BAB 10 - KORBANKAN TEMAN?

3.4K 444 51
                                    

Darah segar menguar dari dalam mata Pak Haji. Tangannya yang masih memegangi tasbih itu seolah hendak menahan rasa sakit di matanya. Sedang, Cut tergeletak 'tak berdaya, ditangannya sebuah bambu runcing yang di ujungnya masih menempel darah dari mata Pak Haji.

Di sisi lain, Ochi masih mematung di tempat. 'Tak bergeser sedikitpun. Matanya melihat bergantian pada dua manusia yang sempat berkumul hebat. Sibuk menimbang-nimbang, siapa
yang pertama kali harus ditolongnya.

Brak!

Belum sempat Ochi mengambil keputusan, pintu WC satu yang tertutup digebrak paksa dari dalam. 'Tak lama kemudian, sesosok wanita tanpa kaki melangkah keluar dari WC. Seolah berjalan dengan lidah panjang yang menjulur sampai ke lantai. Menjijikan!

Air ludah dan darah bercampur menjadi satu, menetes 'tak henti membanjiri lantai.

Mental Ochi kembali tersentak mendapati pemandangan 'tak mengenakan ini. Mata mereka beradu pandang, dengan bibir yang mulai gemetar saat perlahan senyuman licik tersungging dari mulut wanita itu, bersamaan dengan Guntur dan petir yang 'tak henti bersahutan.

Meski satu matanya melebam, Pak Haji masih mampu melihat. Ia kembali bangkit, menyeret tubuh ringkihnya ke depan wanita menjijikan itu. "Aya naon deui maneh ka dieu?" (Ada apa
lagi kamu ke sini?) tanyanya tanpa sedikitpun rasa takut terpancar dari suaranya.

"P-pak Haji …? Ochi? Cut?!" Tetiba saja Khadijah datang dari arah tangga. Berhenti dan mematung saat melihat apa yang tengah terjadi di depannya.
Wanita menjijikan dengan rupa yang sangat buruk dan busuk itu menoleh pada Khadijah.

Khadijah hendak berlari menghampiri Ochi yang masih mematung di pojokan, tapi langkahnya terhenti saat mendengar sebuah kalimat yang mampu melemaskan kakinya.

"Aku ingin menjadi cantik!" ucap wanita itu dengan mata yang 'tak lekang dari menatap Khadijah.

"Berikan darah kotormu …!" ucapnya menggantung sambil menunjuk Khadijah. "Atau kau harus menikah dengan anakku!" sambungnya yang kini beralih menunjuk Cut yang masih tergeletak.

Degh!

Jantung Khadijah seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat. Lalu sedetik kemudian, wanita itu melayang ke udara dengan cekikikan yang membuat Khadijah bergidik ngeri.
Belum lagi, darah busuk menetes dari perut bawahnya yang bolong.

Setelah beberapa saat seakan terbawa suasana, Pak Haji kini tersadar lalu mulai menyadarkan
Khadijah dan Ochi yang masih mematung dengan fikiran buruk berkecamuk.

"Eling, Khadijah … Ochi! Sok gera pangku Cut, karunya tiris!" (Sadar, Khadijah … Ochi!
Cepat gotong Cut, kasihan kedinginan!) tegur Pak Haji.

***

Waktu Magrib dan Isya‘ sudah berlalu. Seluruh santri dan santriah masih mengaji seperti biasa di Madrasah, kecuali Khadijah, Cut, dan Ochi. Semua sudah hampir tahu alasannya dan rentetan kejadian tadi sore. Dari mulut ke mulut, ada yang merasa prihatin, takut, dan ada pula yang tidak percaya.

Cut tertidur sangat pulas, mungkin karena kecapekan. Sedang Ochi masih syok hingga berinisiatif melupakannya dengan memainkan gawainya yang tentu sudah diberi izin oleh Roisah (Kepala kobong Akhwat) kobong An-Nisa.
Khadijah memang merasa masih takut, tapi ia sudah mulai terbiasa setelah kejadian-kejadian
aneh yang pernah menimpanya beberapa waktu lalu.

Karena merasa 'tak nyaman dengan rambut keritingnya, Khadijah memutuskan untuk menyisir sebentar.

Ochi yang 'tak sengaja melihatnya langsung menegur.
"Dijah! Ngapain sih nyisir rambut malem-malem gini? Kayak gak ada waktu lain aja."

Penjilat Darah Haid - ENDWhere stories live. Discover now