Chapter 9 : A Heart Full With Resentment

1.7K 187 39
                                    






Chapter 9 : Hati Yang Penuh Dengan Kebencian.






__________________________________






Di dalam rumah sakit swasta, sosok tinggi lelaki blasteran muda bergegas ke koridor dengan tergesa-gesa. Mengabaikan peringatan untuk tidak membuat suara keras di dalam rumah sakit. Tidak peduli jika dia menabrak siapa saja. Yang ada hanya suara bassnya yang terus bergumam bahwa dia menyesal di sepanjang jalan kemudian mempercepat langkahnya untuk mencapai tujuannya secepatnya... ruang pasien.



(Bang!)



"Ibu, nenek... dia!" Tul bergegas memasuki ruangan sembari berkeringat, matanya yang tajam dengan jelas menunjukkan bahwa dia sedang panik. Melihat sekeliling ruangan, dia melihat Ibu tirinya sedang sibuk berbicara di telepon. Sementara Ayahnya sedang duduk di kursi sambil mengatupkan kedua tangannya tapi matanya terus menatap ke pintu UGD berharap mendengar kabar baik.



"Aku tahu sekarang ibu masih di UGD. Tapi apakah dia memerintahkan untuk melakukan sesuatu?"



Tul memandang Nyonya rumah itu seolah-olah dia prihatin atas keselamatan ibu suaminya. Tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatnya mengerti bahwa wanita itu sebenarnya sedang berbicara dengan... seorang pengacara.



Wanita yang telah dipilih oleh wanita tua itu tidak tertarik dengan bagaimana ibu mertuanya nantinya. Tetapi lebih tertarik pada bagaimana jika terjadi sesuatu... apa yang akan dia lakukan?



"Aku ingin kau menangani masalah Tin juga. Putraku harus kembali ke Thailand. Jadi Tin akan mampu mengejar momen terakhir dengan ibu..."



"Kau menyumpahi ibuku lagi?!!!"



Orang yang notabenenya adalah seorang Ayah tidak bisa mentolerir istrinya lagi dan mulai berteriak di tengah ruang tunggu sampai orang yang sedang berbicara di telepon berhenti sebentar tetapi tidak berhenti.



"Kha... tolong bantu buat kontak dan lanjutkan untuk tiket pesawat Tin..."



"Rasaa! Yang harus kau lakukan sekarang adalah mengkhawatirkan keadaan ibuku nantinya. Bukan cemas tentang apa yang akan diwarisi Tin!" Khun Trai meraih telepon itu dan memegangnya erat-erat. Berteriak tepat di depan wajah istrinya. Si pendengar berbalik dan menggenggam kedua tangannya dan berkata dengan nada tanpa kompromi menolak untuk dikalahkan.



"Aku hanya ingin Tin kembali menemui neneknya. Hanya itu..."



"Tapi bagaimana kau mengatakannya seolah-olah kau ingin ibuku mati."



"Aku tidak mengatakan itu..."



"Ayah, Ibu... tenanglah. Ini bukan waktunya bagi kita untuk berdebat." Tul ikut campur di tengah. Kedua orang dewasa berpisah satu sama lain lalu Tul berbalik untuk berbicara dengan Ibu tirinya dengan suara yang menghibur.



"Aku mengerti bahwa Ibu takut jika terjadi sesuatu dan Tin tidak akan bisa kembali tepat waktu. Tentang ini, aku akan berbicara dengan nong dan menangani tiket pesawat secepatnya. Ayah, mohon tenang. Ibu tidak berniat menyumpahi Nenek. Mari tenang."



Sang Ibu tiri tidak mengatakan apa-apa, lalu pergi begitu saja dan meninggalkan ruangan karena dia tidak ingin berbicara lebih banyak. Tul menatap Ayahnya yang melakukan kontak mata dengannya. Pimpinan Keluarga Methanan itu kemudian berbalik dan duduk di kursi lagi. Khun Trai mengangkat tangannya untuk menutupi wajahnya sebelum berbicara dengan suara pelan.



BREATH (Terjemahan  Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang