"Kepala aku sakit," adunya.

"Salah sendiri kenapa di jedotin ke dinding." ucap Alkana mengelus kepala gadis itu, Liona mencabik kesal mendengarnya. Namun kecupan yang Alkana berikan pada kepalanya membuat Liona kembali memeluk lelaki itu dengan erat, tanpa ragu Liona menyandarkan kepalanya ke dada Alkana. Entah kemana gadis yang mengamuk beberapa jam lalu itu.

Begitulah Liona, tingkahnya akan berubah jika sedang sakit, atau ketakutan.

"Kita di mana?" tanya Liona heran melihat sekelilingnya.

"Rumah Alkana sayang." jawab Alkana.

"Mama..." panggil Liona merentangkan tangannya pada Teresa yang berdiri di pintu kaca balkon, wanita tiga anak itu tersenyum lalu mendekat ikut memeluk calon menantunya.

"Jangan sakit lagi ya, kalo ada masalah sama Alkana cerita, jangan main hilang gitu aja. Selesaikan baik-baik, komunikasi adalah hal yang paling penting untuk menjaga sebuah hubungan." peringat Teresa.

"Iya Mama, Liona minta maaf." gadis itu menunduk dalam.

"Minta maaf sama Alkana, bukan sama Mama." ucap Teresa. Liona mendongak menatap Alkana, Maya gadis itu berkaca-kaca. "Maaf Alka..." lirihnya, Alkana mengangguk dan memeluk gadis itu semakin erat.

"Kalian akan tinggal di rumah sampai acara pertunangan kalian nanti. Ini permintaan Papa Hayden." jelas Teresa cepat karena Alkana terlihat akan menolak.

"Harus Ma?" tanya Alkana.

"Iya, ini perintah Papa kamu." kini mereka sudah tidak bisa menolak, terlebih lagi ini perintah dari Hayden.

"Mama ke bawah dulu. Papa pasti udah pulang." ucap Teresa mendengarkan suara mobil di bawah.

Kini hanya tersisa mereka berdua di sana, keheningan terjadi beberapa saat, Liona merasa dirinya sedikit keterlaluan, tanpa mendengar penjelasan dari Alkana dirinya sudah marah-marah meluapkan emosinya. Liona yakin, Alkana tidak akan pernah menyukai Mela.

"Kenapa kamu terima minuman itu?" tanya Liona lemah. Alkana memejamkan matanya sejenak, kini lelaki itu paham jika alasan kemarahan Liona adalah dirinya.

"Kamu marah karena aku terima pemberian sahabat kamu?"

Liona langsung menyentak tangan Alkana di bahunya, "Dia bukan sahabat aku!" pekiknya marah.

"Iya oke, calm down baby. Jadi kamu marah karena Mela--"

"Jangan sebut nama dia!!!" kesal Liona semakin bertambah, bibir itu mulai melengkung ke bawah dan hampir mengeluarkan tangisannya.

Alkana meraih Liona kembali, memeluk paksa gadis itu dengan lembut, "Fine. Kamu marah karena aku terima pemberian perempuan itu?" akhirnya Liona mengangguk. Alkana menghela nafas lega, akhirnya dirinya benar.

"Awalnya juga aku gak mau terima Athena, buat apa coba?. Tapi pas aku tolak tiba-tiba dia bilang itu dari kamu, katanya kamu kebelet ke toilet jadi nyuruh dia yang ngasih ke aku. Sayang, sumpah kalo aku tau dia bohong aku gak bakalan terima pemberian dia bahkan sampe bawa itu ke apartemen kita, aku gak tau kalo itu alasan kemarahan kamu. Aku minta maaf..."

Liona kembali menangis mendengar penjelasan Alkana, gadis itu tau tunangannya tidak berbohong. Liona seketika merasa bersalah. Mela sialan! Liona bersumpah akan membalas perbuatan gadis itu nanti.

ALKANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang