P R O L O G U E - Project Kamelia

26 4 0
                                    

Tap tap—

.....

Seorang anak perempuan berjalan sendiri. Ia masih memakai seragam sekolah lengkap dengan ransel hitam simpel di punggungnya. Rambutnya diurai sepundak. Warna hitamnya seakan mampu menenggelamkan siapapun dalam kelam.

"Indi, tungguin dong!" seru bocah lelaki di belakangnya. Yang dipanggil tak menoleh sedikitpun. Indi masih berjalan dengan ritmenya yang biasa; pelan. Akhirnya bocah itu berhasil menyamai langkah Indi. Napasnya pun masih tak teratur.

"Cowok kok jalannya lelet sih," ucap Indi datar, selalu begitu.

"Habisnya aku kan masih dicegat pas di gerbang depan. Kamu aja yang kecepetan jalannya, Ndi," sanggah bocah itu yang hanya Indi diamkan.

Mereka terus berjalan dalam diam, tanpa satu kata terlontar disekat yang seharusnya sudah tiada. Bocah lelaki itu membenci keheningan, lalu memecahnya dengan pertanyaan kecil. "Setelah lulus SMP mau daftar di SMA mana?"

"Hmm?" Sepersekian detik Indi diam. Berpikir mungkin.

"Kalo Papa ngijinin mungkin di SMA 2" lanjutnya. Bocah lelaki itu sumringah. Senang bahwa nyatanya ia masih akan satu sekolah lagi dengan Indi.

"Pasti kamu ambil MIPA, ya?" tanyanya lagi. Indi hanya mengangguk, minimalis omongan memang.

"Kalau begitu aku ambil MIPA juga deh. Siapa tau kita bakal sekelas lagi, hehe," ucapnya dengan semangat menggebu. Indi meliriknya sekilas, memastikan air muka bocah itu yang kemungkinan hanya lawakannya yang biasa.

"Jangan dipaksain deh. Nilai ujian kamu kemaren ambruk di IPA nya tau. SMA beda dengan SMP." Indi mengatakannya. Bukan untuk mengejek bocah itu yang memang tak jago soal hitung-menghitung.

"Ahhaha. Benar juga sih, lagipula aku tak sejenius kamu, Ndi," ucapnya membenarkan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aku cuma tertarik sama klub basketnya aja. InterHigh kemarin tim mereka menang besar. Tahun lalu juga begitu. Suatu saat nanti, nama Joan Arwan Pramono ini akan ikut mencetak sejarah di SMA 2 sebagai kapten basket terpopuler!" ungkapnya dengan membara. Seolah ia diselimuti api semangat yang berkobar hingga Indi ingin menjauh sejauh mungkin darinya.

"Tebakanku benar kalau Awan hanya tertarik pada Klub basketnya saja," batin Indi.

Mereka melanjutkan perjalanan pulang dan memisahkan diri di depan pagar besar rumah Indi. Letak rumahnya yang bersebelahan membuat mereka menjadi sahabat karib yang sangat dekat. Tak jadi pertanyaan jika mereka sering terlihat bersama.
Karena seperti itulah keduanya. Saling melengkapi dan melindungi.

Hanya saja, takdir tak selalu berjalan lurus dengan akal manusia.

Seperti kelanjutan cerita Awan dan Indi. Mereka tak hanya dua sejoli teman sedari kecil, tapi mereka adalah bukti dari sebuah ikatan. Memang kali ini mereka belum bisa membuktikan apa-apa. Tapi siapa yang tahu setelahnya?

Bahkan setelah tahun berlalu, benar saja Awan juga bersekolah di SMA 2. Mengambil bidang ilmu sosial, dan Indi tetap di ilmu alam. Sampai saat itu pun mereka tetap bersama bukan? Meskipun hanya berjarak sekat 7m antara keduanya. Setidaknya satu bentuk kebersamaan sudah dibuktikan.

Di cerita mereka kali ini, akan ada kunci-kunci yang akan membuatnya berubah. Membuat Awan harus serta merta memberikan perhatian lebih karena putaran takdir yang nantinya akan membawa mereka menuju penghancuran. Setidaknya meskipun dia babak belur menerima hantaman takdir, Indi masih baik-baik saja.

Lalu bagaimana?

Nantikan saja, saingan cinta ada dimana-mana. Ketika nanti tiba saatnya untuk memilih, takdir akan berjalan dengan semestinya. Yang pergi akan selalu kembali.

***

Ya Haro!!!
Ini sebenernya cerita pertamaku setelah dulu garap cerita Kinan. Tapi ga sampentamat sih, haha. Sempet ku unpublish karena ada beberapa revisi. Mungkin yang sempet baca paling awal, partnya pendek-pendek. Tapi ini aku gabungin dengan revisi di beberapa bagian.
Jadi next bakal seperti itu banyaknya tiap chapter. Ini juga garapnya lumayan lambat dibanding Moeulla😅
Idenya masih kesimpen rapi, jadi semoga kalian suka aja.

Project; KameliaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon