Chapter 7

4.2K 379 6
                                    

Shawn's P.O.V

Aku menatap kosong karpet merah yang melapisi lantai ruang tunggu. Hawa dingin menusuk tulangku. Ruangan ini terlalu dingin. Aku memeluk diriku sendiri dan memejamkan mataku.

Rutukkan demi rutukkan terus ku ucapkan dikala aku mengingat kejadian tadi. Bagaimana aku bisa membiarkannya pergi untuk yang kedua kalinya? Kecil kemungkinan aku bisa bertemu lagi dengannya terlebih besok aku akan memulai Austin Mahone Tour bersama The Vamps dan Fifth Harmony.

Angka di jam digital yang melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam dan Dylan -managerku- belum juga selesai berdiskusi dengan Joe sejak selesai wawancara. Dan selama itu pula aku duduk sendirian di sini, menantinya. Ugh, mengapa nasibku jadi terdengar begitu menyedihkan.

Tak banyak yang bisa ku lakukan di sini. Aku lebih banyak memikirkan Natalie saat ini. Ia berubah total. Bahkan aku sempat tak mengenalinya. Jika Natalie tak menyebutkan nama keluarganya pun aku tak akan pernah tahu jika dia lah gadis yang selama ini ku nantikan kehadirannya lagi dalam hidupku.

Pintu ruangan ini terbuka, menampakkan Dylan yang terlihat sedikit lesu. Mungkin ia lelah karena aktivitas hari ini yang terlalu padat. Ia berdiri tepat di depanku sembari merogoh sesuatu dari dalam kantong celananya.

"Urusanku dengan Joe belum selesai. Lebih baik kau pulang saja ke hotel menggunakan mobil," Dylan melemparkan kunci mobil sewaan kepadaku. Mobilnya tak semewah dengan milik seleb lainnya, setidaknya mobil itu membuat penumpangnya nyaman.

Aku menangkap kunci itu. "Bagaimana denganmu?"

"Tenang saja. Aku bisa naik taksi. Sana pulang saja, kau besok harus bersiap-siap," aku mengangguk perlahan dan segera bangkit. Dia benar juga kalau aku terus-terusan menunggu Dylan selesai mungkin aku hanya memiliki waktu istirahat yang singkat.

"Aku duluan."

Nyaris semua lampu di ruangan kerja para karyawan sudah dimatikan. Menyisakan lampu ber-watt kecil yang menerangi pojok ruangan. Semua karyawan pasti sudah pulang. Natalie sudah pulang dan aku tak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi. Bodoh.

Hujan lebat mengguyur kota Boston malam ini. Angin kencang membuat pohon-pohon tinggi di pinggir lapangan parkir bergoyang. Mataku menyipit memandang lapangan parkir yang kosong. Mobil sewaan itu terparkir lumayan jauh, dekat dengan sebuah pohon palem. Mencebikkan bibirku, aku memutar otak mencari cara agar sampai ke mobil.

Segera ku lepas jaketku dan bersiap menerobos hujan. Langkahku terhenti dikala mendapati seprang wanita berteduh beberapa meter dariku. Ia menggunakan tas kecilnya untuk menutup kepalanya. Sesekali ia melangkah maju namun kembali mundur. Tunggu dulu, bukankah itu Natalie?

Tanpa ku sadari aku sudah melangkah mendekatinya. Ia tak menyadari keberadaanku. "Menunggu hujan reda?" tanyaku memulai pembicaraan. Suaraku teredam di antara lebatnya hujan. Aku tak yakin ia mendengarku.

Natalie tersontak, menoleh ke arahku sesaat, dan kembali membuang pandangannya. "Belum."

Natalie mendekap dirinya sendiri. Bibirnya bergetar. Ia kedinginan dan aku harus melakukan sesuatu.

Masih ingatkan kejadian waktu itu, Shawn? Ia telah menyakitimu. Empat tahun yang lalu. Membuatmu kehilangan akal sehatmu berbulan-bulan lamanya. Apa ia pantas dikasihini?

Hei, sejak kapan aku tidak berprikemanusiaan?

"Mau ku antar pulang?"

"Tak usah, sebentar lagi juga reda," ucap Natalie masih memperhatikan rintikan hujan yang turun. Tak lama kemudian suara guntur terdengar disusul dengan hujan yang makin lebat.

Again | s.m✔️Where stories live. Discover now