“Oh ya benar, tadi aku itu akan mengajak Gakushuu-kun juga untuk ikut. Sebentar aku coba telepon lagi ya.” Ucap [name] seraya menyimpan sumpitnya dan meraih ponsel.

Karma pun membatalkan suapan wagyu yang baru setengah jalan menuju mulut, “Apa? Si Ahono? Hei kenapa kau mengajaknya? Ini kan acara kita berdua.”
“Jarang – jarang kita bisa berkumpul, sekarang pun hari libur sekolah kan? Harusnya Gakushuu tidak bekerja hari ini, tenang saja Karma-kun ada sesuatu yang lebih penting.”
“Apa?” Tanya Karma jengkel.
“Janjiku pada kalian berdua dulu.”

Dengan seketika Karma mendelikkan mata. Ah padahal tak apa tak usah dibahas lagi pikirnya. Namun ternyata sambungan nada telepon terhenti tanda panggilan terjawab.

“Gakushuu-kun ? Ah moshi moshi?”
“Halo, selamat siang denga Rumahsakit Tokyo, apa ini dengan kerabat pemilik ponsel?”
[name] kembali menjatuhkan sumpitnya, “Arin-san? Tunggu kenapa bisa?” [name] mengerutkan dahi kala suara yang menjawab adalah suara yang tak asing.

“Apa ini dokter [name]?” Tanya seseorang di seberang sana.
“Arin-san apa jangan – jangan pemilik ponsel ini?” [name] mulai cemas, begitupun Karma yang tak melanjutkan lagi makannya.
“Betul dokter, pemilik ponsel ini Tuan Asano  baru saja mengalami kecelakaan dan sekarang sedang dioperasi.”

[name] membeku hingga panggilan diputus olehnya. Memandang Karma penuh tanya kemudian segera beranjak dari sana.

“Karma-kun kita harus ke rumahsakit.” [name] menarik tangan Karma pergi, begitupun Karma yang pasrah saja ketika ditarik tangannya. Tak lupa juga Karma menyempatkan untuk membayar terlebih dulu ke kasir. Sayang sekali padahal makanan mereka belum habis setengahnya.

Tiba di rumahsakit [name] berlari seakan dikejar setan. Ia benar – benar panik sekarang. Tangannya gemetar, belum juga kakinya yang terasa lemas. Tak bisa dipungkiri kalau [name] sedang berkeringat dingin, kesana kemari mencari perawat guna menanya keadaan Gakushuu. Disana Karma hanya setia mengekori, tanpa ada niatan untuk berbicara sedikitpun.

Aneh dan kecewa.

Hanya dua rasa itulah yang kini memenuhi dada Karma. Kepercayaan dirinya runtuh secara perlahan. Ia sadar ini bukanlah Karma Akabane yang seperti biasanya. Namun melihat bagaimana paniknya sorot mata [name] yang seakan menangis. Bagaimana kini [name] hanya terfokus pada Gakushuu semuanya membuat Karma perlahan mundur.

‘Apa yang terjadi pada mereka ketika aku pergi?’ Itulah pertanyaan yang terus terngiang di otak Karma.

Sampai mereka berdua tiba di depan ruangan Gakushuu, [name] benar – benar menjatuhkan air matanya.

“[name]?” Lirih Karma.
Tanpa aba – aba [name] langsung memeluk pemuda bersurai merah itu. Menangis tersedu – sedu sampai bahunya bergetar. Baru kali ini Karma melihat [name] menangis sehebat ini.

“Karma-kun aku bodoh,”
“Ha?” Karma tak paham ia mencoba mendongakkan wajah [name] tapi itu gagal.

“A-aku, aku harusnya menerima tawaran untuk operasi tadi. Meski aku tak mampu setidaknya tadi aku harus melihat siapa pasien kecelakaan itu, aku... aku bodoh Karma-kun. Jika tau kalau Gakushuu yang harus operasi seharusnya aku…” [name] tak kuasa melanjutkan ucapannya lagi. Di sisi lain Karma paham, pasti sesuatu telah terjadi sebelum [name] berhasil menemuinya.

Sulit untuk dicerna, Karma memang tidak mau jika [name] batal menemuinya dan malah merawat Gakushuu. Akan tetapi melihat sang rival terkulai lemah di ranjang ruang ICU membuatnya iba juga. Pemuda kuat nan arogan yang tidak pernah terlihat sisi lemahnya, kini terbaring di ranjang rumahsakit. Sebagai rival sejatinya Karma ikut sedih, tak ada rasa bahagia sedikitpun , ditambah kini ia mulai sadar jika [name] benar – benar tulus menyayangi Gakushuu.

○ RIVAL (Karma x Reader x Asano)Where stories live. Discover now