Walaupun dia bilang cinta sama kamu, tapi Ara akan selalu menjadi pemenang. Cinta bisa berubah menjadi hambar hanya dengan hitungan detik.

“Gak usah, Diba pulang sendiri aja. Ara pasti lebih butuh kamu,” lirihnya degan air mata yang bertumpuk di pelupuk mata itu. Melihat itu Aiden mengusap pelan mata gadis itu.

“Jangan nangis. Gue cuman cinta sama lo bukan sama yang lain. Sekarang lo harus percaya sama gue. Walaupun Ara akan tetap menjadi prioritas gue. Gue sayang lo dan Ara.” Ucapan itu sebagai penutup sore yang begitu menyakitkan ini. Ungkapan yang memberi luka yang ‘tak kasat mata.

Saat Aiden pergi meninggalkannya, saat itu pulang gadis itu terduduk dengan tangisan. Kata prioritas membuatnya merasa sangat tidak diperdulikan.
“Sakit!” rintihannya meremas kuat dadanya.

“Aku benci dengan kata janji.” Ingatannya berputar pada saat Aiden dengan percaya berjanji pada Nehemia akan mengantarkannya dengan selamat. Saat ini, dirinya semakin membenci kata janji.

“Jangan nangis, tuan putrinya Gara gak boleh nangis.” Dia, sang penawar luka.

•••••

Hai, aku kembali lagi!
Jangan lupa kasih vote dan komennya.

Salam
yuli_sitorus

Adiba phobia [Complete]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz