Asna melirik ke arah ponsel dan benar saja hampir bola matanya yang mendelik itu lepas keluar. Dugaannya tak pernah salah, "hmm.. aku mau keluar aja. Disini PANAS!" Ujarnya menyibak selimut dan melenggang pergi dari ranjang. Gus Adnan mengacak rambutnya, dan menampar sendiri pipinya. Ia tak mengerti kenapa bukan menjelaskan, ia malah diam membiarkan Asna keluar dengan giliran yang kalut.

Mbak Ashila: Gus Adnan lagi apa?

Gus Adnan: maaf, saya sedang bersama istri saya. Mohon tanya kalo di madrasah saja ya.

-------

Diki menyelengkat kaki Haris yang sejak lima belas menit yang lalu mengacau pandangannya. Tepat di depan iris matanya, pria klimis itu mondar-mandir seperti setrikaan membuat Diki gerah. Haris yang tak terima langsung naik pitam dan mengepalkan tangan, ia dengan sarkas menawarkan Bogeman ke sahabat karibnya itu dengan senang hati.

"Lu mau ini? Udah bosen hidup yah lu?" Teriaknya.

Diki mundur dan menurunkan kepalan itu pelan, "weitss,, sabar kali. Emosian banget si cepet tua loh. Eh udah tua Ding." Ujarnya lagi memancing emosi.

"Wah, wah,, gue Gibeng miring lu."

"Lagi lu ngapa si kek orang mau beranak mondar-mandir kagak jelas. Sepet ni mata tauk gak Malih." Tukasnya

Haris duduk disamping Diki, mereka memang suka duduk diarea perbatasan asrama santri putra dan putri. Apalagi kalau bukan cuci mata. Melihat bidadari surga berseliweran dengan anggun. Haris menepuk bahu Diki yang menatap santri putri tanpa berkedip.

"Istighfar lu Bambang. Tuh mata copot awas."

"Ealah sirik banget si hidup lu ngurusin orang mulu. Lu aja sama Mecca masak gue kagak boleh?" Tanyanya melas membuat Haris menoyor kepalanya.

"Oh iya lu kan jomlo karatan yah. Kasian emen si."

"Lah malah ngelunjak. Lu digantung aja bangga. Mecca juga gak buta- buta amat kali gamau sama lu." Ejeknya sembari mengalihkan pandangan ke sekitar menatap beberapa santri yang murojaah dipojok masjid. Ada juga yang sedang hapalan di depan temannya. Ada juga yang seperti mereka cuma duduk nongkrong godain santri putri, nggak ada akhlak memang.

"Enak aja. Mecca senyum kok kalo sama gue."

"Wah, berarti dukun lu manjur. Pakai dukun apa lu. Bagi Chanel lah kita?" Ujar Diki melirik Haris sembari melempar senyum smirk.

"Anjay tauk gak lu. Lama-lama bibir lu lemes kek lambe turah." Haris menarik bukunya yang dipegang Diki dan beranjak pergi.

"Mau kemana lu?"

"Bodo!" Tukasnya

"Yah cowo kok ngambek si. Gue pakein rok juga ni." Ejeknya kembali bikin panas hati. Diki memang doyan sekali menggoda temannya sampai panas hati. Ia berdiri didepan Haris dan melebarkan tangannya.

Haris berhenti melangkah tatapannya kosong ke depan membuat Diki bergidik ngeri. Ia takut saja kalau Haris kelewat baper dengan kata-katanya lalu tak segan menghabisinya. Diki belum nikah dan mapan, ia takut juga melihat penampakan badan Haris yang berotot kekar. Yah, ia meneguk salivanya.

"Yah monmaap dah. Lu jangan natap gue kek gitu juga.ngeri dedek bang!"

Haris memeggang kepala Diki dan memutarnya ke arah belakang, tatapan mereka berdua bertemu di sudut asrama putri. Ada seorang santri putri berlari menangis diantara lampu yang remang, bukan ternyata itu Asna. Dengan piyama panjang dan pashmina panjang, Asna menyusuri koridor tanpa tau arah. Dadanya sakit dan begitu sesak. Seakan udara tidak bisa memaksa masuk melalui rongga manapun.

"Sohib kita kenapa noh. Gara-gara Agus si pakboy lagi mesti!" Ujar Diki geram.

"Mending bener kata gue dulu. Asna Ama Agus kang sayur komplek gua aja. Jadi istri ketiga gapapa dah daripada disakitin muluk." Sahut Haris tak berdosa.

"Enak aja. Asna lu empanin om-om." Diki melotot tak terima.

"Yeh habis Agus gak bersyukur banget dapet Asna. Udah cantik, Baek lagi."

" Gue yang remahan rengginang jadi insinyur dengernya." Tukas Diki balik.

"Insinyur biji mata lu soak. Insecure Malih."

"Oh udah ganti yah."

Haris melambaikan tangan dibalik pagar asrama, Asna melempar pandangan ke arah luar pagar mendapati dua pria menatapnya dari kejauhan. Pria yang tidak pernah menyakitinya selain ayahnya. Dua bocah yang selalu ada buat dia, Asna bersyukur satu hal untuk itu. Ia melangkah ke arah mereka.

"Diki... Haris gua mau nangis." Teriak Asna dari balik pagar. "Hua..."

Diki dan Haris panik bukan main Asna benar-benar menangis sesenggukan didepan mereka. Untung saja, tengah malam seperti ini semua santri sudah masuk kamar. Hanya ada beberapa yang diluar.

"Mbak ashila sama Gus Adnan..."

---------

Hallo assalamualaikum semua..

Kali ini aku gak latepost banget kan yah? Semoga kalian suka dan setia baca. Makasih atas 100k readersnya aku sayang kalian. Oh iya tunggu nextnya yah.

Regards

Rafzyanrm

Bekasi, 15 Agustus 2020

Jodoh Dalam DoaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant