12 : 𝓣𝓾𝓻𝓷𝓪𝓶𝓮𝓷𝓽

35 4 0
                                    

■□■□■□■□■

𝐉𝐮𝐫𝐚𝐧(𝐆) & ......

Ternyata boleh ya sebahagia ini?

.

.

.

.

■□■□■□■□■

Belasan pasang busana bercecer berantakan di seluruh penjuru kamar, suara bising dari benda-benda yang jatuh ikut mengiringi porak-porandanya kamar gadis berasma Amaina tersebut. Gadis yang dimaksud rupanya masih mengacak-ngacak lemari didampingi rasa naik darah menjalar hingga ubun-ubunnya.

"Orang-orang biasanya ke Turnamen pada pake apa deh?" Ujarnya dengan kening mengkerut.

Ia memutar tubuhnya dan membuang napas kasar menyaksikan hasil karya atau lebih tepatnya tragedi yang ia ciptakan. Amai mengusak rambutnya kasar, sesekali ia mengulum bibir sembari mencocokan pakaian satu dengan lainnya. Cukup lucu sebab Amai tak biasanya memikirkan busana sedemikian rupa selain kostum untuk pentas, tapi kali ini tanpa sadar ia tergiur untuk merias diri.

"Atau pake dress aja?" Batinnya dan bergegas membongkar gantungan baju lebih dalam.

Segala gerakan Amai mendadak tercekat usai sesuatu memikat matanya, sebuah gaun berwarna mengunci atensinya selama sesaat. Diraihnya gaun itu, tetapi semakin lama wajahnya kian murung seolah terdapat hal menyedihkan didalamnya. Gaun yang berada dalam pangkuannya tidak lain merupakan hadiah dari terakhir dari adiknya yaitu Anan tiga tahun lalu sebelum kepergiannya. Masih segar dalam ingatan bahwa kondisi Anan kian memburuk sebulan setelah memberikannya untuk Amai.

"Padahal gue nggak sabar buat pake baju ini di turnamen pertama lo Nan, sampe hampir lupa gue sama baju ini."

Amai membuat janji untuk tak menggunakan hadiah itu hingga turnamen taekwondo pertama Anan kala itu, gadis malang itu percaya terhadap keberuntungan warna kuning akan membuatnya menjelma jadi dewi fortuna bagi Anan serta tak ingin menggunakan gaun itu demi siapapun kecuali sang Adik, cukup menyayat hati tiap mengingat bahwa bukannya keberuntungan tetapi justru kematian yang menjadi takdir Anan yang masih sangat muda.

Gadis itu membangkitkan diri dan mendaratkan langkahnya hingga ke depan cermin, dicobalah gaun itu dan cukup mengejutkan bahwa itu melekat dengan sangat baik padanya meski tiga tahun telah terlewat.

Suara derap langkah menggema dari atas tangga, perhatian sosok wanita dewasa yang Amai sebut "Mama" tampak duduk santai diatas sofa dengan secangkir kopi serta layar laptop yang tersuguh dihadapannya. Aruna Kirana yang tak lain adalah ibu si kakak beradik Amai dan Anan tak kalah sibuknya dengan bisnis toko roti yang bisa dikatakan cukup berkembang dengan enam cabang yang tersebar di penjuru kota.

"Kamu pagi gini mau kemana mai? Latihan dance bukannya sore ya biasanya, tapi kalo cuma main sama Arga jangan balik malem-,"

Kalimat sang Ibu gagal terucapkan mendapati anak gadisnya tampak begitu cerah dengan gaun kuning yang sudah lama tak terlihat itu. Perasaan pilunya sebagai sosok ibu membuncah usai memori-memori indah bersama gaun itu melintas kembali dalam benaknya.

"Nggak salah dulu Mama minta Anan ambil ukuran yang lebih gede buat kamu, dia pasti seneng lihat kamu akhirnya pake gaun itu sayang." Ujarnya sembari mengusap lembut kedua pipi Amai dengan wajah haru.

Amai cuma tertunduk sayu dan masih menimbang apakah keputusan untuk akhirnya mengenakan gaun itu tepat atau tidak, mengingat yang akan ia lihat bukanlah Anan namun hanyalah sosok raga orang lain yang serupa dengannya.

Juran(G) & (D)amai | Jungwon | ENHYPENWhere stories live. Discover now