4. Friends

1.9K 231 22
                                    

"Pagi dokter Alger."

"Selamat pagi dokter Alger."

"Selamat pagi, selamat bekerja dokter Alger."

Athanasia tersenyum melewati lobi rumah sakit. Selama perjalanan, ebberapa kali orang-orang menyapa baik dari bagian medis atau para keluarga pasien yang memang mengenalnya karena pernah ditangani olehnya.

Rambutnya yang panjang bergelombang disanggul ke atas dengan tusuk rambut bewarna hitam berbandul bunga mawar merah. Bibirnya yang merah muda hanya dipoles dengan lipbalm tipis karena lipstik chanel yang biasa dia gunakan tidak sengaja jatuh dan terinjak.

Walhasil, dia membuangnya walaupun keadaan dalamnya baik-baik saja.

Siapa yang mau memakan barang bekas injakan kaki?

Hanya orang pinggiran yang melakukannya.

Kakinya melangkah pada lorong rumah sakit yang sudah dia hapal diluar kepala. Tangan kanannya yang menteng tas putih keluaran Hilde Palladino terkulai disisi, sedangkan tangannya yang lain membawa jas putih dokter yang baru keluar dari laundry.

"Pagi-pagi sudah memanjakan mata setiap orang ya, ibu dokter Alger ini."

Sebuah suara terdengar dari samping. Athanasia menolehkan kepala pada seorang laki-laki bersurai hitam yang tersenyum manis padanya. Berbeda dengan Athanasia, dia tidak membawa tas apapun. Jas dokternya sudah terpakai dengan apik ditubuhnya.

"Dice, selamat pagi." Athanasia menyapa seraya tersenyum. Kakinya masih melangkah ke arah ruangannya.

"Pagi, dokter Alger. Senang dapat kembali kerja denganmu." Ucapnya menyentuh kepala Athanasia pelan.

Athanasia dan Dice memang berada dalam bangsal yang sama. Mereka merumakan ahli dalam spesialis jantung, walaupun terkadang jika mereka tidak ada kesibukan yang menguras tenaga, keduanya akan menjadi voluntir di bangsal UGD.

Ruangan keduanya yang berdekatan memang membuat mereka dekat. Dice empat tahun lebih tua dibandingkan Athanasia, sehingga mereka memperlakukan Athanasia layaknya adiknya sendiri.

Sebenarnya, Dice adalah pewaris dari Arlanta International Hospital yang terletak di Jerman dengan anak cabang diberbagai belahan dunia. Latar belakang keluarga yang memang berada dalam lingkungan medis, membuat masa depan Dice tidak dapat diragukan lagi. Terlebih dia memiliki rumah sakit keluarganya sendiri.

Hanya saja, dua tahun lalu dia memutuskan untuk bekerja di rumah sakit saingannya sendiri. Bukan apa-apa. Dia hanya kabur dari orang tuanya yang terus menerus menjodohkannya dengan putri rekan kerja ayahnya.

Hari ini masih pagi. Sekitar pukul enam pagi waktu Seoul. Rumah sakit masih lenggang karena jam dokter dimulai pukul delapan pagi. Dokter-dokter yang terlihat disepanjang lorong sebagian besar adalah dokter jaga malam.

"Ini laporan kesehatan nyonya Pompadu dan tuan Karzava, dokter Alger." Athanasia duduk di kursinya seraya meraih beberapa kertas rekam jejak kesehatan salah satu pasiennya.

Setiap hari sebelum melakukam pemeriksaan secara langsung pada pasiennya, Athanasia memang selalu melakukan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh suster rumah sakit yang berjaga malam. Sehingga, pada saat dia melakukan pemeriksaan lagi, akan terlihat apakah ada perbedaan atau tidak.

Setelah melihatnya dengan teliti, Athanasia menganggukkan kepalanya puas. Keadaan Nyonya Pompadu sudah membaik dibandingkan dua minggu yang lalu. Sepertinya dua hari lagi beliau bisa keluar dari rumah sakit dan bersantai di rumah.

Berbeda dengan nyonya Pompadu, keadaan tuan Karzava masih belum stabil. Satu minggu lalu, Athanasia melakukan operasi cangkok jantung yang menghabiskan waktu dua puluh tiga jam non stop bersama salah satu rekannya. Operasinya berjalan lancar, hanya saja tuan Karzava masih belum siuman.

Obsession [Suddenly, I Became A Princess]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt