Bab 2

1.1K 106 26
                                    

Nada dering ponsel Rassy terus berbunyi meski sudah beberapa kali sang pemilik mengabaikannya. Selimut ini terlalu hangat untuk ia tanggalkan, sekadar beringsut ke bibir ranjang dan mencari sumber suara saja gadis itu malas. Alih-alih mereda, dering itu justru kian intens menggema dan Rassy paling tidak bisa bertahan dalam desakan. Gangguan itu harus segera dikupas tuntas jadi mau tak mau matanya terbuka, melihat sekitar, dan menormalkan pandangan. Tadinya Rassy ingin langsung mencari sumber suara itu agar bisa langsung menghardik pengganggu yang mengusik ketenangannya. Namun pelukan posesif dari tangan seseorang membuatnya tersadar bahwa bukan hanya dia yang ada di atas ranjang itu sekarang.

Rassy mematung sesaat, mengumpulkan keping ingatan tentang tadi malam. Detik berikutnya dia mendesah berat. Ditatapnya pria tampan yang masih tertidur pulas lalu ia menyugar rambut dengan desah gelisah. Rassy memindai ke sekitar, pakaian lengkap yang dikenakannya tadi malam teronggok di bawah ranjang--bersebelahaj dengan tas dan stiletonya. Gadis itu menghela napas lega melihat kondisi si pria yang sudah mengenakan celana panjang. Syukurlah, dia bisa mengambil selimut itu untuk kemudian menggulung dirinya yang masih polos.

Rassy turun dari ranjang, ponsel adalah barang pertama yang diambil. Tertera nama Vincent pada layar, kawan laknat yang entah sampai kapan akan membuat Rassy meradang ketika menghadapinya.

"Apa?"

"Ke mana aja sih Nyaiii? Sejak tadi malam gue hubungi tapi gak dijawab terus. Si Chacha ngomel tanpa henti gara-gara lo gak ada di apartemen."

"Gue di hotel, tadi malam gue emang gak sempet cek hp."

"Ngapain di hotel? OMG!" pekik Vincent keras sampai Rassy spontan menjauhkan ponselnya dari telinga demi kesehatan indra pendengaran.

"Berisik lo!" kesal Rassy lalu menempelkan ponselnya lagi di telinga sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk memungut pakaiannya.

"Jangan bilang lo abis uhum uhumann sama si tua bangke?"

"Gue emang ML sih," seru Rassy santai, namun belum sempat ia melanjutkan ucapan, Vincent sudah heboh duluan.

"Anjiiir, serius? Heh, lo udah gila, ya?!"

Lengkingan suara Vincent terdengar lebih tinggi dari sebelumnya. Sumpah demi kera beranak gajah, kalau saja Vincent ada di sebelahnya, sudah Rassy sambit dia.

"Bosen hidup lo?" ancam Rassy tajam, dingin sekali suaranya sampai berhasil membungkam kehebohan Vincent di sana.

"Dibayar berapa lo sampai rela tidur sama aki-aki bau tanah kayak dia. Please, ya, Chy, gue gak nyangka lo senekat ini. Punya masalah hidup apa sih lo, Chy? Nyari duit kok begini amat."

"Dengerin gue dulu makanya, Pea!"

Rassy sudah masuk ke kamar mandi meski dengan pergerakan yang agak susah karena selimut tebal yang melikit tubuhnya dan barang-barang yang Rassy bawa.

"Gue gak yakin bisa dengerin curhatan lo tentang ini, Chy. Kecewa banget rasanya."

"Gue emang ML tapi bukan sama Handoko."

"Lha, terus sama siapa dong? Kan semalam lo kerja sama dia."

"Gak tahu, ganteng pokoknya."

"Eh, gimana maksudnya ini? Lo ML sama cowok ganteng mana? Kok bisa? Awalnya gimana?"

"Cerewet lo, nanti gue cerita, sekarang gue mau ganti baju dulu. Abis itu siap-siap pergi."

"Oke, lo ada utang cerita sama gue. Nanti di hotel gue tagih."

"Iya, bewel!"

Setelah selesai mengenakan pakaiannya dengan lengkap, kini Rassy sudah siap untuk pergi dari sana. Dilihatnya pria itu masih terlelap dengan pejam penuh kedamaian. Kaki Rassy tertarik untuk mendekat, dia berjongkok demi mengamati wajah pria yang telah menerbangkannya ke surga tadi malam. Rassy merinding jika mengingat kejadian itu. Dia melakukannya dengan sangat sadar. Sekilas Rassy menyunggingkan senyum, lucu saja melihat wajah polos pria perkasa itu.

Love at First Night (TAMAT) Where stories live. Discover now