CEO Gila vs Psikiater Bar-Bar |7| |Pain|

30K 2.2K 50
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Happy reading!

Thank you!

***

Tanpa mempedulikan banyak mata yang menatapnya tidak percaya, Tommy kembali mengendong Kirana, kali ini ke dalam mansionnya, di depan banyak maid dan pengawalnya, tanpa mempedulikan protesan Kirana sendiri.

"Mr. Fletcher," ucap Kirana penuh penekanan sambil menepuk bahu lebar pria itu.

Tommy menoleh, menatap Kirana dalam dan serius. "Aku tidak akan kehilangan seseorang lagi Kirana." Benar, sudah cukup. Dirinya tidak akan kehilangan orang yang berharga baginya lagi. Sudah cukup adiknya meninggalkannya. Orang tuanya meninggal. Dan seluruh keluarganya, kecuali Dennis, menjauhinya. Setidaknya meskipun dirinya tidak berhak bersatu dan berbagia dengan Kirana, tetapi dirinya tidak akan membiarkan wanita itu terluka, terutama karena dirinya.

Kirana membeku. Tatapan dan kata-kata itu terlalu serius, seakan mengungkapkan pria itu sudah berkali-kali kehilangan seseorang. Sebenarnya apa masa lalu pria itu? Sungguh, Luke Horton tidak memberitahu hal itu.

Dengan lembut Tommy menurunkan Kirana di sofa hitam yang berada di ruang keluarga yang acapkali kosong itu. Lalu ia melepas jasnya dan berlutut di depan Kirana.

"Tom–"

"Biar saya yang mengobati Ms. Ananta Tuan," ucap salah seorang maid yang mendatanginya sambil membawa kompresan dan satu kantong obat yang Tommy beli.

Tommy langsung mengambil alih kompres dan obat itu. "Aku saja," ucapnya datar.

"Tommy," panggil Kirana lembut.

Tommy menengadah, mempertemukan mata birunya dengan mata hitam Kirana. "Jika kau protes lagi, aku akan menelfon dokter Kirana."

Kirana langsung menutup mulutnya. Sudah jelas sekali, jika Tommy adalah pria yang menjalankan kata-katanya. Dan sudah jelas sekali jika pria itu tidak mau dibantah.

Tommy perlahan melepas high heels Kirana yang membuat wanita itu spontan meringis kecil. Pria itu meletakkan kaki Kirana di kakinya sebelum menatap wanita itu sejenak. Sebuah senyum tipis terbit di wajahnya begitu Kirana menormalkan ekspresinya.

Kirana mendesis kecil saat Tommy meletakkan kompres di kakinya. Mata hitamnya terus mengikuti pergerakan Tommy yang mengobati kakinya dengan telaten. Pria berwajah dingin itu ternyata juga bisa memperlakukannya dengan sangat lembut dan manis.

Kirana mengeryit saat matanya menatap punggung tangan Tommy yang tidak diperban. "Kamu berdarah Tom."

Mata biru Tommy hanya melirik sekilas tangannya yang berdarah. "Ini hanya luka kecil," komentarnya cuek.

Kirana berdecak dan langsung menarik tangan besar itu.

"Aku masih mengobati kakimu Kirana," protes Tommy seraya berusaha menarik tangannya. Sentuhan wanita itu kembali membuat hatinya bergetar.

Kirana menatap Tommy dengan tajam, penuh peringatan. Tangannya menahan tangan pria itu. "Jangan protes," ucapnya sebelum membuka kotak P3K yang sudah diambilkan maid.

Lalu dengan lembut dan perlahan, Kirana membersihkan luka di tangan putih itu. Matanya terus menatap fokus tangan itu. Tangannya tidak sedikit pun melepas tangan itu. "Nggak sakit?" tanyanya karena ia sama sekali tidak mendengar ringisan Tommy.

CEO Gila vs Psikiater Bar-Bar (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang