PROLOG

1.8K 138 4
                                    

Mungkin kau akan berpikir lebih baik mati saja jika dihadapkan pada pilihan yang sulit, keduanya menyakitimu. Namun, sesuatu pasti terjadi bahkan saat kau tidak memilih.

Lerra, tidak membutuhkan pilihan, bahkan saat pilihan sedang dibuat, ia sudah melakukannya. Keputusan itu tiba-tiba saja ia lakukan tanpa membuat rencana sebelumnya. Modalnya hanya kepercayadirian yang ia balut sejak lama. Sejak bertemu Dev.

Pada hari itu, seharusnya ia tak berada di ruang serba putih dengan beberapa orang yang menanganinya. Sekelompok orang yang gila akan uang. Semuanya demi uang. Tidak ada tentang nurani.

Baju steril warna biru, masker biru, sarung tangan, dan beberapa alat yang terlihat asing di mata Lerra. Ia cukup familiar sebenarnya dengan adegan drama korea yang sering ia tonton.

Bagi Lerra, alat itu tidak menakutkan saat di layar. Tetapi, dua puluh menit bertatapan langsung dengan alat-alat itu, tubuhnya panas dingin, kering sudah ludah yang ia telan tanpa perundingan.

Dibandingkan gunting, pisau, atau jarum, alat berupa sedotan itu jauh lebih mengerikan. Alisnya mengerut, takdapat terbayangkan, jika alat-alat itu menyentuh kulitnya atau organ pentingnya.

Sekali lagi, ia merasa sial. Hidupnya akan berakhir dengan penderitaan yang ia mulai dari sesuatu yang ia namakan surga. Ia terjebak di ruang itu.

Sebelumnya, ia telah melakukan sesuatu yang mungkin sangat dilarang di bumi tinggalnya.

Lebih-lebih, ia hanya seorang siswi menengah atas. Apalah daya, kebodohan itu membawanya kepada penderitaan yang baru saja dimulai. Tepat pada jam istirahat sekolah waktu itu.

Di balkon paling atas sekolah Lerra menjanjikan pertemuan penting dengan seseorang. Itulah keputusan pertama, dengan mudah, jari-jarinya mengirim pesan kepada orang itu.

Lerra tidak menunggu persetujuan untuk bertemu empat mata. Ia dan orang itu memang harus bertemu.

Untuk situasinya sekarang takada lebih penting daripada pertemuan itu.

"Dev, aku hamil," ucap Lerra dengan wajah pias.

Pernyataan itu seperti sudah melucuti seluruh harga dirinya. Di hadapan lelaki yang mengajarinya tentang keputusan, "Lakukan saja apa yang kau mau! Siapa yang akan peduli selain dirimu." Kalimat itulah yang juga membuat Lerra yakin hal itu tidak menjadi beban. Dev seluruhnya akan mengerti.

"Lalu?" Dev hanya menjawab singkat. Mulutnya sibuk mengembuskan asap-asap rokok.

"Mengapa kamu begitu tenang?" tanya Lerra.

"Lalu, aku harus bagimana? Menikahimu?" jawab Dev.

"Jangan membuat kesepakatan yang tidak masuk akal, Lerra!" Dev membuang muka.

"Ini bukan kesepakatan, ini anak kamu."

"Apa kau yakin?" ujar Dev.

Sontak membuat siswi cantik berambut sebahu bergelombang itu tercekat. Tidak ada yang lebih mengejutkan daripada itu. Lelaki yang sudah membuatnya yakin setiap keputusan yang ia lakukan telah menurunkan kepercayaandirinya. Tidak disangka.

"Kalau bukan anakmu lalu anak siapa? Bukankah aku melakukannya denganmu?"

"Bukankah kita hanya melakukannya sekali? Apa kau lupa?" Dev justru balik bertanya.

"Sekali atau tidak, aku tidak peduli. Alat ini sudah cukup membuktikan bahwa dua minggu setelah kita melakukannya, aku mendapatkan dua garis ini." Lerra memerlihatkan testpack yang sudah ia siapkan sedari kemarin. Dua garis merah itu terlihat nyata. Dev enggan melihatnya dengan jelas. Seolah-olah itu tidak memengaruhinya.

"Bukan salahku," jawab Dev. Lelaki berambut pirang itu menjawab santai. Terlihat urakan tetapi wajahnya bak Arjuna. Apapun gaya penampilannya, wajah paling tampan di sekolah itu tidak akan berkurang porsi tampannya.

"Apa?" sergah Lerra.

"Jadi, kamu tidak mau bertanggung jawab?" Lerra mencoba menatap mata Dev yang sedari percakapan dimulai sudah memalingkan wajah.

"Kamu harus bertanggung jawab Dev, jika tidak aku akan adukan ini ke orang tuamu. Aku tidak membuat kesepakatan. Kau harus ikut andil dalam masalah ini." Lerra mendengus lalu pergi meninggalkan Dev di balkon sekolah itu.

Dev masih dengan batang rokoknya yang sudah hampir habis. Matanya menerawang jauh.

"Sial!" Kakinya menginjak dengan kasar pada sisa batang rokok yang baru saja ia buang.

***

Nah, gimana teman-teman. Apakah kalian suka cerita ini?

Jangan lupa atuh vote dan komennya ya teman-teman. Tingkyu

Semoga cerita ini dapat menghibur. Have nice day.

KAFNUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang