[17] Tidak Ada Cahaya di Ruang Gelap ⚠️

996 238 69
                                    

[Trigger & content warning: pembahasan tentang self injury / self harm, KDRT, negative vibes]

Part ini ada gambar yang dibikin Ladin. Tolong hati-hati saat dilihat, takutnya bakal ngasih trigger.

Happy reading~!

Barang kali satu-satunya hal yang Ladin dapat setelah selesai bekerja dari Karsa adalah kekosongan di rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Barang kali satu-satunya hal yang Ladin dapat setelah selesai bekerja dari Karsa adalah kekosongan di rumah. Ia tidak lagi mendapati dirinya terkejut pada kehidupan dunia malam di Karsa, tidak juga punya alasan untuk menghilang dari rumahnya yang penuh sesak. Kembali menatap atap kamar adalah kegiatan pertama yang Ladin lakukan setelah pulang kuliah dan berhenti bekerja di Karsa.

Ladin mengangkat sedikit lengan tangan kirinya untuk menatap lamat bekas sayatan luka yang mengering di sana. Dalam hati, ia menghitung jumlah goresan itu. Ada 12 sayatan dan Ladin tidak yakin jika suatu waktu kembali merasa sesak, ia bisa memberi satu sayatan baru di sana. Lengan kirinya sudah terlalu penuh untuk kembali menampung luka.

Jam dinding merujuk pukul tujuh malam saat Ladin bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar. Ia mengambil duduk di kursi ruang tamu, depan asbak rokok Ayah, satu kotak rokok, juga macis. Di kesunyian rumah dan isi kepalanya yang kosong, tangan Ladin terulur untuk mengambil satu batang rokok di dalam sana.

"Ngerokok jauh lebih membantu daripada cutting."

Dadanya kembali sesak saat asap rokok itu kembali mengisi rongga dadanya. Ladin terbatuk, kali ini lebih parah dari percobaan pertamanya saat merokok di Karsa. Ladin sampai berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan dahak. Detik setelahnya, ia tersenyum samar sebelum kurva bibirnya berubah menjadi isakan panjang.

Apa Ladin egois kalau bilang bahwa dia sangat rindu momen di mana Ibu bertanya setiap rasa sedih mendatanginya? Apa Ladin egois jika menginginkan dekapan hangat Ayah yang melindunginya dari kelakar sandiwara dunia yang tak habis-habis mengujinya?

***

Jika Ladin bisa, Ladin pasti akan kabur dari mata kuliah pertama di hari Rabu. Ia tidak suka mata kuliah wajib ini, tidak setelah keluarganya hancur berantakan. Kalau bukan karena sedang menghemat jatah bolosnya, Ladin pasti tidak akan masuk kuliah sekarang.

Psikologi Keluarga adalah mata kuliah wajib di semester lima dan Ladin bersumpah bahwa ia sama sekali tidak tertarik dengan apa pun yang ada di dalamnya. Memangnya Ladin masih perlu mempelajari materi-materi mengenai keluarga di mana kondisi keluarganya merupakan sumber utama yang dibencinya di dunia?

Perempuan dengan sorot mata redup itu duduk di sudut kelas tanpa siapa pun orang yang dikenalnya. Ladin tidak kenal ratusan orang di angkatannya sehingga ia tidak pernah hapal orang-orang di kelas baru. Jadi, sampai dosen pengampu mata kuliah Psikologi Keluarga datang dan menyalakan infocus kelas pun, Ladin tetap tidak peduli.

Fase dalam Lingkaran [Selesai]Where stories live. Discover now