1 || Who R U?

4.5K 245 9
                                    

Angin berhembus begitu kencang sore ini, daun-daun berterbangan kesana-kemari. Burung-burung berkicau hendak kembali ke sangkar mereka, matahari mulai terbenam dan langit mulai menggelap setelahnya.

Kaki jenjangnya melangkah keluar dari gedung tempat ia bekerja, menuju ke halte bus terdekat dengan melindungi diri dari tetesan gerimis yang mulai turun. Ia terbiasa pergi ke kantor tanpa mobil, bahkan begitu juga pulangnya. Walau ayahnya sudah menawarkan diri untuk menjemputnya, ia menolak karena tak ingin membuat ayahnya kerepotan. Lagi pula, tak ada salahnya naik angkutan umum kan?

Rambut coklatnya berterbangan seiring angin yang berhembus, kedua tangannya ia selipkan ke dalam saku celananya. Andai saja ia membawa jaket, atau semacamnya. Ia tak akan merasa kedinginan seperti ini.

Tak lama kemudian, busnya tiba. Dan ia segera masuk ke dalam bus tersebut, menempelkan kartunya dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi bus tersebut. Lalu, ponselnya berdering, ia segera mengangkat panggilan itu.

"Ne, Annyeonghaseyo appa...aku sudah di jalan, appa baik-baik saja kan? Bagaimana hari ini, apakah semuanya berjalan dengan lancar?" Seperti biasa, Ia selalu bertanya seperti itu setiap kali ayahnya menghubunginya, saat jam pulang kerja. Itu menunjukkan, ia benar-benar sangat perhatian dan sayang dengan appanya.

"Permisi, maaf nona. Apa benar ini dengan Nona Lee Jihoon?" Senyuman di wajahnya tiba-tiba luntur, digantikan dengan gurat kebingungan. Siapa yang memegang ponsel appanya? Apa appanya baik-baik saja?

"N-ne, tapi dimana appa? Kau siapa? Kenapa ponsel ayah bisa ada denganmu?" Ujar Jihoon penuh kekhawatiran, ia mencoba mengontrol suaranya agar tidak menggangu orang lain, karena tidak sopan menelpon dengan suara keras di tempat umum.

"Sebelumnya, saya mohon anda tenang dulu, ne? Saya minta maaf, tapi saya ingin memberitahu jika orangtua anda mengalami kecelakaan, dan kini tengah berada di rumah sakit SVT. Mohon agar segera kesini, nona Lee" Tubuhnya mendadak lemas, tangan kirinya menutup mulutnya tak percaya. Matanya mulai berkaca-kaca dan mulai terisak.

"N-ne, a-aku akan segera kesana. Terima kasih..." Sahutnya dengan suara bergetar hebat karena menahan isakannya, ia mematikan sambungan telepon itu.

Dan untungnya rute bus itu melewati rumah sakit yang disebutkan tadi, Jihoon segera menekan tombol untuk berhenti. Setelah busnya berhenti, ia segera turun dan masuk ke dalam rumah sakit itu dengan rasa khawatir, sedih dan ketakutan yang luar biasa karena appanya.

"Permisi, dimana Lee Junghwan berada?! S-saya Lee Jihoon" Ujarnya pada resepsionis disana, ia tak bisa lagi menahan air matanya karena terlalu khawatir.

"Ah, Nona Lee. Mari saya antarkan..." Ujar perawat disana, Jihoon membuntuti perawat itu sampai di ruangan dimana appanya berada.

Disana, appanya terbaring tak sadarkan diri dengan infusan, dan alat pernapasan. Kepalanya, tangan kanannya dan kakinya yang berbalut perban. Kondisi appanya bahkan lebih buruk dari yang bisa Jihoon bayangkan, tangisannya pecah seketika. Ia berlari ke arah appanya, lalu memeluk appanya yang tak sadarkan diri tersebut.

"Appa!! Hiks...appa, mianhae...appa ada apa denganmu, appa ku mohon bangunlah...hiks..." Tangisannya sembari mengguncang pelan tubuh appanya.

Hampir sejam Jihoon tak henti menangis melihat kondisi appanya, bahkan ia sangat enggan melepaskan genggamannya pada tangan appanya. Air matanya terus keluar dengan bebasnya, seakan tak ada habisnya.

Namun, ketukan pintu harus membuatnya mengakhiri sesi menangisnya sebentar. Ia mengusap air matanya, lalu menyuruh pengetuknya masuk. Seorang dokter dan satu orang perawat yang ingin mengecek kondisi appanya.

