(3) Sangkar Emas

15 2 0
                                    

     Masih kurang jelas, ya? Atau kamu emang menolak kenyataan kalau aku emang membenci kamu semenjak kamu mempermalukan ku di depan semua teman-teman dikelas 10. waktu itu kamu tiba-tiba masuk ke kelas di tengah-tengah pelajaran. Padahalkan, peraturannya kalau telat harus belajar di luar. Tapi kamu dengan tanpa penyesalan masuk ke kelas selagi mengabaikan teguran Pak Agung. Padahalkan kamu tahu, Pak Agung itu termasuk guru killer di sekolah, yang sangat benci di bantah. Tapi, yah, kenapa aku bisa lupa kalau kamu itu sangat tidak suka di atur-atur.

Untung saja aku sudah selesai mengerjakan satu soal yang diajukan Pak Agung di papan tulis. Berjalan ke arah bangku, aku bisa lihat wajahmu yang ketekuk karena jadi bahan ceramahan Pak Agung. Telingamu pasti panas mendengarnya, eh, apa benar? Karena saat aku mendudukan diri di bangku, kamu tiba-tiba ngelirik ke arah ku seraya tersenyum tipis. Tentu aku heran, sebab senyum yang selalu menawan itu, kali ini malah terbentuk sedikit miring.

Kamu pun berdiri saat Pak Agung akhirnya mengusirmu keluar kelas.

"Saya pinjam spidolnya dulu, Pak" ijin mu saat akan keluar kelas. Atau kamu memang tidak berniat untuk pergi dari kelas ini. Tapi ...

Apa maksudmu dengan mengerjakan soal yang baru saja ku selesaikan di papan tulis?

Kelas langsung dalam mode sunyi saat kamu menggoreskan tinta spidol di papan licin putih itu. Sesekali tangan mu terlihat berhitung dengan gerakan cepat.

2 menit lebih 19 detik. Soal rumit tentang Listrik Statis berhasil kamu selesaikan,

"Permisi, Pak, saya istirahat duluan" ujar mu, sedikit membungkuk pada Pak Agung yang memandangmu sinis. Kemudian memasukkan kedua tangan ke saku, berjalan enteng keluar kelas.

Pak Agung berdiri menghadap papan tulis untuk meneliti kedua jawaban yang menentukan hasil yang berbeda di sana. Guru bidang Fisika itu meneliti cukup lama. Aku sampai gugup dibuatnya.

Jawaban kami memiliki hasil yang berbeda walaupun nyaris sama, kamu menuliskan hasil 4 : 5 sementara hasil yang ku dapat adalah 5 : 4.

Ya ampun. Kamu benar-benar cari masalah, ya. Mau taruh dimana, nih, mukaku, kalau jawabanku salah.

"Jawaban yang benar, yang mana, Pak?" celetuk si ketua kelas.

Pak Agung menggaruk tengkuk, aku menggigit jari.

"Jawaban Ayana sedikit keliru di hitungan tegangan. Dan yang benar adalah jawaban yang kedua"

WTF ...

Jawabanku salah? Aku langsung mencoret buku untuk menghitung ulang. Dan astaga, aku benar-benar keliru.

Aku bisa merasakan kelas menjadi riuh berbisik-bisik. Mungkin karena tidak menyangka denganmu yang bisa mengisi soal rumit itu dengan mudah. Kamu bahkan melewatkan penjelasan meteri dari Pak Agung.

Aku tertunduk kecewa pada diriku sendiri, dan merasa kesal sebab dipermalukan oleh mu.

Sudah ku bilangkan. Saat itu kamu selalu bisa membuatku merasa jadi butiran debu untuk pertama kalinya. Aku tentu sudah merubah ekspektasiku terhadap dirimu.

Kamu itu si jenius gila. Karena selalu melakukan sesuatu sesuka hati.

Aku dulu sangat membenci presensi mu.

Kamu yang terlalu jenius, kamu yang terlalu bebas.
 

Bebas ...

Ya, aku membenci hal itu, karena ...

aku mau itu dari kamu.

Aku mau lepas dan bebas seperti kamu. Ya, aku tau, ini terdengar gila. Tapi pernahkah kalian merasa muak dengan segala hal; orang tua yang terlalu ambisius terhadapmu, terlalu protektif atas kehidupanmu, muak terhadap peraturan tak masuk akal yang membatasi gerakmu.

Aku muak, Bima. Aku benci semuanya. Aku benci terkurung dalam sangkar emas.

Aku ingin seperti kamu, Bima. Bersinar seperti bolide dengan cara mu sendiri.

Tolong aku, ya! Bantu aku keluar dari sangkar emas ini. Bawa aku pergi jauh dari tempat memuakkan ini.

Bima, boleh kah kutarik semua kata benci, lalu kuganti dengan kalimat:

"Bawa aku pergi, bawa aku menuju kebebasan yang kamu sering tawarkan padaku. Aku tau, kamu tidak akan mengatakannya secara langsung. Tapi, aku menyadari itu saat kamu yang selalu bertingkah menyebalkan padaku, aku tau dari tawa lepasmu saat berhasil membuatku kesal. Kamu selalu berusaha membuatku terlepas dan bebas dari tali kekangan yang membelengguku.

Maka, aku akan meng-iyakannya. Aku menerima undangan kebebasan dari mu, Bima; si jenius gila kesayanganku."

                                ●●●

Ada yang ngeh, gak sih?

Yap, ini adalah sepenggal kisah dari Bima; abangnya Maya; di cerita ku yang satunya (Two Bad Brother)

Entah kenapa, aku kepikiran aja bikin cerita tentang Bima. Jadi ku buatin deh, cerita modelan gini😚.

Dari sudut pandang Ayana; temen sekaligus musuh, sekaligus ... 😶

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Know U Know That I Love U, But U Chose To Be SilentWhere stories live. Discover now