side story | maldives

3.1K 252 10
                                    

Plan tidak ingat jam berapa ia akhirnya tertidur semalam. Ia bahkan tak mampu mengingat bagaimana akhirnya Mean bersedia untuk mengakhiri permainan mereka karena pria berusia 31 tahun itu benar-benar menggila semalam. Plan cukup merasa lelah dengan perjalanan dari Bangkok, dan Mean benar-benar tak memberinya ampun. Ya, Plan memaklumi, semenjak mereka bertemu untuk pertama kali setelah terpisah 13 tahun, mereka tak banyak melakukan hal itu. Pertama, tentu saja karena mereka sudah punya Aleysia dan Plan terlalu takut melakukan-nya dirumah. Kali ini, hanya mereka berdua dan Mean tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Plan kelaparan. Ia terbangun dengan badan remuk dan perut keroncongan, sedangkan Mean, sang pelaku utama malah sibuk bergumul dengan mimpi indah-nya di atas ranjang mereka berdua. Plan berdiri didepan counter dapur, memikirkan untuk membuat roti lapis karena mereka benar-benar tak memiliki apapun. Plan tidak paham cara memesan room service dan ini masih pukul enam pagi, kelihatan-nya sarapan dimulai pukul tujuh atau delapan. Ugh, Plan terlalu lapar untuk menunggu dua jam. Memijit tengkuk belakang pelan, Plan memikirkan bagaimana kabar Aleysia, apakah putri-nya baik-baik saja bersama kakek dan nenek di Bangkok? Selisih dua jam, di Bangkok pasti masih pukul 4 dini hari, Plan akan menghubungi Aleysia siang nanti, pikirnya.

Plan berjengit, terlonjak kaget sampai dada-nya begitu berdegup. Mean memeluknya dari belakang secara tiba-tiba. Astaga, Plan bahkan tak mendengar langkah kaki pria itu dan sudah sejak kapan Mean terjaga?

Plan dapat merasakan bahwa Mean belum memakai pakaian, dan dugaan-nya benar. Plan berbalik, Mean hanya mengenakan boxer super pendek tanpa baju. Plan akui meskipun Mean sudah menginjak kepala tiga namun tubuh dan stamina pria itu tak bisa dipandang sepele. Mean begitu menggebu-gebu di ranjang dan Plan sangat malu sekarang.

"P—pakai bajumu." Titah-nya. Yang tentu saja tak di dengarkan oleh Mean.

Mean menarik senyum, "Ohoo, lihat siapa yang bicara ini?" Balasnya, "Kamu cuman pakai atasan piyama-ku, tidak memakai celana, and looking all sexy with this cream on your lips..."

"Expecting another round, huh?"

Wajah Plan sudah seperti kepiting rebus. Lagipula, Plan pakai celana! Meskipun hanya celana dalam model boxer pendek juga. Dan, Plan terlalu lapar untuk mencari dimana Mean melempar celana-nya semalam, atau mencari piyama baru dan berakhir dengan hanya memakai atasan piyama milik Mean asal-asalan. Plan tidak bermaksud menggoda atau apapun karna—demi Tuhan! Plan lapar, ia hanya ingin makan!

Mean terkekeh, semakin mendekat dan meremas kencang bongkahan bokong padat milik Plan sampai si pemilik mengaduh sakit.

"Mean!" Sentak Plan kemudian.

Oh, Mean tidak perduli. Sama sekali tidak mengindahkan dorongan-dorongan kecil Plan atau penolakan-penolakan yang Plan lakukan. Malah, Mean semakin memojokkan si mungil dan mengukung-nya dengan tubuh besar-nya itu.

Plan melenguh, "Aku sangat lapar...sungguh."

Mean sedang mencumbui ceruk leher Plan ketika pria kecil itu mengatakan bahwa ia sangat lapar. Mean bergumam, mencari bibir ranum Plan untuk dicumbu habis-habisan. Plan keberatan meski ia tak benar-benar menolak cumbuan bibir Mean di bibirnya. Tangan Mean yang bebas menelusup masuk dibalik piyama yang Plan kenakan, mengusap perut rata Plan dan bekas jahitan yang entah bagaimana Nampak begitu cantik disana.

Plan terpejam, sensasi menggilitik itu datang lagi.

"Oke, stop." Ungkap Plan, mendorong dengan sedikit kuat tubuh Mean sampai Mean sedikit terdorong kebelakang.

"Aku lapar sekali..." Adu Plan sekali lagi, berharap bahwa Mean akan membiarkan-nya lolos kali ini.

Mean menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Pria itu nampak begitu bergairah, sorot sayup milik Mean yang menatap-nya dalam seolah memohon itu membuat Plan melunak. Plan yakin sekali bahwa milik Mean begitu siap dibawah. Ah, Plan bahkan dapat merasakan benda padat dan keras di balik boxer yang Mean kenakan, seolah menggodanya.

Rencana bulan madu memang ide yang bagus. Melepas penat melihat pemandangan laut yang begitu indah. Namun, tidak jika suami-mu adalah seorang Mean Phiravich, pikir Plan. Pria kecil itu terkekeh kecil sebelum meraup belahan bibir Mean dengan panas, mengalungkan tangan-nya pada leher milik Mean, mencium Mean dalam. Melumat, juga mencecap.

Plan melepas pagutan bibir mereka, dengan nafas tersenggal, "Aku akan berbelanja sampai uang-mu habis setelah ini." Bisik Plan seduktif.

Mean menyeringai, "Let's move to bed first,"

____________________________________________

HOME | end'Where stories live. Discover now