MAKAN BAYI

66 9 0
                                    

Beruk mengamuk di dalam toilet. Menghancurkan bak mandi, kakus, dan dinding. Tinja menyembur keluar. Beruk bermandikan tinja. Sekian lama ia hidup, baru kali itu menangis. Menangis deras. Pengkhianatan terbesar adalah dikhianati diri sendiri. Dikhianati kepercayaan.

Semingguan lebih ia susah payah mencerna manusia, hasilnya nihil. Ia tidak kembali menjadi manusia. Tidak ada yang berubah. Ia tidak merasa dirinya berubah jadi manusia.

Beruk melolong dengan beragam suara binatang yang pernah ia makan. Beruk menangis berjam-jam. Memukul-mukul kepalanya sendiri. Menghantamkannya ke pecahan kakus. Tenggelam di genangan tinja.

Setengah hari kemudian ia kelaparan. Tentu ia tidak bisa berkeliaran dengan keadaan bau tinja begitu. Ia naik ke toren terminal dan mencemplungkan diri di situ. Ia mencuri lagi jemuran orang terminal. Kini ia mesti mencari tempat baru. Toilet terbengkalai itu sudah kelampau banjir tinja. Untunglah, itu bisa menutup genangan darah si pedagang asongan.

Beruk mesti belum ada rencana apa-apa karena kelewat kalut dan panik atas apa yang terjadi, mesti mencari tempat yang lebih tersembunyi. Sampai tengah malam ia belum ketemu yang tepat. Beruk berjalan terkatung-katung. Dadanya sesak oleh pengkhianatan. Suara dalam kepalanya tak pernah datang. Selama ini ia memang selalu sendiri. Namun kali ini, kesepiannya terasa membunuhnya perlahan.

Di saat seperti ini mungkin orang-orang akan memilih bunuh diri saja biar mudah. Beruk memang tak ada tujuan. Badai dalam kepalanya berkecamuk. Ia menginginkan dirinya yang terdahulu. Ketika makan binatang dan secara mudah ia mewarisi karakteristik binatang itu. Ia ingin menghilangkan gagasan yang kadung tertanam dalam jiwanya kalau rupa fisiknya ikut berubah juga menjadi binatang. Ia tidak menginginkan itu. Ia ingin tetap menjadi Beruk, tapi bisa memiliki karakteristik binatang yang dimakan.

"Aku mesti menjadi manusia lagi. Apa pun caranya."

Beruk sudah makan orang. Apa lagi yang mesti dilakukannya? Makan lebih banyak orang? Ia yakin itu tak menjawab masalah.

Beruk kelaparan, ia memburu kucing liar. Ia cari tempat di balik semak dan mulai memakan kucing itu. Sialnya, baru sekali kunyah, ia terpaksa memuntahkan lagi. Kali ini ia juga muntah darah. "Apa yang terjadi?" Perutnya sakit. Beruk coba memakan lagi, lalu muntah lagi. Aneh. Akhirnya ia batal memakan kucing.

Beruk tak bisa tidur. Ia habiskan sisa malam itu dengan keluyuran tak jelas. Dengan perut lapar ia terseok-seok tanpa arah. Melewati keramaian makhluk-makhluk malam. Ia ketemu pelacur-pelacur yang menasehatinya. Beruk mengencingi mereka, kemudian dilempari sandal sebagai balasannya.

Sampai subuh, Beruk melewati sebuah rumah sakit kecil. Di situ ia mendengar suara tangisan bayi. Sebuah gagasan menghantamnya keras. Cara yang ia tempuh kemarin salah. Ia tak semestinya makan orang dalam wujud dewasa. Karena orang dewasa penuh dosa. Ia perlu sesuatu yang murni. Bayi manusia.

Tak mungkin ia menyelinap masuk ke rumah sakit. Itu berbahaya. Maka ia kembali ke terminal. Ia ingat ada pengamen ibu-ibu yang membawa bayi. Ia tahu, bayi itu hanya sebagai pengundang iba. Oke, itu sasarannya.

Kali ini Beruk mesti lebih berhati-hati dan lihai. Bayi itu tak pernah lepas dari gendongan ibunya. Ia mengamati, setiap menjelang tengah hari dan mendekati ashar, ibu itu beristirahat di halte dan bayi digeletakkan. Oke, Beruk mesti punya kaki yang kuat untuk membawanya lari cepat.

Beruk menandai rute kaburnya dahulu. Jalur yang tak banyak dilalui manusia. Oke, cek.

Perutnya berbunyi nyaring. Beruk kelaparan. Ia ingin menjadi manusia. Makan bayi, adalah cara yang sempurna.

Ia menilai waktu menjelang ashar adalah yang tepat. Sudah lumayan sepi. Beruk beredar dekat-dekat situ. Ketika celah kesempatannya datang, ia segera mengambilnya. Si ibu menaruh ukulele dan bayinya di sampingnya. Lalu membeli minuman. Beruk sengaja membuat lantai tempat duduk si pedagang minuman kotor sehingga orangnya duduk agak jauh dari biasanya. Biasanya orang itu duduk persis di samping si ibu. Beruk mengambil bayi itu lalu dimasukkan ke dalam kaos. Bayi itu otomatis menangis. Seiring dengan itu Beruk berlari sekencang mungkin.

Si ibu yang baru menenggak sekali, langsung meneriaki. "Penculik!"

Otomatis orang-orang terminal sigap mengejar Beruk. Orang-orang agak kesulitan melewati jalur yang dilalui Beruk, tapi akhirnya bisa menyusul juga, meski masih terbentang jarak. Orang-orang berteriak juga untuk mengundang orang lebih banyak untuk mengejar dan mencegat Beruk.

Beruk panik. Si bayi masih menjerit-jerit di balik kaosnya. Sesekali ia menoleh ke belakang dan melihat dirinya dikejar sepasukan orang. Semakin banyak karena setiap beberapa meter sekali, orang-orang baru ikut bergabung.

Beruk melihat parit kering. Ia melompat dan berlari menyusurinya. Orang-orang yang tersulut murka ikut melompat. Beruk menyadari tak ada kesempatan baginya untuk mencari tempat persembunyian. Suatu titik nanti ia akan kelelahan. Maka ia mengeluarkan bayi itu dari balik kaosnya dan mulai menggigitnya.

Kegelapan kemudian yang menyambutnya.

Kegelapan yang diawali dengan hantaman keras.

SANTAP - Sebuah Cerita Tentang MakanWhere stories live. Discover now