Ku amati orang-orang di sini semuanya sangat menjijikan khususnya untuk perempuan yang hanya diam saat tubuhnya di jamah pria asing.

"Sen ...sena elo liat pria itu," tunjuk Dian ke arah pria yang sedang duduk sendirian di sofa.

Mata Sena langsung mengarah ke pria yang berada di samping pria muda yang di tunjuk Dian. "Ganteng banget. Kayanya masih single, pria itu megang apa, yan. Kok warna warni."

Dian berpikir sebentar ada yang tidak beres dengan mata Sena. Tangan Dian menarik kepala Sena dan dihadapkan tepat ke arah pria yang sebenarnya Dian tunjuk. "Pria sendiri itu pasti duitnya banyak. Coba kamu dekati dia," bujuk Dian seraya membawa Sena ke arah pria tersebut.

"Gak mau gue, dia sudah tua kayaknya sudah punya banyak anak."

"Coba dulu." Dian sedikit mendorong Sena agar duduk di samping pria itu dan meninggalkan Sena sendirian menghadapi mangsanya.

"Hai ...Om." Sena masih ragu bagaimana menyapa targetnya yang masih betah menatap layar Hp.

Dian di mana sih. Aku bukan pelacur yang pintar goda orang.

Tak sengaja mata ini melihat wanita di sampingku yang memperkenalkan dirinya sambil membelai wajah pria hidung belang itu. Tiba-tiba perempuan itu naik ke pangkuan pria itu dan menciumnya secara brutal. Kepala ku sedikit pening, masak aku harus lakuin kayak perempuan itu.

Ku tatap kembali mangsa ku yang masih asik dengan hpnya tanpa merasa terganggu dengan kehadiranku. Kayaknya aku harus mencoba gaya perempuan tadi.

Ku belai tangan pria ini yang tidak merasa terganggu sama sekali dengan kelakuan ku. "Nama Om siapa?"

Masih diam! Tapi aku tidak akan terkalahkan.

"Kamu suka yang mana?"

Sena mencium pelan pipi dan bibir pria penyendiri ini dengan gaya yang seksual mungkin. Dengan seseksi dan semenarik mungkin Sena menggoda pria berumur yang baru dia kenal.

Baru pertama kali ini Sena mempraktekkan menjadi seorang pelacur yang sangat menjiwai dan berbakat.

"Gak ada pelanggan?" tanyanya dengan senyuman kecil.

"Aku suka kamu." Sena tak malu dan duduk di pangkuan pria asing ini. Tanganya tak mau kalah mengelus elus pelan dada bidang pria ini dan jemarinya mencoba menyusup masuk dan bersentuhan langsung dengan kulit nan hangat ini.

"Kamu tau, semua wanita seperti kamu tidak ada yang mendekat dan menyentuhku. Sebenarnya kamu mau apa?" Tangan Akbar mencengkram tangan Sena yang mencoba mengelus dada bidangnya.

Gerak-gerik Sena sudah tercium dan pria ini sangat tau sifat dan kelakuan pelacur itu seperti apa.

Dasar pria tua bukannya tergoda malah curhat!

Sena masih melamun seraya membayangkan gepokan uang itu di tangannya.

"Dui... em aku mau main sama kamu, tapi tidak di kamar." Sena mengalungkan tangannya ke leher Akbar seraya menggoda Akbar.

Hampir saja keceplosan.

Akbar mengernyit heran. "Kenapa bukannya kerja kamu melayani di kamar."

"Kalau main kuda-kudaan aku tidak melayani."

"Kenapa?" Akbar sangat penasaran.

Sena mendekatkan bibirnya di telinga Akbar. "Karena aku masih perawan."

"Saya tidak percaya."

Sena berpikir sebentar dan bibirnya terangkat ke atas simbol kemenangan. "Kamu mau mengeceknya langsung." Alis Sena naik ke atas dan seringai khasnya tercetak di sana.

Rasa Yang Tertunda [ On Going  ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt