04 • Jelajah Rindu

Start from the beginning
                                    

"We like Aunt Vira, is this means Uncle Haaz and Aunt Vira will be like Uncle Kama and Aunt Al, both you are to be one?" tanya Hafsha.

"Next couple." Habeel menyambungnya, mereka lalu tertawa memperlihatkan gigi susu mereka ke kamera. Kalau cara berpikir kritis mereka seperti ini semua orang pasti percaya bahwa Hafsha dan Habeel adalah anak dari Hanif Asy Syafiq.

Ternyata anak kembar itu seringkali memiliki feel yang sama, padahal tidak saling memberitahu tapi antara Habeel dan Hafsha justru kompak untuk menjebak Hawwaiz dengan pertanyaan yang dibuatnya sendiri.

Bibir Hawwaiz melengkung ke atas. Melihat beberapa potongan video yang dia buat bersama keponakan yang dengan tidak sengaja justru mereka bertiga menggibah bersama perihal Vira.

"Mas, jadi beli kamera apa?" tanya Elram saat dia tahu Hawwaiz seperti tidak berminat untuk memilih satu pun kamera yang berjejer di etalase.

"No," jawab Hawwaiz.

Percakapan khas pria akhirnya menguar sebelum akhirnya mereka menjemput Vira lagi ke perusahaan internasional yang bergerak dalam bidang ekspor impor.

"Gimana Kak, sukses wawancaranya?" tanya Elram saat Vira sudah masuk ke mobil mereka.

"Alhamdulillah, kalian darimana tadi. Jadi beli kameranya?" Elram melihat sepupu di sampingnya yang masih terdiam saat Vira memberikan pertanyaan yang harusnya dia jawab.

"Mas--"

"Hah--?!" Hawwaiz mengalihkan pandangannya kepada Elram.

"Ditanyain Mbak Vira tuh," kata Elram.

"Apa El?" tanya Hawwaiz.

Vira terpaku, entah perasaannya atau karena kebetulan dia seolah melihat Hawwaiz tampak murung dan itu bukan perangainya.

"Kamu kenapa Bi? Kesambet danyangnya kota buaya? Atau kamu mau menjelma menjadi buayanya?" tanya Vira.

Diamnya Hawwaiz membuat suasana menjadi canggung hingga membuat tidak nyaman sampai akhirnya Elram berinisiatif mencairkan suasana dengan memberikan beberapa pertanyaan yang membuat Vira terkekeh.

"Kalau buaya gimana suaranya?" Pertanyaan Elram membuar Hawwaiz bereaksi.

Dia yang sedari tadi diam akhirnya membalikkan badan menatap Vira. Sementara Vira memberikan isyarat dengan dagunya untuk menjawab karena sepertinya dia tidak tahu bagaimana suara buaya itu. Tidak berbeda jauh dari Vira, Hawwaiz pun juga tidak tahu bagaimana suara buaya.

"Memangnya kamu tahu suara buaya, Ram?" tanya Hawwaiz

"Tahu dong," jawab Elram yang masih fokus dengan kemudinya.

"Apa coba?" tanya Vira.

"Suara buaya itu seperti ini--" Elram menolehkan kepalanya kepada Hawwaiz lalu tertawa lirih dan bicara lagi. "Asalamualaikum Ukhti, kalau saya chat ada yang marah nggak ya? Boleh kenalan? Masyaallah Ukhti cantik sekali malam ini, tabarakallah."

Tidak ada jawaban, Hawwaiz dan Vira justru saling memandang dan tidak mengerti maksud Elram.

"Maksudmu apa sih, Ram? Gagal paham deh." Hawwaiz mendengkus tidak mengerti maksud sepupunya.

"Jadi gini, Mbak Vira harus hati-hati ya, buaya millenial sudah pada kursus bicara sehingga ucapannya semanis madu dan selegit kue bolu. Empuk ning nyereti--"

"Hawwaiz dong itu berarti buayanya." Belum sampai Elram menyelesaikan bicaranya Vira langsung menyambung dengan pernyataan yang membuat Elram terbahak namun tidak dengan Hawwaiz.

"Enak saja, siapa yang bilang begitu?" tanya Hawwaiz.

"Mbak Vira,"

"Aku barusan." Suara Vira dan Elram kompak dan keduanya tertawa.

AORTAWhere stories live. Discover now