6 : 𝓓𝓸𝓷'𝓽 𝓹𝓾𝓼𝓱 𝓶𝓮

96 16 2
                                    

𝐉𝐮𝐫𝐚𝐧(𝐆) & · · · · ·

• ☘ ☘ ☘ •

.

.

.

.

.


Berada sama dia bikin gue nggak karuan, siapapun tolong gue!
.

.

.

.

.

• ☘ ☘ ☘ •

"Langsung balik?"

"Kenapa? Lo mau gue lama-lama disini?"

"Dih Pede."

Berlatarkan gerbang tinggi, agaknya ini adalah saat untuk mengucapkan selamat tinggal untuk Arga. Usai kejadian beberapa menit lepas fokus Amai terbelah dan bola matanya berbinar menatap Arga.

Hati Amai kacau. Arga mengujarkan kata yang tak sepantasnya dilontarkan ke publik. Bagaimana ia akan terus menutupi perasaannya? Pemuda itu hanya membuatnya jatuh hati disetiap detiknya.

Arga memasang helm kembali "Gue jalan ya."

Amai mengangguk pelan dan melambai. Meski tertutup helm Fullface  gadis itu tahu Arga tengah tersenyum dari matanya. Sampai kapan ia harus menekan hatinya? jauh dilubuk terdalam dirinya dihantui rasa takut kehilangan.

"Gimana kalo Arga udah capek sama gue?" Penggalan kalimat itu terngiang-ngiang acap kali Arga berada didekatnya. Ia melakukan ini agar Rhesa tak bertindak macam-macam namun sering juga ia berpikir egois untuk memiliki Arga sebab faktanya perasaan keduanya pun berbalas.

Siluet Arga tenggelam seiring jauh motornya melaju. Amai segera masuk dimana ia ingin segera membanting tubuh ke kasur sebagai akhir dari hari ini. Kusen pintu berderit pelan menyambut kepulangan Amai. Seisi rumah rasanya normal-normal saja.

"Assalamualaikum. Ma, Amai pulang!" Serunya sambil menaruh tas pada Sofa.

"Waalaikumsalam. Arga nggak suruh mampir? Mama masak banyak padahal."

Amai mencium tangan sang Ibunda matanya langsung terjurus pada meja makan. Benar saja segala macam makanan dari pembuka hingga penutup tersaji lengkap dengan rapihnya. Hal itu sukses membuat Amai agak kebingungan.

"Siapa yang mau dateng? Papa belom pulang kan, atau nanti mau bawa temen bisnisnya?"

"Nanti juga kamu tahu naik dulu habis itu mandi ya."

Ia naik tanpa pertanyaan. Tak ada hal janggal didalam kamarnya lelah fisik dan juga mental Amai cepat-cepat menyatukan punggungnya di permukaan kasur. Dirinya menggeliat berguling kesana kemari sebab sensasi dingin dari kasur itu sendiri. Tapi setelahnya ia kembali overthinking.

"Amai, mikir dong! Argh!"

Ia mengerang frustasi. 5 hari dan 17 jam jika ia tak bisa menang di kompetisi nasional itu makan Tuan Besar Wisnu Indra Sinata alias Ayahnya sendiri akan membubarkan dance crew yang sudah ia telateni bak anak sendiri. Apa jalan tengahnya? tanggungjawab penuh menimpa punggungnya dan membesar disetiap denting jam.

Juran(G) & (D)amai | Jungwon | ENHYPENWhere stories live. Discover now