Bab 6

717 93 49
                                    


"Vin, selama satu tahun ke depan kira-kira kita bakal tetep dapat klien, nggak?"

Vincent menoleh dengan picingan mata penuh tanya. Pria itu mulai menaruh rasa penasaran berselimut curiga yang pekat. Aneh sekali mendengar Rassy tiba-tiba menanyakan hal itu. Pasti ada udang di balik bakwan, ah, batu maksudnya.

"Ade ape, nih, lo tiba-tiba nanyain klien?"

"Gue mau cepet kaya terus pensiun dini," jawab Rassy penuh tekad, ekspresinya tampak serius dan bersungguh-sungguh.

"Bentar-bentar," Vincent melepas satu tangannya dari setir kemudi lantas menyentuh kening Rassyfa sebentar. Setelahnya, pria itu pun berdecak.

"Pantes, panas banget kepala lo. Kesirem minyak panas di kitchen?"

Plak!

Rassy memukul lengan atas Vincent keras sekali.

"Gue serius, Vincent!"

"Anjay, sakit, woy!" ringis pria itu mengaduh perih.

"Lagian elo, gue ajak ngomong bener juga malah bercanda."

"Ya lagian aneh banget, wajar dong kalau gue curiga. Sebenarnya ada apa, sih?"

"Huhhh ...." Rassy menghela napas panjang, dia membuka kaca pintu mobil dan membiarkan angin malam menyentuh pipinya.

"Seumur hidup gue nggak pernah semalu ini, Vin."

Rassy berbicara dengan pandangan kosong dan pikiran terbang pada setiap lapisan momen yang mengikat ingatannya dengan Keandra. Mulai dari pertemuan pertama mereka di kelab malam, momen tak terduga di hotel Braga, dan kejadian siang tadi--saat Keandra dengan usil mencium pipi Rassy lantas beberapa saat kemudian mereka ditakdirkan menjadi rekan kerja yang akan selalu dipersatukan. Benar kata Alessa, alur kehidupan itu sulit ditebak. Lebih sulit dari soal matematika, fisika, atau sejenisnya.

"Wah, mau pengakuan dosa rupanya. Oke, bentar, gue pasang kuping dulu."

Rassy membeliakkan mata namun dia tak ambil pusing tingkah menyebalkan Vincent.

"Gue nggak tahu besok masih bisa masuk kerja atau enggak. Muka gue mau ditaruh di mana?"

"Disakuin, kan, biasanya juga?"

"Diem, gue nggak minta pendapat lo. Cukup denger aja dan nggak usah banyak cincong!"

Vincent merapatkan bibirnya, patuh dengan perintah Rassyfa. Daripada kena bogem tambahan jadi dia cari jalan aman. Rassyfa bersiap melanjutkan cerita, namun sebelum itu, ia mengambil air mineral terlebih dahulu lalu meneguknya hingga tandas. Diam-diam Vincent cengo dan mengedip beberapa kali. Hanya itu yang dia lakukan, dia masih dalam mode patung.

"Kenapa, sih, gue harus ketemu lagi sama cowok itu? Kenapa juga cowok yang udah ngambil virgin gue mesti kerja di hotel Diamond? Kenapa dia mesti anak dari pak Bagaskara? Kenapa?!"

Jika tadi Vincent terjaga dalam posisi cengo sambil menyetir, kini mulut pria itu sudah sukses menganga lebar dengan mata melotot sempurna. Kejutan ini sungguh berdampak besar bagi kesehatan jantungnya. Untungnya pria itu cepat sadar, jika tidak, mungkin nyawa mereka melayang malam ini.

"Sori, Chy, gue nggak bisa terus diem. Otak gue udah keliling dunia. Please, gue mulai mikir yang iya-iya, nih! Yuk, kita samakan persepsi, apa semua hal yang barusan terbesit di benak gue, sejalan dengan pemikiran lo?"

"Iya, kali ini lo nggak salah. Semua tebakan di kepala lo bener!"

"Astaga ... Jadi cowok yang tidur sama lo itu pak Keandra Malik Husein? Calon pewaris Husein Group beserta seluruh hotelnya? Wow, Rassyfaaa ... Ketiban durian runtuh, lo ya. Mujur bener nasibnya. Udah mantap-mantap sama cogan, eh mapan pula. Gue iri dan gue bilang."

Love at First Night (TAMAT) Where stories live. Discover now