JANGKRIK!

144 17 6
                                    

Krik krik krik krik.

Beruk kini tinggal di panti asuhan itu.

Krik krik krik krik.

Umurnya baru menginjak tujuh ketika Ki Kadrun meninggal. Si pemilik panti asuhan, sebut namanya Pak Yu, menemukan Beruk dan langsung ketawa melihat mukanya. Dalam hatinya, hihi mukanya mirip beruk, atau siamang. Karena itu saja dia mau menampung Beruk. Pak Yu kenal dengan Ki Kadrun. Beliau adalah orang yang pernah menolongnya dulu ketika penisnya bengkak. Cukup diusap-usap dan dibacakan mantra penisnya kembali normal. Lebih kuat dan keras daripada sebelumnya. Alat kebanggaan diri.

Krik krik krik krik. Pak Yu gemar memelihara jangkrik. Bikin peternakan malah. Buat dipasok ke toko-toko burung seantero provinsi. Hasil dari jualan itu dijadikan penggerak harian panti asuhan dan sekolah yang didirikannya bersama rekan-rekan sekota. Pak Yu punya bawahan, si pengasuh, namanya Pak Sit. Gedung panti itu dua lantai. Lantai pertama untuk tempat tinggal anak laki-laki serta kantor. Lantai kedua untuk tempat tinggal Pak Yu, Pak Sit dan kamar anak-anak perempuan. Anak-anak panti umurnya beragam, paling kecil ada umur tiga tahun dan paling tua dua puluh. Yang perempuan kebanyakan seumuran remaja.

Krik krik krik.

Beruk masih belum bisa bicara. Dia masih banyak bengong dan memperhatikan anak-anak panti lain dengan ekspresi kosong. Sementara anak-anak panti mengamati Beruk sambil tertawa sembunyi-sembunyi.

"Kayak lutung yak mukanya."

"Gak bisa ngomong ya dia?"

"Bisu katanya."

"Ah pura-pura dia. Biar keliatan misterius. Padahal mah anak sirkus. Sirkus keliling. Itu lho yang biasanya dirantai terus dia naik motoran kayu."

"Lu kira topeng monyet."

"Iyak, tapi gak perlu pake topeng juga sih."

Begitulah anak-anak panti, baik yang laki dan perempuan, membicarakan Beruk secara diam-diam.

Krik krik krik krik.

Malam turun dan itu suara yang paling nyaring. Anak-anak panti kalau sepulang sekolah langsung dipekerjakan untuk beternak jangkrik. Hari pertama Beruk, ia langsung dimasukkan ke sekolah panti tersebut. Ia tidak bisa mengikuti segalanya. Beruk pipis di celana. Beruk berak di lorong. Padahal waktu masih bersama Ki Kadrun, ia sudah bisa ke kamar mandi sendiri. Hal itu membuat Pak Sit naik pitam.

Beruk pakai longsoran baju bekas milik anak panti yang meninggal jatuh dari lantai atas. Baju kemarin, digunakan Pak Sit untuk melap pantat Beruk. Lalu bajunya dibakar, di depan mata Beruk. Entah apa maksudnya. Bukannya dibersihkan pakai air, Pak Sit mengurapi pantat Beruk pakai pasir. Dikira dia anak kucing yang berak sembarangan. "Heh, kau manusia bukan?"

Krik krik krik. Beruk diam. Ia lebih mendengarkan suara jangkrik.

Krik krik krik. Hari makin hari, Beruk terus berhadapan dengan Pak Sit yang selalu naik pitam. Kata-kata kotor memberondong dari mulutnya. Diucapkan dengan keras tepat di telinga Beruk. Mungkin dengan begitu Beruk akan pulih pendengarannya.

Krik krik krik. Malam tiap malam, Beruk tidak memejamkan mata. Ia hikmat mendengarkan suara jangkrik. Satu dua bulan berlalu, Beruk tak punya teman. Ia menjauh kalau didekati. Ia diam tak bereaksi dikata-katai segala macam primata. Bahkan salah satu anak niat mencetak gambar beruk dan siamang hanya untuk dijajarkan dengan muka Beruk. Yang kurang ajar begitu datang dari anak laki-laki panti.

Anak perempuan panti, terutama yang menginjak dewasa, baik kepada Beruk. Bahkan yang paling tua, namanya Atun, tiap sore memandikan Beruk. Atun sudah kerja, dan dia diangkat sebagai ibu asuh bagi anak-anak perempuan panti. Atun sering membubarkan anak panti laki-laki kalau mereka sedang mencandai Beruk. Atun mengajari Beruk bahasa isyarat. Itu dipelajarinya dari video daring. "Beruk pintar. Beruk jangan dengar kata orang. Dengar kata hati sendiri. Ya Beruk." Atun ikut memanggil Beruk begitu karena dipaksa oleh Pak Yu dan Pak Sit.

