6. Brother

1.6K 204 33
                                    

Italic = flasback

.

.

.

Udara dingin berhembus menyelimuti kota London. Jalanan kota diselimuti salju putih, membuatnya seperti roti panggang dengan taburan gula halus. Dibeberapa tempat, banyak mobil terparkir disisi jalan karena menghindari kecelakaan yang diakibatkan oleh jalanan licin.

Walaupn begitu, orang-orang yang mengenakan mantel hangat keluar rumah untuk menikmati jalanan kota yang dihiasi oleh lampu-lampu bewarna merah. Ucapan selamat natal terpapang hampir disetiap jalan. Baik itu tertempel di kios-kios, atau balon lampu yang menghiasi jalan.

Saat ini adalah tanggal dua puluh empat Desember. Esok hari merupakan hari perayaan natal bagi sebagian orang yang merayakan. Karenanya, orang-orang lebih memilih memutari kota berjalan kaki melihat pemandangan dibandingkan dengan bergelung dalam selimut tebal.

Walaupun begitu, sebagian lebih memilih berda di dalam rumah dengan penghangat ruangan yang menyala disetiap sudut ruangan. Menatap pohon natal berukuran sedang yang dihias dengan permen dan ornament khas lainnya.

Salah satunya adalah keluarga ekonomi ke atas yang menempati perumahan mewah di kota London. Rumah bewarna putih gading itu menjulang mewah tiga lantai, di bagian depannya tertutup oleh pagar yang tingginya melebihi tubuh orang dewasa sehingga apa yang ada di dalamnya tidak akan terlihat dari luar.

"Lucas kemari! hadiahmu sudah tiba." Suara seorang wanita terdengar dari ruang keluarga yang sudah terhias indah.

Lucas kecil yang kala itu berada di dalam kamarnya segera bangkit ketika mendengar teriakan dari lantai bawah. "Aku datang!"

Suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar dari atas. Wanita yang tadi memanggil namanya tersenyum kecil. Tidak hanya dia sendiri di ruangan itu, melainkan ada dua orang lain yang kini bercanda di atas sofa putih di tengah ruangan. Setelah dia mengatur perungku api agar tetap menyala, dia segera mendekati keduanya.

"Mana hadiahku?" Suara Lucas yang sudah terlihat dari ujung anak tangga terdengar penuh semangat.

"Ambil disana." Suara berat dari laki-laki yang duduk di atas sofa terdengar seraya menunjuk pada sebuah hadiah besar di bawah pohon natal.

Lucas mendekat pada kado yang besarnya setengah tubuhnya. Kado berbentuk kotak dengan bungkus kado bewarna merah menyala itu menarik perhatiannya. Setelah dia berada tepat di depan kado miliknya, Lucas kecil segera membukanya dengan tidak sabar.

Ini adalah malam natal terbaik yang pernah dia miliki selama hidupnya. Sejak bayi dia memang tidak pernah merayakan hari natal, tidak ada yang mengajaknya. Biasanya kedua orang tuanya tidak akan memiliki waktu untuk kembali ke rumah pada saat natal atau tahun baru. Mereka berdua terlalu sibuk bekerja dibandingkan dengan menemaninya di rumah.

Tatapan Lucas jatuh pada tiga orang yang duduk di atas sofa, saling bercanda tanpa mempedulikan keberadaannya yang duduk sendirian di bawah pohon natal. Tatapannya kosong, senyuman yang sempat terbit dibibirnya menghilang. Ditatapnya seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang duduk diapit keduanya dengan benci.

Berbeda dengan Lucas yang menghabiskan waktu di London tanpa orang tua disisinya, nasib adiknya lebih beruntung dibandingkan dirinya. Jika sejak bayi Lucas sudah diasuh oleh pengasuh, maka adiknya diasuh oleh kedua orang tuanya. Kemanapun mereka pergi, adiknya akan selalu ikut bersamanya.

Lucas tidak mengerti mengapa dia mendapat perlakukan berbeda. Padahal antara dia dan adiknya sama-sama putra kandung dari orang tuanya. Namun dalam pikiran kecilnya, mungkin mereka takut pada Lucas yang saat ini memiliki kelainan pada warna matanya. Jika ketiga keluarganya memiliki warna mata hitam, maka Lucas berbeda.

Heterochromia.

Kelain pada matanya yang sudah dia alami sejak bayi. Warna mata sebelah kanan bewarna merah darah, sedangkan sisi yang lainnya bewarna merah gelap cenderung hitam.

"Kau suka hadiahmu?" ayah Lucas menatap putranya dalam diam. Menatap Lucas yang kini menatapnya dengan warna mata berbeda.

Lucas yang melihat atensi ayahnya jatuh padanya, segera menyunggingkan senyum polos. Bibirnya melengkung hingga gigi susunya terlihat, matanya menyipit menyisakan sedikit garis sebagai tanda dia sangat bahagia.

"Aku sangat menyukainya, terimakasih ayah."

"Bagus kalau kau suka." lalu tatapannya kembali pada putra keduanya yang kini tertawa karena candaan dengan istrinya.

Sesaat, dalam ruangan hanya didominasi oleh suara anak laki-laki berusia tiga tahun. Kehangatan yang menguar juga berasal darinya dan dua orang dewasa yang duduk bersisian. Lucas kecil yang kini menatap mainan pesawat kontrol ditangannya segera menghilangkan senyumnya bertepatan saat laki-laki itu mengalihkan pandangannya.

Benci.

Benci.

Benci.

"Aku akan kembali ke kamar. Selamat natal mama, selamat natal ayah." Lucas berdiri dari duduknya lalu menatap keduanya seraya tersenyum lebar. Tangan kecilnya memeluk mainan hadiah natal miliknya erat.

"Selamat natal,"

Lucas berbalik pergi masih mendengar suara tawa itu dari balik tubuhnya.

***

"Kau sudah disini?" Athanasia menatap Lucas yang berdiri di depan kulkas apartemennya.

"Hm," Lucas bergumam ketika tatapannya jatuh pada deretan botol jus yang sebagian isinya sudah habis. Dia meraih botol bergambar buah jambu, lalu meneguknya tanpa memindahkannya pada gelas.

Athanasia yang melihatnya mendengus. Kebiasaan laki-laki ini memang tidak berubah. Laki-laki ini sengaja tidak mengisi dapur miliknya, akibatnya setiap dia lapar, atau saat waktu makan, Lucas akan mampir ke unitya untuk makan bersama. Pernah suatu ketika Athanasia mengisi kulkas milik Lucas dengan barang belanjaan, namun laki-laki itu justru mengembalikannya dan mengisi kulkasnya hingga penuh.

Akibatnya, laki-laki itu akan tetap menumpang makan ditempatnya.

"Ayo pergi," Athanasia membenahi jam tangan Rolex miliknya yang sedikit miring, lalu menatap Lucas yang kini berjalan santai ke arahnya.

"Ayo," Lucas meraih kunci mobil di atas meja mini bar milik Athanasia.

Athanasia menaikkan keningnya, menatap Lucas dengan heran. "Kau tidak memakai lensa kontak?"

Athanasia menatap mata Lucas yang menunjukkan warna berbeda. Sehari-hari, ketika laki-laki ini keluar atau bekerja, dia akan menggunakan lensa kontak untuk menutupi kelainan pada warna matanya. Keadaannya yang seperti itu akan menarik perhatian orang banyak untuk menatapnya, dan Lucas tidak suka menjadi objek penasaran orang lain.

"Aku pakai kacamata," Lucas meraih kacamata dari saku kemejanya.

Athanasia mengatupkan kedua tangannya seraya tersenyum menatap Lucas yang menggunakan kacamata. Lucas mengenakan kemeja kotak-kotak bewarna hitam merah, kancingnya dibiarkan terbuka sepenuhnya, memperlihatkan kaos hitam polos setinggi leher.

"Tampan sekali," Athanasia tidak dapat menutupi kekagumannya pada Lucas. Laki-laki ini terlihat dewasa dengan kacamata yang membingkai wajahnya. Kacamata yang dipakai Lucas bukan kacamata biasa, Lucas sengaja memesannya agar mampu menyembunyikan warna matanya yang berbeda. Sehingga ketika orang melihatnya, hanya akan ada warna mata merah seperti Lucas yang biasa.

"Tentu, calon menantu mama Diana." Lucas tersenyum miring.

Athanasia hanya memutar bola matanya bosan, lalu berjalan ke arah pintu dengan Lucas yang mengikutinya dari belakang.

.

.

.

TBC

Obsession [Suddenly, I Became A Princess]Where stories live. Discover now