[1] Tingkat Kesadaran Sigmund Freud ⚠️

4.1K 573 359
                                    

[Trigger warning: pembahasan tentang self injury / self harm]


Tidak ada siapa-siapa, Ladin merasa aman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada siapa-siapa, Ladin merasa aman.

Perempuan itu melangkah ke sudut rooftop lalu duduk di lantai tak beralas. Langit sore mewadahi kegiatan tak bermaknanya. Senyap, sunyi. Ia memejamkan mata, menikmati berbagai hilir mudik angin yang bermain di wajahnya.

Napasnya yang semula berderu kini kembali santai. Tarikan napasnya kembali bertempo normal. Satu ... dua ... tiga ... empat ... tahan napas ... buang, begitu aba-abanya dalam hati.

Kelopak matanya perlahan menutup. Meringkuk di sudut rooftop dengan kepalan keras di pergelangan tangan kirinya. Takut-takut jika tangannya mendadak lepas atau seseorang merebut pergelangan tangan kirinya. Meski dipenuhi luka, Ladin tetap sayang dengan tangannya.

"Oh, ada orang."

Kesunyian serta-merta hancur. Matanya langsung terbuka karena suara halus yang masuk ke dalam indra pendengarannya. Ia diam sejenak, takut jika orang yang mengajaknya mengobrol bukan manusia. Maksudnya, jam lima sore di hari Jumat seperti sekarang, siapa yang berkenan masih menetap di atap gedung fakultas?

Ah, tentu saja Ladin salah satunya.

"Di sini luas. Ngapain diem di sana?" Suara itu memanggil lagi. Mendayu dalam telinganya yang diajak untuk bicara.

Akhirnya, Ladin menoleh. Pandangannya memutari sejenak rooftop dengan gerakan lambat hingga sosok laki-laki ditangkap oleh indra penglihatannya. Laki-laki itu menggunakan kaus putih. Terdapat bercak kotor di kaus putihnya yang Ladin tidak tahu apa. Celananya bolong, sepertinya sengaja disobek. Dan ....

"Rokok?" Mata Ladin menyipit, memastikan bahwa benda berbentuk silinder yang diapit di jari telunjuk dan jari tengah laki-laki itu adalah rokok.

Laki-laki itu tertawa ringan. Ia mengangkat santai rokok di jarinya yang masih tersisa setengah, lalu mengisapnya lamat-lamat. Tak berapa lama, kepulan asap diembuskannya. Kabut asap mulai melingkup di sekelilingnya.

"Bisa bicara ternyata," katanya santai. Bola matanya menitik pada perempuan yang masih bergeming, tengah menatap terang-terangan ke arahnya dengan penuh keterkejutan. "Sinilah. Kosong," ajaknya sambil menepuk kursi kayu yang didudukinya.

Ladin terjebak beberapa saat dalam pikirannya. Haruskah ia berdiri dan duduk di sebelah laki-laki asing dengan penampilan urak-urakan itu? Otaknya bahkan sudah memberi label bahwa laki-laki itu bukan orang baik. Tidak dapat disebut orang baik jika datang ke kampus dengan pakaian sobek-sobek dan merokok. Apa laki-laki itu tidak takut ketahuan?

"Di sana nggak bisa lihat apa-apa. Dari sini, kamu bisa lihat pemandangan kampus yang lumayan bagus." Laki-laki itu bersuara lagi setelah mengisap rokoknya. Matanya terpejam sesaat, menikmati bagaimana asap mulai menyusup ke dalam dadanya.

Fase dalam Lingkaran [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang