6 - S I X

7 1 0
                                    

Setelah iklan, mari kita lanjutkan.

Sampai mana tadi? ....ah, iya!

Neyla menutup mata, setelah sebelumnya sulit sekali ia lakukan karena Leon. Ah, keduanya masih disana, dengan posisi tetap dan tak berubah sedikitpun. Tentu saja Leon masih memaku tatapnya seperti tersihir. Entah karena normalnya begitu atau ia memiliki maksud lain.

Leon bergerak maju. Intuisinya sebagai seorang lelaki merangsek, mendominasinya. Dan tentu ia akan sedikit menyesal setelah ini, meskipun lebih banyak senangnya. Wajah mereka semakin dekat. Walau menutup mata, Neyla tau apa yang tengah terjadi. Bukan karena ia seorang cenayang, lebih karena juga manusia. Kurang dari satu senti lagi, baik Neyla ataupun Leon sama-sama dapat merasakan hembus napas diantaranya.

---Cttiiiinggg!!

Sebuah suara mengalihkan dunia mereka. Karena kaget, Neyla spontan bergerak. Dan Leon, bukannya mendapat kesempatan mendapat ciuman kilat malah terantuk dagu Neyla. Salahnya juga karena tak segera menabrakkan diri.

"Ah, maaf Le," ucap Neyla menyesal, padahal bukan salahnya.

Leon hanya menangguk. Menyandarkan kembali kepalanya. Sakit kepalanya datang lagi, padahal baru saja hilang entah karena apa. Ia mengumpat dalam hati, memarahi dirinya sendiri karena tak segera menyelesaikannya. Malah keasyikan menggoda Neyla. Lagipula, Leon tak berinisiatif untuk mencium gadis itu. "Akh! Author sialan!!"

Aku bisa dengar, Le. Jangan macam-macam. Aku emakmu. Kalau protes ku kutuk kamu jadi putri salju!-,-

Neyla yang sudah berdiri sedari tadi di depan komputer laknat itu memeriksa apakah gerangan yang sudah mengganggunya tadi. Dan ternyata hanya notifikasi biasa, tentang peminjaman buku siswa SMA 2. Tapi bukannya pemberitahuan dan pencatatan peminjaman buku ada di komputer utama?

"Le, coba sini. Gue baru tau ada buku beginian," ucap Neyla memanggil Leon agar menuju tempatnya.

"Buku apa?" tanya Leon. Ia mencoba menahan sakit kepalanya, berdiri dan berjalan ke arah Neyla. Neyla kembali memfokuskan dirinya ke layar mini-board 'laknat' kata Leon. Menyembunyikan muka merahnya yang tiba-tiba merona karena teringat kejadian tadi. Debarnya masih ada. Neyla kalut juga sebenarnya, hanya saja ia pintar mengelak.

"Mana gue liat," kata Leon memerintah. Sifat asalnya kembali lagi.

Neyla memberikan ruang agar Leon leluasa memeriksa buku yang ia tak tahu tadi. Keringat dingin Neyla turun. Pikirannya belum jernih, ia harus menenangkan diri dulu.

"Bisa gue tinggal dulu kan, Le? Mau ke toilet nih," tawar Neyla. Ia ingin menuntaskan kekalutannya. Ia juga harus 'setoran' kesana.

"Hmmm. Yaudah ke toilet aja sana. Gue yg atur disini," jawab Leon tanpa mengalihkan pandangannya.

Neyla segera berlari menuju toilet di sudut ruangan itu. Tak mau berlama-lama spot jantung di dekat Leon. Waktunya ia istirahat sebentar.

Leon mulai mencermati layar di depannya. Membaca dengan seksama yang tertulis pada pemberitahuan menyebalkan tadi.

"Hooo, notifikasi biasa rupanya. Mari kita cek, di buku besar," batin Leon. Tapi rasanya ada satu hal yang ia lupakan. Apa ya?

Mata jelinya harus bekerja sedikit lebih keras lagi. Setelah ia menarik satu layar hologram di samping computer itu untuk membuka big list perpustakaan. Mencari judul yang cocok dari sana secara manual karena opsi automatic-search tak dapat menemukannya.

"Re;Life... Re;Life...," gumam Leon, sembari mencari. Tapi tiba-tiba saja gerakannya terhenti. Ia memastikan lagi buku yang akan ia cari di big list. Kok kaya kenal sama bukunya, ya?

Project; KameliaWhere stories live. Discover now