𝐒𝐢 𝐁𝐮𝐫𝐮𝐤 𝐑𝐮𝐩𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐭𝐚𝐧

2.7K 209 18
                                    

Cerita ini dipindahkan ke dreame, sudah dikunci :)

Jendela di kereta kuda yang membawa Mawar terasa sangat dingin

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Jendela di kereta kuda yang membawa Mawar terasa sangat dingin. Kendati demikian, hal itu tidak menghentikan Mawar dari menyandarkan kepalanya. Ia menyambut rasa dingin yang menusuk itu. Kedua matanya tertutup ketika sebuah kenangan berkelibat dalam benaknya.

 Kedua matanya tertutup ketika sebuah kenangan berkelibat dalam benaknya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Sekarang kau bisa hidup dalam diam seperti tikus mati di Maraina."

Mawar mengangkat wajahnya melihat seorang gadis cantik jelita. Rambut dan manik matanya berwarna madu. Ia adalah kakak tiri Mawar dan Calon Ratu Kerajaan Ellyseria.

"Kudengar hidup di Maraina bagaikan penjara yang dingin," kakak tirinya yang bernama Anisa Fullmeir berkata dengan pedas. "Kalau begitu itu adalah tempat yang cocok untukmu."

Anisa menarik dagu Mawar dengan kasar. "Jangan macam-macam."

Dengan tangan bebasnya, Anisa menjambak rambut Mawar yang berwarna hitam. Meski jambakannya kencang, Mawar tidak meringis sedikitpun. Ekspresi Mawar tetap datar, seperti sudah terbiasa.

"Hmm?"

Anisa menunggu jawaban Mawar. Mata cokelatnya menatap lurus mata Mawar yang bewarna merah.

Ketika Mawar tidak menjawab, Anisa menjadi kesal dan menampar adik tirinya itu. Lagi-lagi Mawar tidak mengeluarkan suara apapun meski tubuhnya tersungkur ke lantai.

"Kau tidak menjawab pun aku dapat melihat bahwa dirimu sudah rusak. Kematian pria itu pasti masih membuatmu terpukul, huh?"

Mendengar Anisa membicarakan pria itu sempat menyulut amarah dalam hati Mawar. Tatapannya berubah menjadi tajam seketika. Manik mata merahnya membuat tatapannya berkali-kali lebih mencekam.

Anisa secara tak sadar merinding melihat itu. Tetapi Sang Calon Ratu memiliki harga diri yang tinggi. Dengan cepat ia menutupi ketidaknyamanan yang ia rasakan dengan perkataan pedas berikutnya.

"Rasakan. Pria itu mati karena dirimu, adikku tersayang." Bibir Anisa tersenyum sinis meski bulu kuduknya masih berdiri.

"Jadi, lebih baik sekarang kau jalani kehidupan yang bisu di penjara dingin itu. Aku yakin sebentar lagi kau dapat menyusul pria itu."

BalaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora