SEBELAS

590 71 7
                                    

Istirahat telah tiba. Para siswa menghambur mengambil makan siang di prasmanan kantin.

Beberapa meter tak jauh dari prasmanan, Lerra dan Hewa bergandengan mengambil nampan tempat makan. Kala itu, mereka berpapasan dengan Dev, Sello, dan Rintan.

"Wah, ada Si Pangeran rupanya?" ujar Hewa menggoda Dev. Sello dan Rintan mengangkat alis turut menggoda. Dua siswa urakan itu saling merangkul berada di belakang Dev.

Dev menatap Lerra, namun gadis cantik itu membuang wajah karena terlanjur marah-tidak dihiraukannya beberapa hari yang lalu.

Para siswa yang di sana tampak memerhatikan mereka. Saling berbisik dan menduga-duga

Lerra mendengus meninggalkan Dev. Dev mengerut bingung dengan tingkah Lerra.

Setelah berjarak dengan Dev, tiba-tiba ia melihat Ali berjalan sendirian masuk di ambang pintu kantin. Ia berteriak memanggil siswa berseragam rapi itu.

"Ali?!" sapanya sembari melambai tangan. Ia berlari menghampiri Ali. Ali yang pemalu cukup jengah dengan sikap Lerra.

"Hai, ketemu lagi kita, ya? Kebetulan banget, ayo makan bareng!" Lerra hendak menarik tangan Ali, namun Ali menepis. Lerra mengucapkan maaf lalu menarik dasi Ali. Dengan wajah malu dan tidak mau membuat siswi primadona itu malu, Ali pun menurut saja.

Lerra dengan sikap acuh melewati Dev, Sello, Rintan, dan Hewa. Keempat temannya itu menjadi bingung. Terlebih Dev tampak sangat tidak suka. Sementara Ali bersikap tidak tahu menahu.

Para siswi saling berbisik mengira-ngira bahwa Lerra telah putus dengan Dev. Dari kejauhan, Dev melirik sinis ke arah Ali.

Setelah Lerra dan Ali mengambil makanan, mereka pun duduk bersama di sebuah meja paling ujung. Mereka berusaha menjaga jarak dari kerumunan siswa yang berjejal di meja-meja yang tersedia di area tengah.

"Tumben kamu ke sini," kata Lerra membuka suara.

"Iya, soalnya kantin agama sedang tutup."

"Oh, terus yang lain ke mana?"

"Ke kantin IPS."

"Kok enggak ke sini?" Ali hanya mengangkat bahu.

"Mana berani anak agama ke sini?" Tiba-tiba Dev datang ke meja itu. Ali yang hendak memasukan suapan pertama, terhenti dan menatap Dev. Lerra tampak cuek saja.

Dev duduk di sebelah Lerra yang duduk berhadapan dengan Ali. Kebetulan meja itu cukup panjang.

"Tapi, bagaimana bisa ada satu anak agama berani makan ke sini?" timpal Rintan. Ali kembali terhenti hendak menyuap. Sementara Rintan duduk menggeser paksa Ali. Kini Ali tak lagi berhadapan dengan Lerra melainkan Dev.

"Itulah anehnya," kata Sello. Ali terhenti lagi ketika hendak menyuap. Sello duduk di sebelah kiri Ali. Kini Ali telah diapit oleh kedua anak buah Dev.

Dev hanya tersenyum arogan kepadanya. Ali membalas dengan senyum seadanya. Sementara Lerra melirik sini kepada Dev yang di sampingnya.

Tak lama kemudian, datanglah Hewa, "boleh gabung, kan?" ujarnya. Itu yang keempat kali Ali menunda suapannya. Hewa menggeser Lerra. Dan akhirnya, Lerra kembali berhadapan dengan Ali. Ia tersenyum. Sementara Dev, Sello, dan Rintan jadi tidak senang.

"Jadi, apa yang membuat anak agama ini ke sini?" ujar Hewa lagi.

"Maaf, saya harus segera makan." Ali diam dan mulai menyuap makanannya.

Dev hendak menyahut namun tak jadi, karena Lerra melotot kepadanya begitu pun juga kepada Sello, Rintan, dan Hewa. Akhirnya mereka terdiam dan makan.

"Saya sudah selesai." Ali menamgkup sendok dan garpu di atas nampan yang bersih tak tersisa.

"Buru-buru banget mau ke mana?"

"Sudah masuk waktu zuhur, maaf." Ali beranjak sembari membawa nampan kosong itu untuk diserahkan kepada petugas kantin.

"Sok alim," ujar Dev ketika Ali telah berlalu.

"Memangnya kamu yang sok hebat tapi nol tanggung jawab!" sahut Lerra-sangat judes, kemudian pergi dari meja itu. Sello, Rintan, dan Hewa langsung berhenti mengunyah mendengar perkataan Lerra. Mereka melirik Dev. Tampak Dev menjadi berapi tatapannya. Ia menghentak genggamnya ke meja lalu beranjak menyusul Lerra.

Lerra berlari mencari Ali di koridor, namun anak itu telah memasuki mushola. Lerra menghela napas.

Tiba-tiba dari belakang, Dev menarik lengannya dan memboyongnya ke samping perpustakaan sekolah yang tak jauh dari mushola.

"Apa maksudmu nol tanggung jawab?!" Dev mendorong tubuh Lerra hingga tersandar di tembok.

"Itu bukan maksud, itu kenyataan." Jawaban Lerra tak kalah kasar dari Dev.

"Kamu marah karena aku tidak menghubingimu beberapa hari ini?"

"Pikir saja sendiri!" Lerra mendorong tubuh Dev yang begitu rapat dengannya.

"Lerra?!" Dev menangkap lengannya.

"Aku tak suka kau dekat dengan siapapun, kamu itu milikku."

"Lepasss!"

"Lerra?!"

"Kenapa? Apa kamu belum puas menyakitiku? Dengan cara seperti apa lagi? Melihat caramu beberapa hari lalu aku pikir kamu memang tidak pantas menjadi ayah."

"Ya, itulah sebabnya aku membawamu ke klinik."

"Oh, jadi begitu?! Baiklah, mulai sekarang aku tidak akan berurusan denganmu lagi. Dan ingat, ya Dev, suatu hari kamu akan menyesal karena telah menyia-nyiakan anak ini." Lerra memegang perutnya. Lalu mendengus meninggalkan Dev. Lelaki berambut pirang itu terdiam memikirkan ucapan kekasihnya barusan itu.

"Ma-ma-maksudmu," gumamnya.

KAFNUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang