TIGA BELAS

556 66 1
                                    

"Seharusnya papa yang bertanya, apa yang terjadi pada dirimu?!" ayahnya sontak berdiri. Lerra tersentak karena suara ayahnya yang meninggi. Tampak ibunya meraih tangan ayahnya duduk kembali. Ayahnya menepis.

"Kuharap kali ini Temmy melakukan kesalahan."

"Maksud Papa?"

"Apa benar kau hamil?" Lebih tersentak lagi Lerra mendengarkan pertanyaan itu. Ternyata kedua orang tuanya telah mengetahui ia hamil. Dengan rasa takut, ia menelan ludah, mencari kekuatan untuk berdiri. Tangannya gemetar, jantungnya berdegup kencang, mulutnya bergetar hendak berkata tetapi terasa ada yang mengunci. Adalah ketakutan yang luar biasa. Seketika ia ingin menghilang dari tempat itu. Jauh dan pergi.

"Jawaaaab!"

"I-i-ya Pak."

"Dasar anak kurang ajar!" Faizan menampar Lerra hingga tersungkur.

"Prangsss!" vas bungas di meja Faizan lemparkan ke dinding hampir mengenai Lerra. Wajah Lerra menjadi pias, tubuhnya semakin gemetar.

Faizan mengamuk seperti orang kesurupan.

Lerra merasakan kiamat sudah dekat untuknya.

"Pa-pa-papa?" ujarnya terbata.

"Maafkan Lerra, Pa, Ma?" ujarnya kini air matanya takdapat terbendung lagi. Begitu pun ibunya. Sedari tadi hanya dapat menangis menutup wajah dengan telapak tangan.

"Plaakk!" tamparan keras melayang lagi. Lerra tertunduk. Takada yang dapat ia lakukan selain pasrah dengan dosa yang ia lakukan.

"Beraninya kau mencurangi orang tuamu, Lerra! Apa salah kami, hah?!"

"Jawab!" teriak Faizan. Melihat Lerra hanya diam, amarah Faizan semakin membara, ia pergi ke dapur mengambil gagang sapu dan siap memukul Lerra.

"Sudah, sudah, Pa, sudah!" Wina merangkul pinggang Faizan.

"Takada gunanya Papa marah-marah, nasi telah jadi bubur. Sekarang pikirkanlah apa yang harus kita lakukan?" Faizan tersadar walau napasnya masih memburu. Ia menghempas gagang sapu itu dan pergi ke kamar.

Kini hanya ada Lerra dan ibunya di ruang tamu. Lerra masih dalam keadaan tersungkur menangis. Wina tak sanggup menerima situasi saat itu ia pun pergi ke dapur.

Malam telah tiba. Keadaan rumah menjadi senyap hanya ada bunyi detik jarum jam dinding. Lerra masih duduk bersimpuh di lantai. Dari siang itu hingga malam hari ia tak beranjak. Sementara kedua orang tuanya juga masing-masing mengasingkan diri. Ayahnya di kamar dan ibunya duduk di dapur.

Untuk mengatasi ketegangan yang terjadi Wina memasak untuk makan malam. Pun ia tahu mereka tidak akan bisa makan setidaknya ia harus tetap melakukan kewajibannya sebagai suami dan Ibu.

Makanan telah tersaji. Wina memanggil suaminya, namun Faizan menolak. Di ruang tamu, anaknya masih terduduk.

"Bangunlah, Nak! Ganti pakaianmu!" Lerra menggeleng.

"Tidak ada gunanya kau seperti ini."

"Lalu, Lerra harus bagaimana, Ma? Apakah Lerra mati saja?"

"Astaghfirullahaladzim. Itu tidak benar." Wina menghela napas dan turut duduk bersama Lerra di lantai.

"Mama pun tak tahu harus berbuat apa? Kita bertiga adalah keluarga kecil yang bahagia selama ini. Saling mengisi satu sama lain. Mama hanya seorang ibu rumah tangga berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian. Papamu hanya seorang staf di perusahaan dan ia membuktikan kerja kerasnya selama ini. Ia memberikan yang terbaik untuk kita. Mama juga merasa tidak ada yang salah selama ini, mama dan papa begitu menyayangimu. Jika kejadian seperti ini lebih banyak terjadi kepada keluarga yang broken home tapi kita tidak broken home. Kasih sayang kita utuh di rumah ini. Perhatian dan kehatian kita lakukan. Apa yang salah? Pertanyaannya adalah padamu? Apakah kau membenci Mama dan Papa sehingga kau curangi seperti?"

"Tidak Ma, Tidak!"

"Tidak Lerra...hiksss! Pasti kau marah dengan Papa dan Mama hingga kau melakukan itu. Mama sering dengar anak-anak yang melakukannya karena dia membenci kedua orang tuanya diam-diam. Entah karena kekurangan ekonomi atau kurang perhatian, bagian manakah Papa dan Mama melakukannya? Apa yang kurang hah?"

"Tidak, Ma, Lerra tidak benci kalian. Kalian memang orang tua yang baik. Lerra sadar tidak ada yang kurang bagi Lerra. Lerra yang salah Mah, Lerra yang sudah manja. Maafkan Lerra Mah!"

"Ya, itulah kesalahan Mama dan Papa, terlalu memanjakanmu. Kami telah gagal menjadi orang tua. Rasanya tidak pantas menjadi orang tua."

"Mamaaaa!" Lerra mengatup kedua tangannya. Ia menjerit dengan air mata yang tak mereda. Kata-kata ibunya laksana batu yang dilemparkan ke dadanya.

"Sekarang kau harus menjelaskan semuanya kepada kami!" Dalam keadaan masih menunduk, Lerra mengangguk sembari sesenggukan.

Wina meminta Faizan untuk mendengarkan penjelasan dari anaknya.

Situasi sejenak mereda. Rumah itu terasa seperti tak bernyawa, Faizan duduk sembari memegangi kepalanya. Sementara istrinya kini reda menangis berganti dengan lamunan memandangi anaknya yang duduk di bawah dengan sikap penuh rasa bersalah.

"Cobalah kau ceritakan, Nak! Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang telah melakukannya?"

Lerra berusaha tegar. Matanya terpejam dan mengatur napas untuk menjelaskan semuanya.

"Hikss...maafkan Lerra Pah, Mah, Lerra telah melakukan perbuatan haram itu dengan Dev."

"Dev? Anak cowok yang sering jemput kamu?" tanya Wina. Lerra mengangguk.

"Hmmm sudah kuduga. Apa papa bilang, kau jangan pacar-pacaran dulu. Fokus sekolah. Setidaknya lulus SMA, Lerra? Kau..." Faizan mendecap kesal. Ia sangat menyayangkan keteledoran anaknya.

"Kau tahu, melakukan itu adalah dosa besar. Seperti gajah masuk ke lubang jarum."

"Hiksss," Lerra kembali terisak.

"Ampun, Pa!"

"Kami bukan Tuhan Lerra yang punya kuasa memaafkan dan mengampuni. Kami manusia biasa yang punya tanggung jawab besar kepada-Nya atas kamu selain itu juga di hadapan lingkungan."

"Maaf, Pa!"

"Sudahlah Pah, tidak ada gunanya kita marah lagi. Pikirkanlah apa yang harus kita lakukan!"

"Takada pilihan lain, kita harus meminta pertanggung jawaban anak itu." Faizan beranjak dan pergi ke kamarnya lagi.

Lerra dibantu ibunya bangun dan ia masuk kamar.

Dalam kamar, kesedihan kembali menyeruak Lerra. Dengan tangan gemetar ia menekan tombol panggil untuk Dev. Sekali, dua kali, hingga berkali-kali Dev tidak menjawab.

Lerra menarik napas dan mencoba mengirim pesan.

Kita harus bertemu. Emergency!

KAFNUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang