34 || Chance

892 96 7
                                    

Soonyoung berlari menyusuri lorong rumah sakit, jantungnya berdetak begitu cepat, pikirannya kacau kemana-mana. Hingga kakinya berhenti berlari di depan pintu ruangan, dari kaca pintu ruangan itu, ia bisa melihat ada ayah mertuanya, dokter dan beberapa perawat yang mengelilingi Jihoon.

Soonyoung membuka pintu itu dengan kasar, ia ingin mendekat ke arah Jihoon yang tengah coba untuk diselamatkan oleh para dokter. Namun, tubuhnya ditahan oleh sang ayah.

"A-appa, lepaskan aku...ku mohon...Jihoon, dia membutuhkan ku..." Pria paruh baya itu terdiam dengan airmatanya yang bercucuran.

"Soonyoung, tenanglah...dokter pasti bisa menyelamatkan Jihoon" Ujar Appanya.

Namun Soonyoung masih bersikeras. Disana, seorang dokter dan beberapa perawat tengah berusaha untuk menyelamatkan hidup istrinya. Beberapa kali, dokter itu mencoba mengembangkan detak jantung Jihoon dengan alat kejut jantung. Namun, angka pada monitor itu terus menurun.

"Appa lepas--"

Keduanya nampak terdiam seketika mendengar suara pada patient monitor milik Jihoon. Tanda garis horizontal pada monitor itu terlihat begitu jelas di mata Soonyoung.

"Maafkan kami, tapi Kwon Jihoon tidak bisa kami selamatkan..." Ujar dokter tersebut sembari menundukkan kepalanya. Seketika, tubuh Soonyoung melemas.

Deg

"Tidak...tidak mungkin" Soonyoung menggelengkan kepalanya, ia tersenyum tak percaya. Ia berjalan mendekat ke arah Jihoon yang kini sudah benar-benar menutup matanya.

Pria itu meraih tangan istrinya, menggenggamnya dan menatap wajah pucatnya dengan airmata yang menetes perlahan membasahi pipinya. Sulit dipercaya, mimpi buruknya kini bahkan menjadi kenyataan. Sebegitu kejamnya kah, Tuhan merenggut segala kebahagiaan di hidupnya?

Dosa apa yang ia lakukan di masa lalu, hingga Tuhan melalukan ini padanya. Ia kehilangan segalanya, termasuk orang yang ia cintai. Seseorang yang benar-benar berharga, dan berarti baginya. Kini, Tuhan juga mengambilnya.

"Jihoon-ah...kumohon, jangan pergi...aku membutuhkan mu, ku mohon..." Pria itu menggenggam erat tangan Jihoon yang terasa dingin.

Pria itu mengecup punggung tangan Jihoon, sesekali membisikkan kata maaf pada wanita yang terbaring dihadapannya. Tubuhnya benar-benar lemas, entah kemana tenaganya pergi. Soonyoung jatuh berlutut disisi kasur dimana Jihoon terbaring, ia menangis sejadi-jadinya.

Hatinya begitu sakit, dirinya terasa begitu hancur, ketika otaknya memutar memori-memori bahagia bersama Jihoon-nya. Tawanya yang sangat ia rindu, pelukan eratnya disetiap ia akan tidur dimalam hari, kecupan manis yang akan selalu ia beri saat Soonyoung akan pergi dan pulang dari kantor, dan senyumannya yang tak akan pernah ia lihat lagi setelah ini.

"Maaf, karena aku belum bisa membahagiakan mu...maaf, aku tak bisa menjadi seorang pria yang baik untukmu...maaf, telah membuat hidupmu menderita Jihoonie... kumohon, jangan tinggalkan aku disini..."

Soonyoung menghapus air matanya kasar, lalu menatap wajah Jihoon sembari tersenyum, "Kau mencintai ku kan? Kumohon jangan pergi...Jihoon, kau mendengar ku kan? Jihoon-ah!"

Ayah Jihoon perlahan mendekat ke arah Soonyoung, menenangkan pria itu dan memberi pengertian padanya. Tapi, sesayang apapun kita kepada seseorang pasti ada perasaan untuk belum siap ditinggalkan, belum siap menerima keadaan dimana seseorang yang kita cintai dan kita sayangi untuk pergi, itulah yang tengah Soonyoung rasakan kini, ia masih tidak percaya dengan semua kejadian ini.

"Soonyoung-ah--"

"Aku ingin disini, bisakah kalian keluar?" Ujarnya lirih.

Sesuai permintaan Soonyoung, ayahnya itu mengajak dokter dan para perawat untuk keluar. Dan kini, hanya ada Soonyoung, Jihoon dan keheningan di dalam ruangan itu.

GRENZE || Soonhoon GS✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang