𝐃𝐮𝐜𝐡𝐞𝐬𝐬 𝐄𝐥𝐢𝐬𝐞

1K 154 4
                                    

Mawar menutup pintu ruangan kantor Gina perlahan. Ia menyandarkan punggungnya pada kayu pintu yang kokoh. Ia sudah kembali keluar dari ruangan dan kini berada di lorong lantai dua. Gadis itu mengembuskan napas panjang.

Ia sedang menimang segala pilihannya.

Tidak ada yang mencurigakan.

Tiba-tiba sebuah teriakan nyaring membuyarkan pikirannya. Mawar berjalan menuju jendela besar di ujung lorong. Ia dapat dengan jelas melihat lapangan latihan sayap timur. Seorang pria berdiri di lapangan membelakangi Mawar. Di depan pria itu adalah seorang bocah yang bertekuk lutut di tanah. Bocah itu memegangi lengannya dengan ekspresi kesakitan.

Dari posisinya, bocah itu dapat melihat Mawar. Ketika mereka beradu tatapan, Mawar langsung mengenali sang bocah.

Paul Maraina.

Manik hijaunya menatap lurus terhadap Mawar. Lagi-lagi, Mawar mengenali tatapan itu. Sebuah tatapan keputusasaan yang penuh amarah. Tatapan yang sangat sering Mawar lihat memantul dari cerminnya sendiri.

Pria itu berkata sesuatu. Mawar tidak dapat mendengar dari lantai dua. Namun melihat Paul tidak memerhatikan, pria itu menampar Paul dengan keras. Suara pukulannya bahkan membuat Mawar tersentak.

Bocah itu terkulai ke atas tanah. Bibirnya pecah, menyebabkan setitik bercak darah menodai sudut bibirnya. Ketika dia kembali menegakkan tubuhnya, matanya kembali menatap Mawar sekilas sebelum akhirnya memusatkan perhatian pada pria itu.

Jangan ikut campur, adalah kata yang tersirat dari tatapan Paul.

Tanpa sadar Mawar mengepalkan kedua tangannya. Ia harus mengingatkan dirinya untuk bernapas.

Pria itu menarik lengan Paul yang terluka dengan kasar agar bocah itu berdiri. Paul meringis kesakitan kembali. Kemudian pria itu menyodorkan pedang kayu ke tangan bocah itu dan menepuk berkali-kali pipi Paul yang sudah memerah. Mawar tidak bisa mendengar perkataan pria itu, tetapi ia dapat melihat Paul mengeraskan rahangnya. Terakhir, pria itu mendorong Paul lalu mengambil posisi bersiap pula. Mawar menyaksikan Paul sparring dengan pria itu.

Dada Mawar terasa sesak. Sekujur tubuhnya terasa panas, seakan api dalam mimpinya menjadi kenyataan.

Itu bukanlah sparring ataupun latihan yang layak. Yang ada hanyalah seorang pria dewasa mengambil kesempatan untuk membuat seorang bocah menjadi babak belur.

Mawar mengedarkan pandangannya pada sekitar lapangan. Ia dapat melihat Gina duduk manis di bangku di bawah pohon ek. Beberapa staf pelayan sedang melakukan tugas atau melewati sekitar area itu. Petugas taman sebelah lapangan, beberapa pelayan perempuan dan lelaki, serta beberapa prajurit yang juga kian berlatih di lapangan yang sama. Semuanya memasang tatapan pura-pura tidak melihat. Mereka semua memasang tatapan pasif.

Sama seperti di kediaman Fullmeir....

Dahulu, Mawar berusaha mengertikan perbuatan mereka. Bila mereka ikut campur, mata pencaharian mereka akan terganggu dan hidup mereka akan jauh lebih sulit. Apalagi karena mereka semua dalah rakyat biasa sedangkan Rendre adalah seorang marquis.

Untuk apa mereka membantu Mawar? Untuk apa mereka menyusahkan diri untuk Mawar? Gadis itu dapat merelakan perbuatan mereka.

Kendati demikian, melihat kejadian yang sama terjadi pada anak lain, entah mengapa membuat darah Mawar mendidih. Mawar setidaknya berusia lima belas tahun ketika mendapat perlakuan keji dari Rendre. Namun Paul? Bocah itu hanya delapan tahun!

"Kau baru ya?" tanya seorang perempuan dari belakang. Dari pantulan jendela terlihat secara samar bahwa perempuan itu adalah seorang pelayan. "Aku tahu yang kau rasakan. Aku pun juga merasa iba. Tapi kuperingatkan," lanjut perempuan itu, "Jangan macam-macam dengan Viscount Don."

BalaWhere stories live. Discover now