"Gak ada akta lahir. Gak tahu namanya siapa. Mukanya mirip Beruk. Panggil dia Beruk. Lagipula Ki Kadrun menggenggam kertas tulisannya Beruk. Itu berarti namanya, kan? Gak usah panggil dia Agung." Kata Pak Sit keras.

Atun menurut, dia takut karena Pak Sit memiliki kartu as tentang dirinya. Ancamannya selalu, "kalau gak nurut, saya sebar ini." Pak Sit menunjukkan foto bugil Atun.

Beruk masih tak merasakan apa-apa. Ia tidak senang juga tidak sedih. Ia tidak apa pun. Ia hanya satu hal. Ia tenang dan nyaman kalau mendengarkan suara jangkrik. Ada perasaan nyaman yang menggelitik perutnya. Entah apa itu.

Beruk masih belum makan dengan layak. Makanan matang yang disodorkan Atun kepadanya, selalu dimuntahkan. Seolah ia alergi terhadap masakan. Beruk pernah mendapati empedu ayam, ia berliur melihat bentuknya, tanpa sepengetahuan Atun, Beruk mengambil dan melahapnya. Lidahnya tidak merasakan apa-apa. Hanya tekstur yang kenyal-kenyal alot. Menyenangkan.

Suatu waktu ada anak panti yang tak sengaja menjatuhkan sekotak jangkrik, tepat di depan Beruk yang lagi jongkok menghitung rumput dan batu halaman. Beruk membelalak girang. Ia memungut sekepal kawanan jangkrik. Krik krik krik. Bunyi mereka kencang. Sekepalan jangkrik itu ia bawa kabur. Beruk lari keluar pagar panti. Anak yang menjatuhkan kotak itu berteriak memanggil Beruk supaya berhenti. Atun mengetahui ribut-ribut itu dan mengejar Beruk.

Beruk larinya terpincang-pincang. Bawaan dari bekas gebukan di sekujur badan. Tapi gerakannya cukup cepat untuk ukuran anak cacat. Atun sampai pinjam sepeda ke Leman tukang reparasi motor. Sama Leman, Atun malah dipinjami motor. Atun berhasil menyusul Beruk. Bocah itu bersembunyi di sela tembok pemisah kampung dengan komplek mewah.

Atun menemukan Beruk sedang melahap sesuatu dari kepalan tangannya. "Beruk, kamu makan jangkrik?"

Krik krik krik krik. Beruk membelalak. Untuk pertama kalinya, Atun dan Beruk sendiri, mendengar suara keluar dari mulut Beruk. Krik krik krik.

Atun geli melihat jangkrik. Dia tahu bukan Pak Yu saja yang gemar dengan jangkrik. Pak Sit juga. Mengingat Pak Sit, hanya satu rasa yang muncul, jijik. Ada alasan kenapa anak panti yang laki-laki tidak ada yang remaja dewasa.

Krik krik. Beruk cegukan.

Atun mengelap mulut Beruk. "Beruk, makanlah nasi, bukan jangkrik."

Beruk memberi isyarat, jangkrik, enak! Jempol mengacung. Atun mengernyit keras.

Atun membawa pulang Beruk ke panti lagi. Atun dimarahi oleh Pak Sit dan diancam-ancam lagi pakai foto bugil. Aneh banget tuh orang, sialan. Atun membatin. Beruk dipukul pantatnya pakai pengering kasur. Atun menggerung mencegah Pak Sit, tapi diancam lagi pakai koleksi video bugil.

Beruk mengerang dengan suara jangkrik. Pak Sit makin naik pitam. Dikiranya Beruk sedang mengejek peternakan jangkrik. Atun membungkam mulut Beruk. Demi menghentikan pukulan Pak Sit, Atun membuka behanya. "Ini kan yang bapak mau?"

Pak Sit langsung membuka kamera dan memfotonya. Sudah puas, Atun dipersilakan keluar. Atun mengajari Beruk mandi yang benar.

Malam hari, Beruk dan jangkrik saling berbincang.

Krik krik krik.

Tengah malam Beruk menyelinap ke peternakan jangkrik. Memungut segenggam lalu melahapnya. Krik krik krik.

Krik krik krik.

Semakin banyak yang ia makan. Semakin kencang krik krik krik.

SANTAP - Sebuah Cerita Tentang MakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang