Chapter 24

4.9K 359 69
                                    

Note: Baca chapter ini sambil dengerin lagunya We The Kings- Sad Song (Ft. Elena Coats). ada di mulmed:)

.

Rumput-rumput berayun dengan perlahan tersapu oleh angin dari arah barat. Mereka seakan terpaksa harus mengikuti arah angin meskipun sebenarnya mereka berusaha untuk berdiri dengan tegap. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah mereka memang sebenarnya mencoba berdiri tegak?

Bagaimana dengan aku? Apa aku berdiri tegak dengan keyakinanku? Keyakinan kalau aku masih mencintainya. Kalau aku masih menyayanginya.

Tentu saja aku masih menyayanginya. Tak ada yang bisa mengurangi sedikitpun cintaku padanya. Tapi setelah aku mencoba untuk kembali ke masa lalu, apa aku benar-benar masih mencintainya kalau ternyata aku malah melakukan hal yang membuatnya terus menangis? Apakah itu yang namanya sayang? Membuat orang yang kita cintai menangis?

Aku memandang lurus ke arah padang rumput disebrang sana. Padang rumput itu seakan tidak punya ujung. Andai aku bisa melompati jurang yang dalam dan gelap di depanku ini, mungkin aku sekarang tengah bebas berada di sana.

Mungkin kalau aku maju selangkah aku akan masuk ke dalam jurang itu. Aku penasaran apa yang ada di dalam jurang itu? Monster? Binatang buas? Atau mahluk-mahluk aneh dari cerita legenda yang pernah ku dengar?

Entah sudah berapa lama aku berdiri di sini. Aku betah berada di sini, aku lebih suka berada di sini daripada berada di duniaku. Tapi setelah aku melihat ke arah padang rumput itu, aku ingin sekali meloncat ke sana.

Awan di atasku menghalangi sinar matahari. Aku bisa bilang sedikit mendung di sini, tapi cahaya matahari masih bisa menembus awan abu-abu itu.

Angin segar menerpa wajahku, benar-benar sejuk. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Fikiranku benar-benar kosong.

Aku benar-benar nyaman di sini.

Dari belakangku aku bisa merasakan ada seseorang berdiri. Tak mungkin ada orang di sini. Aku tak melihat siapapun sebelumnya. Aku tetap bertahan dalam posisiku.

Tapi dia tidak bergerak sedikitpun setelah beberapa lama. Karena penasaran, aku mencoba menoleh ke belakang.

Senyumku langsung mengembang melihatnya tersenyum ke arahku. Wajahnya terlihat cantik seperti biasanya. Dia memakai baju yang dia pernah gunakan di saat pertama kali aku bertemu dengannya di studio untuk wawancara.

"Natalie?" bisikku dengan lirih. Dia masih tersenyum dengan senyuman manisnya. Sudah berapa kali aku membuat senyuman di wajahnya pudar? Mungkin aku sendiri tidak bisa menghitungnya dengan jariku.

Aku langsung mendekapnya dengan erat. Amat erat. Tidak, aku tidak akan melepasnya sekarang dan tak akan pernah ku lepaskan. Aku tidak boleh kehilangan dia lagi. Sudah cukup aku kehilangan dia.

"Aku minta maaf, aku minta maaf," kataku berulang kali. Aku merasa berdosa karena mengkhianatinya. Aku merasa hina.

Tak dapat ku tahan lagi, air mata terjatuh dari mataku. Aku makin mendekapnya dengan erat.

Natalie melepaskan pelukan kami. Dia menatap wajahku dalam-dalam. Tangan kecilnya menghapus air mataku. Wajahnya terlihat amat menenangkan.

"Maafkan aku?" Tanyaku. Natalie mengangguk perlahan. Aku bernafas lega. Semua ikatan yang melilit tubuhku seakan terlepas begitu saja hanya dengan sebuah anggukkan darinya.

Tangan Natalie menyentuh dadaku, perlahan dia terus berjalan maju. Dan aku tak bisa melawan, aku berjalan mundur. Aku tahu mungkin jarak dari aku berdiri tinggal beberapa centi dari jurang gelap itu. Tapi aku tak menganggap itu masalah penting, aku terhipnotis dengan wajah Natalie.

Again | s.m✔️Where stories live. Discover now