Jihoon berdiri dan membungkukkan tubuhnya dengan sopan, "Annyeonghaseyo..." Sapanya lirih.

"Ne, annyeonghaseyo nona Lee. Biarkan aku memeriksa kondisi appa mu sebentar" Jihoon mengangguk, lalu memberikan space agar dokter itu bisa memeriksa keadaan appanya.

"Kau tidak perlu khawatir, appamu akan baik-baik saja. Tuan Lee akan segera sadar tak lama lagi, jangan menangis lagi ne..." Ujar dokter bername tag, Moon Junhui. Setidaknya, Jihoon bisa merasa sedikit lega mendengar kondisi appanya baik-baik saja, tapi tetap saja ia masih sangat khawatir.

"Kecelakaannya menyebabkan kepalanya terbentur, lalu tangan kanan patah dan kakinya terluka. Ini bisa disembuhkan, jangan khawatir ne?" Ujar dokter itu menghibur Jihoon. Setelah selesai memeriksa, ia berbalik menatap Jihoon yang berada di belakangnya.

"Soal Administrasi--"

"Ah, ne. Mianhae aku hampir lupa, berapa ak--"

"Tidak perlu, calon suami mu sudah melunasinya. Dia benar-benar pria yang pas untukmu..." Jihoon menyernyitkan keningnya, calon suami?

Tunggu, sejak kapan ia memiliki calon suami? Kekasih saja rasanya Jihoon malas mencari, apalagi ini calon suami? Lagian, mana ada yang mau dengan wanita gila kerja sepertinya. Pikirnya.

"Ah, Mianhae uisa-nim. Tapi, aku tidak punya calon suami, ataupun kekasih dan semacamnya. Mungkin salah--"

"Tidak, dia benar-benar mengatakan itu. Bahkan dia menyebutkan nama appamu dan dirimu juga, kau yakin tidak punya calon suami?" Ujar Dokter Moon begitu, Jihoon lagi-lagi kebingungan. Siapa orang kurang kerjaan yang baik hati seperti itu?

"Kalau begitu aku pergi dulu, permisi..." Jihoon mengangguk, lalu dokter serta perawat tadi keluar dari ruangan itu.

Jihoon mendudukkan dirinya kembali di kursi, menatap appanya yang tak kunjung membuka matanya. Ia benar-benar penasaran dengan pria yang mengaku sebagai calon suaminya dan dengan baik hatinya(?) membayar administrasi perawatan appanya.

Jihoon menghela nafasnya, lalu mengelus permukaan tangan appanya lembut. Ia juga membenarkan selimut appanya, lalu mengecup tangan appanya.

"Appa, apa kau sangat mengantuk hingga tak mau membuka matamu sebentar? Jihoonie khawatir..." Ujarnya lirih dengan memandang wajah appanya begitu khawatir dan sedih.

Jihoon masih menunggu hingga appanya sadar, namun appanya masih enggan membuka matanya. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan di luar sedang hujan deras. Jihoon meletakkan kepalanya di sebelah tangan appanya, matanya mulai berat karena lelah bekerja dan menangis tadi.

Lama-kelamaan, ia mulai terpejam dan tertidur dengan lelap. Tanpa ia sadari, ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan appanya. Pria itu sengaja berjalan dengan perlahan agar tidak menggangu Jihoon dan appanya.

Ditangan pria itu, terdapat sebucket bunga yang ada secarik surat disela-selanya dan parsel buah yang cukup lengkap. Ia meletakkan semua itu di atas meja di depan sofa, lalu berjalan mendekati Lee Junghwan dan anaknya yang tengah tertidur pulas.

Pria itu tersenyum, lalu membungkukkan tubuhnya, membisikkan sesuatu ke telinga Lee Junghwan. Setelah itu, ia melirik ke arah seorang wanita yang sudah tertidur pulas disebelah appanya, tangannya lancang mengelus surai coklat milik wanita itu.

"Cantik..." Ucapnya dengan suara pelan, setelah itu ia segera pergi dari ruangan itu.

Sedangkan Jihoon, ia merasakan sesuatu mengelus kepalanya. Ia membuka matanya yang sangat mengantuk, dengan samar ia melihat seorang pria dengan berpakaian jas, rambut blonde dengan tubuh tinggi tegapnya. Punggung itu, ya Jihoon melihatnya dengan samar. Setelah itu, ia kembali menutup matanya karena benar-benar mengantuk.












Next?
Sorry for typo:')
© L I A J E O N N I E

GRENZE || Soonhoon GS✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang