3 - T H R E E

20 2 0
                                    

"—Aku ada latihan klub sekarang. Mungkin bakal pulang telat."

"...okey."

"Nanti kamu tunggu disana. Atau ke gedung olahraga 3 aja, Ndi. Jangan pulang dulu," ucap Awan menutup teleponnya. Mengetikkan sesuatu, lalu meletakkan handphone nya di atas seragam putih yang telah ia lepas dan menggantinya dengan kaos olahraga. Ia baru saja akan mengambil bola basket di samping kakinya ketika sebuah suara mengganggunya.

"Gps Indi menuju ke Lab Kimia, Master. Ia tadi berbohong kalau mengatakan akan pergi ke perpustakaan," suara itu berasal dari handphone Awan. Layarnya memunculkan icon semacam animasi berbentuk kelinci mekanik. Sebuah peliharaan yang ada pada fitur tambahan di hpnya. Ia mendapatkannya ketika memenangkan turnamen Hollow Warrior Comb-147 di Holland 2 tahun lalu.

Awan berbalik mengambil handphonenya. Jari telunjuknya ia gerakkan membentuk lingkaran pada permukaan layar. Lalu bergerak lagi seakan menarik sesuatu yang ada di dalamnya.

—Slup!

Sosok hologram 3D kelinci mekanik muncul. Ia bergerak-gerak melayang diatas layar. Awan meletakkan i-Pod hitam di telinganya. Alat pembantu untuk berkomunikasi dengan Aster—makhluk hologram kecil itu, dengan lebih mudah. Ia berbalik kembali menuju lapangan basket. Handphone nya Awan tinggalkan di samping tasnya.

"Dari kecepatan langkah, sepertinya dia sedang terburu-buru, Master," kata kelinci itu lagi. Melayangkan diri di sisi Awan dan duduk di pundaknya. Hologram itu menyerupai AI yang dapat berbicara dan berpikir seperti manusia. Produk limited edition yang mana mendapatkannya butuh ratusan juta dollar. Dan Awan mendapatkannya secara cuma – cuma dari perlombaan itu. Keberuntungan yang mengejutkan memang. Yah walaupun dia harus mendesign ulang pengaturannya yang berbahasa China, dan menambahkan beberapa program kecil.

"Pantau saja terus. Kalo ada yg ngga beres beri tau aku. Dan seperti biasa, scan detak jantung dan staminaku hari ini. Kalkulasikan semua hasilnya selama sebulan terakhir, dan lakukan semuanya dengan cepat dan akurat seperti yang sebelumnya," titah Awan.

Ia men-dribbling bola di tangannya menuju ring di ujung terjauh lapangan. Berlari kecil yang kemudian semakin cepat. Dunk bola basket sebagai pemanasan sebelum latihan-latihan selanjutnya bersama anggota tim yang lain.

"Baik, master. Akan saya kerjakan sesuai permintaan anda," ucap kelinci mekanik itu setelah bola menasuki ring target Awan. Tangan kanannya terangkat, seolah benar-benar mengangkat sesuatu di telapak tangannya. Bersamaan dengan itu, di depan Awan muncul hologram beserta tabel dan grafik-grafik yang ia minta tadi. Kelinci itu melakukannya dengan cepat. Efisiensinya mencapai kecepatan informasi dari seluruh tubuh menuju otak.

Awan berjalan menuju bangku tempatnya meletakkan tas dan handphone nya. Mengambil botol air mineral dan meneguk hingga titik penghabisan. Sebagai kapten tim utama, ia harus menjaga stamina dan kebugaran tubuh. Setelah 2 tahun menjabat sebagai kapten, timnya selalu menjuarai perlombaan basket dimanapun. Tak ada yang tahu lebih jelas bagaimana ia menjadi kapten tim basket secepat itu. Pada kenyataannya ia hanya mengalahkan kapten tim sebelum dirinya dalam duel seleksi anggota pada musim panas 2 tahun lalu. Dan saat ini, popularitasnya melejit diatas kapten tim sepak bola sekolahnya—Zenn.

"Dunk terus, Wan?" ucap seseorang bersamaan dengan sebuah handuk yg mendarat tepat sasaran di mukanya. Awan menyibak handuk kecil itu hingga jatuh. Di sampingnya Aros sudah duduk dengan mengangkat salah satu kakinya ke bangku, sok sekali dia.

"Biasa, pemanasan," jawab Awan asal. Ia mengusap keringat di pelipisnya. Dan yakinlah, beberapa anggota tim voli putri sedang memohon agar waktu dihentikan. Cowok dengan keringat dimana-mana itu memang bisa nambah porsi ke-machoannya.

"Hahha, gue sama lo emang ngga bisa dibandingin. Kita udah beda tingkatan, bruh," ucap Aros menertawakan dirinya sendiri.

"Ini cuma soal perbedaan lamanya kita main sama basket aja. Lama-lama lo juga bakal terbiasa dan tiba-tiba aja semuanya jadi gampang. Jangan lupa, anggap bola basket itu seperti harta karun. Lo mainnya ngasal doang, ya mana bisa nyatuin jiwa sama basket," tegas Awan di akhir kalimatnya. Aros hanya memasang tampang bloon mengiyakan dengan tambahan tak jelas, menggaruk tengkuknya. Yang dikatakan Awan benar. Ia hanya main ketika musim event sudah tiba.

Project; KameliaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora