6. CAPPUCHINO

1 0 0
                                    

Pagi itu Ibu Nala sudah berangkat ke persidangan. Merasa bosan di rumah, Nala memutuskan untuk berjalan keluar rumah. Berharap Ia bisa menemukan udara segar yg akan sedikit menenangkan perasaannya.

Berjalan tanpa arah membuat Nala terbawa ke sebuah kafe baru yg kemaren ia lihat bersama Ayahnya. Tanpa berfikir panjang Nala memutuskan masuk ke kafe itu dengan maksud meminum cappuchino hangat kesukaannya.

"selamat datang". Teriak salah seorang pegawai kafe.

Nala memilih duduk di pojokan ruangan. Dimanapun Ia berada tempat pojok selalu menjadi pilihannya. Karena di tempat itu ia bisa menyendiri sekaligus menenangkan diri.

"permisi mba, mau pesan apa?". Tanya seorang lagi yg juga mengenakan apron.

"eh, mbaknya". Sahut lagi laki-laki itu, setelah melihat wajah Nala.

Nala masih belum mengenali siapa dia, tapi wajahnya tampak tak asing bagi Nala.

"lupa ya, saya yang kemaren duduk di depan mba pas naik kereta". Jelas laki-laki itu.

"ohhh". Jawab Nala baru menyadarinya.

"jadi mau pesen apa"

"cappuchino hangat ya"

"emmm, tapi kafe di sini menu spesialnya coklat mba, itu ada tulisannya". Laki-laki itu menunjukkan papan besar yang bertuliskan Deco kafe spesial coklat.

Saking tidak fokusnya Nala, ia bahkan sampai tak memperhatikan apa nama kafe itu.

"tapi cappuchino ada kan?" kekeh Nala

"ada sih mba, tapi gak mau coba menu ini mba? Enak lo.. "

"nggak" jawab Nala agak ketus

"baik mba, ditunggu ya".

Laki-laki itu langsung pergi membuat pesanan Nala sambil terheran-heran.

"ada apa dengan dia?, padahal aku menawarkan baik-baik". Gerutunya.

Sementara itu salah seorang rekannya bertanya.

"kowe ngopo to?"

"gak papa, itu mba-mba yang di pojokan kekeh mau pesen cappuchino"

"yo wis ladeni wae, tamu kan raja"

"ratu? Dia kan cewe" tegas laki-laki itu.

"ratu di hatimu?" tanya rekannya..

"hus, opo to kowe ki"

"weh, wis iso jowo saiki"

"sitik-sitik".

Tak lama kemudian pesanan Nala diantar oleh laki-laki itu.

"ini mba cappuchinonya". Ucapnya sambil meletakkan di meja.

"makasih mas..." ucap Nala sambil mencari sebuah nama di apron, tapi tak Ia temukan.

"Bumi". Jawab laki-laki itu sambil menyodorkan tangan.

Nala tak merespon uluran tangan itu.

"baik, saya tinggal dulu mba". Ucap Bumi sampil menarik tangannya yg tak direspon Nala.

Sementara Wahyu, rekan Bumi dibelakang tertawa melihat peristiwa itu.

"wis rasah guyu"

"lucu" jawab Wahyu.

Nala terus terhanyut dalam lamunannya. Pikirannya masih belum baik. Secangkir cappuchino yg Ia pesan mulai terasa dingin. Pandangannya terlempar ke arah jendela luar. Sementara itu, diam-diam Bumi memperhatikan Nala dari kejauhan. Seperti yang dulu ia lakukan ketika Nala tertidur di kereta. Diam-diam Bumi sedikit memperhatikan Nala.

"Ayu ya"

"Iya". Jawab Bumi tanpa sengaja. Ia terlalu focus memandang Nala sampai tak sadar Wahyu menghampirinya.

"ih, oposih". Teriak Bumi setelah tersadar sambil menendang kaki Wahyu.

"Udah mas, kalo suka ya di kejar"

"lawong kenal aja nggak"

"ya diajak kenalan to.."

"dianya gak mau"

"dicoba lagi, siapa tahu beruntung"

"memangnya hadiah"

Pagi itu kafe masih terlalu sepi, mengingat kafe yang baru buka beberapa hari membuat kafe itu belum terlalu dikenal. 

Bumi, dia adalah seorang laki-laki semester tujuh dari sebuah kampus di Solo. Sedangkan kafe itu adalah usah yang mulai ia rintis. Ia asli Semarang, sehingga ia memilih mendirikan usahanya di Semarang. Tapi sebenarnya ia besar di Jakarta, itu kenapa ia belum fasih berbahasa Jawa. Ia memilih mengelola kafe itu sendiri dengan bantuan Wahyu, tetangga rumahnya yang juga temannya.

Tak terasa sudah satu jam Nala duduk di Kafe itu. Hpnya berdering yang menandakan sebuah pesan masuk dari Ibunya.

"Ibu nanti pulang jam satu, Ayahmu juga akan datang untuk mengambil sisa barangnya"

Tanpa menjawab pesan Ibunya, Nala menutup Hp dan berniat meninggalkan Kafe. Saat hendak menuju kasir Nala baru menyadari bahwa ia tidak membawa dompet. Pikirannya terlalu kacau untuk mengingat barang apa yang harus ia bawa saat keluar tadi.

"mas, maaf aku lupa bawa dompet". Kata Nala kepada Bumi yang juga merangkap sebagai kasir.

"oh iya gak papa mba, lain kali saja. Rumah mba deket sini kan?"

"agak jauh sih.."

"kok kuat jalan kaki?"

"gak tahu juga kenapa bisa kuat"

"sekarang pulangnya jalan juga?"

"ia mungkin"

"gak capek mba, mau saya antar"

"nggak usah mas, saya jalan aja"

"panggil Bumi saja. Namaku Bumi"

"Baiklah.. Besaok aku anter uangnya". Ucap Nala sambil berlalu keluar.

"mba, namanya siapa?". Teriak Bumi pada Nala yang mulai menjauh.

"Nala". Ucapnya singkat lalu keluar dari Kafe. Ia terpaksa menjawab karena merasa punya hutang kepada Bumi.

Sementara itu Bumi terus tersenyum mendengar jawaban Nala.

"Nala, Nala, Nala". Bumi terus mengucapkan nama itu sambil mondar mandir. Sementara itu Wahyu memperhatikan sambil berkata.

"oh la dasar. Ngono kui tingkahe wong lagi kasmaran".

Nala n BWhere stories live. Discover now