PART 21

148 53 30
                                    

"Ambil."

Perlahan Zahra mengambil pemberiannya, hanya saja ia tak memakannya dulu. Zahra kembali memandang pantai. Tak tahu mau bicara apa padanya.

"Kamu gak berterima kasih padaku?" tanyanya.

Ya ampun! Zahra benar-benar lupa sekarang. Ia menunduk pelan. Merasa bersalah karena sudah mengambilnya tanpa berterima kasih. Sekarang ia sedikit gugup.

"Ma-makasih."

Laki-laki itu tersenyum tipis lalu ikut memandang pantai.

Beberapa saat hanya ada keheningan diantara mereka berdua.

Zahra tetap diam. Ia tak mau berbica apa-apa padanya.

"Benar, kan, apa kataku dulu," ucap laki-laki itu yang masih memandang pantai.

Zahra sedikit terkejut. Pelan ia menatap wajahnya. Dia hampir mirip dengan teman lelakinya dulu. Atau memang ia. "Kau ... Dani?"

Lelaki yang disebut Dani tadi menoleh ke Zahra. "Hm, aku Dani."

Zahra menggeleng pelan. Tak percaya jika ia benar-benar Dani. Jika dilihat dari cara penampilannya. Memakai peci, sarung, baju putih ... dan wajahnya yang sedikit kalem membuat lelaki itu tambah ganteng. Dia pasti berubah.

Dalam hati Zahra tertawa kecil. Akan sangat lucu sekarang. Tapi dengan lekas ia beristigfar.

"Kau tidak memikirkanku, kan, sekarang?" tanyanya penasaran.

Zahra lekas menghadap ke pantai. "Nggak." Kenapa ia bisa tahu? Dari kecil, apa yang ia lakukan ataupun ia pikirkan, pasti lelaki itu tahu. Seperti anak siluman aja.

"Aku tahu karena dari sudut matamu. Matamu bisa menceritakan yang sebenarnya."

Zahra menunduk. Ia jadi semakin yakin, lelaki ini sudah sangat aneh sekarang. Dari kecil sampai sekarang, sifatnya tak pernah ada yang ketinggalan. "Astagfirullah." Zahra lekas beristigfar pelan.

"Kenapa?" tanya Dani.

Zahra menarik napasnya panjang. Tak ada gunanya menjawab, ia pasti tahu. Lelaki terpeka yang pernah ia temui, dan itu adalah Dani. Zahra semakin takut jika menatapnya, karena katanya tadi, ia dapat tahu dari sudut matanya.

"Makanan tuh dimakan, bukan dipegang."

Zahra menatap roti pemberiannya tadi. "Nanti kumakan."

"Hm, gimana kabar yang lain? Aku belum bertemu dengan ibu dan ayahmu."

Zahra menunduk. Sekarang posisinya membelakangi Dani. Kenapa ia harus mengatakan itu?

Zahra lekas menghapus air matanya. Ia harap, Dani tidak akan mengetahuinya kalau sekarang ia menangis dan mencoba untuk tenang. Setelah ia kembali tenang, ia lekas menghadap Dani dengan senyum kecilnya. "Mereka ada di Palestina. Selamanya di tanah Palestina sana."

Dani diam tak menyahut. Ia masih menyaring perkataan Zahra yang membuatnya bingung. Sekejap kemudian ia mengerti.

"Maafkan aku." Dani tidak berpikir, jika keluarga Zahra akan meninggalkannya. Yang ia pikirkan tadi hanya ucapan larangannya dulu, tentang tragedi itu pasti akan terjadi. Dan benar saja, tragedi itu terjadi saat dulu di sana. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un," ucapnya pelan.

Zahra tersenyum kecil. Ia terus menahan agar tidak menangis. Zahra pasti kuat. Sekejap kemudian ia teringat pesan dari Omar dan Zaenab. Ya! Kakak dan adiknya Dani.

Sekarang Zahra bingung mau bicara dari yang mana.

Zahra menghela napasnya panjang dan menatap wajah Dani dengan serius. "Kau tahu? Aku—"

Kerudung ZahraWhere stories live. Discover now