𝓟𝓻𝓸𝓵𝓸𝓰

1.3K 133 59
                                    


𝐉𝐮𝐫𝐚𝐧(𝐆) & (𝐃)𝐚𝐦𝐚𝐢

Puluhan kendaraan melaju begitu cepat, membuat sepasang netra mengikuti lajunya hingga melebur di kejauhan. Seorang gadis muda duduk manis didalam sebuah mobil dan menyaksikan lalu lalangnya pengendara benda beroda di marka jalan. Wajahnya datar tanpa sedikit pun garis halus disana. Sesekali ia menarik napas dalam-dalam dan akhirnya ia menyenderkan punggungnya pada kursi mobil dimana ia tampak teramat bosan.

Seseorang mengetuk jendela mobil hingga memancing atensinya, seorang wanita dewasa tampak memberi isyarat kepada sang gadis untuk keluar. Gadis berambut sebahu tersebut membawa dirinya untuk meninggalkan mobil, sampai saat udara sejuk menerpa keningnya secara perlahan. Sepasang kaki kecil si gadis telah menginjak diatas tanah tetapi sebelum ia berdiri wanita dewasa didepannya langsung berkata "Tongkatnya masih dibelakang kamu tuh, jangan lupa ya." Ucap wanita itu sambil menunjuk sebuah tongkat dibelakang si gadis.

"Iya ma." Jawab gadis itu singkat.

Tak disangka tongkat tersebut ia gunakan sebagai penopang tubuh, tampak ia tak kesulitan memakainya bak sudah menjadi barang pokok dalam kesehariannya. Yap, kaki gadis itu tidak berjalan dengan sempurna.

Keduanya melangkah beriringan diantara gedung-gedung tinggi dan beberapa pepohonan yang menghiasinya. Terpampang sebuah papan nama bertuliskan Universitas berdiri kokoh di hadapan mereka, bisa jadi gadis ini merupakan mahasiswi disana. Bukan selayaknya universitas, lingkungan sekitar cenderung sepi dengan menyisakan beberapa orang yang gadis itu bahkan tak kenal namanya. Sontak dirinya tersadar bahwa kedatangannya hari ini bertepatan dengan libur semester dimana sudah pasti tidak ada kegiatan perkuliahan dimanapun.

"Pengambilannya di gedung Rektorat kan? kayanya masih agak jauh, kamu gapapa?"

"Gapapa ma, tapi aku ke toilet dulu,"

"Yaudah kalo gitu, yuk mama anter kesan-"

"Sendirian. Mau sendiri aja."

Ungkapan gadis itu menuai reaksi terkejut dari si wanita dewasa yang diketahui adalah ibunya. Sang ibu cukup senang mendengar si anak ingin berusaha tanpa diuluri tangan, tetapi disisi lain melepaskan remaja itu dengan kondisi seperti ini tentu menyisakan perasaan khawatir akan terjadi sesuatu menimpa putrinya.

Wanita itu berpesan dengan wajah gelisah "Kalau kamu kesasar, tanya orang sekitar ya, atau kalau bingung langsung telfon mama."

"Tahun depan aku udah kepala dua ma, toh kesasar di kampus nggak bikin aku pindah alam juga." Protesnya dengan nada kesal.

Ucapan gadis itu memang terkesan kasar, semacam tidak ada kata-kata yang lebih baik untuk diucapkan terlebih pada orang tuanya sendiri. Ia lekas melajukan kakinya yang bertopang sebuah tongkat, ditataplah ia oleh sang ibu yang masih terpatung di tempat sebelumnya. Menaruh sedikit ketakutan pada kekurangan anaknya, membuat sang ibu tak henti-hentinya memanjatkan doa agar tidak terjadi sesuatu pada seorang gadis pincang bermulut pedas seperti putrinya.

Menyeret tongkatnya, matanya berputar kesana kemari mengharap sebuah papan petunjuk bertuliskan toilet muncul dalam pemandangannya. Kala itu tak sengaja ia melihat sesuatu tengah di bangun di tengah lapangan, belasan orang tampak menggerombol mengitari benda itu dengan sedikit suara obrolan. Hati gadis itu memunculkan penasaran, mendekati lokasi itu ia baru tersadar bahwa sesuatu besar yang ia maksud merupakan sebuah panggung.

Niatnya bak dialihkan selepas matanya terkunci pada panggung. Sedikit pikiran liat menjalani otaknya, hingga saat angin mengempasnya ia tidak berkedip sama sekali seolah membubuhkan memori tersendiri. Alih-alih ingatan indah, justru raut mukanya mendadak layu tanpa alasan, seperti ekspektasi yang ditampar keras oleh realiti sang gadis segera angkat kaki meninggalkan panggung itu.

Juran(G) & (D)amai | Jungwon | ENHYPENWhere stories live. Discover now