26

7.2K 978 124
                                    

"Semakin besar usahaku untuk melupakannya, semakin terasa pula rasa sakit di dalam luka ini."

***

Sudah sepuluh menit setelah Michelle meninggalkan ruangan itu, sudah selama itu Rifqi berada dalam keheningan. Pikirannya sudah dipenuhi oleh belasan pertanyaan yang muncul namun kali ini Rifqi memilih untuk memendamnya saja, membiarkan pikirannya dalam situasi penuh tanya. Dalam kediamannya, Rifqi setia mengamati gerak-gerik Anggara yang ada dihadapannya.

Sejujurnya dia sedikit takut dengan lelaki itu. Entah apa yang akan dilakukan olehnya sehingga dia meminta Michelle untuk meninggalkan ruangannya. Rifqi sangat berharap dia tidak memerlukan perobatan dalam bentuk suntikan. Lelaki itu lebih siap untuk diberi obat oral. Sepahit apapun itu, Rifqi akan jauh lebih siap.

"Gue gak perlu disuntik kan?" Rifqi memberanikan diri untuk bertanya.

"Kenapa emangnya? cowok brandalan kampus kok takut sama jarum suntik," nada bicara Anggara terdengar seperti meremehkan di telinga Rifqi. Namun lelaki itu tak bisa membalas apa-apa kali ini. Ketakutannya sangat mendominasi di dalam dirinya.

"Si Michelle nakutin lo pake jarum suntik?" Anggara kembali bersuara, berusaha untuk memecahkan kecanggungan di antara keduanya. Setelah melihat kondisi kaki Rifqi, Anggara segera mencatat diagnosisnya, dia juga meresepkan obat untuk Rifqi.

Rifqi tidak merespon. Dia malas menanggapi kaka tingkatnya yang sudah lulus itu. Lagi-lagi perkataan lelaki itu seperti merendahkannya. Rifqi sedikit heran dengan sikapnya saat ini, dia dikenal sebagai kaka kelas yang baik namun saat ini lelaki itu malah menunjukkan sifat sebaliknya.

Sejujurnya Rifqi tidak begitu mengenal Anggara. Hanya saja dahulu sempat ada rumor di Presavy University bahwa lelaki itu dekat dengan Michelle. Selebihnya Rifqi tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Rifqi juga tidak tahu apakah mereka sempat menjalin hubungan yang serius atau tidak.

"Tenang Rif gue gak pernah naksir sama Michelle kaya yang orang-orang bilang, gue juga udah punya istri," Anggara memperlihatkan cincin pernikahannya yang melingkar sempurna di jari manis.

"Gimana? Nikah enak gak?" Rifqi membuka suaranya.

"Enak lah, ngejalanin hubungannya udah halal gak perlu mikirin dosa. Gue nyesel gak nikah dari dulu malah," Anggara menjawab.

"Lo sih nikahnya sama perempuan yang lo suka, kalau nikahnya sama perempuan yang gak lo suka lain ceritanya," gumam Rifqi sambil tersenyum kecut.

"Iya gue tahu," Anggara tersenyum. Dia berhasil membuat lelaki itu membuka kartunya sendiri. Meskipun dia sudah mengetahuinya, Anggara ingin Rifqi yang mengatakannya duluan.

"Lo tahu?" Rifqi sedikit terkejut dengan pernyataan Anggara barusan.

"Iya, lo sempet jadian sama Michelle terus kepaksa harus putus karena lo dijodohin kan?" tebak Anggara

"Ohh rumor itu sih semua orang udah tahu," Rifqi menghembuskan nafas beratnya.

"Gue tahu itu dari Michellenya sendiri," Anggara memperjelas. Pernyataan Anggara kali ini berhasil membuat Rifqi terkejut dua kali lipat dari sebelumnya.

Seketika ritme detak jantung Rifqi mempercepat. Perasaannya benar-benar campur aduk saat ini. Dia tidak menyangka Michelle akan menceritakan hubungan yang sudah kandas itu kepadanya. Rifqi juga tidak tahu alasan Michelle 

"Lo cemen banget Rif. Giliran hal yang sepele lo berontak, giliran peraturan sekolah lo gak mau ngikutin. Tapi lo pasrah-pasrah aja pas dijodohin, lo gak berontak?" Anggara menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lo emang kakak tingkat gue, tapi lo gak berhak ikut campur masalah hidup gue," Rifqi menatap Anggara dengan tatapan yang sangat tajam. Seperti tatapan yang selalu dia tunjukkan kepada seseorang yang dia benci.

"Gue masih terima lo ikut campur masalah gue sama Rifan, tapi gak yang ini Ga," lanjut Rifqi. Dia tidak suka apabila ada seseorang yang tidak begitu dekat dengannya mencoba untuk membahas masalah hidupnya. Memberikannya nasihat-nasihat seolah-olah dia tahu segalanya.

Dahulu Anggara memang pernah turun tangan sebagai kakak kelas untuk melerai Rifan dan Rifqi yang sedang bertengkar di halaman belakang kampus. Anggara ingin keduanya akur, namun sayangnya Rifqi berspekulasi lain. Dia merasa Anggara memihak Rifan. Rifqi merasa Anggara tidak menunjukkan sikap netralnya.

"Dia dari dulu masih sayang sama lo Rif dan gue gak mau lihat dia terluka karena rasa cintanya lo abaikan begitu aja," Anggara meninggikan nadanya satu oktaf.

"Itu alasan gue ikut campur sama urusan lo lagi," Anggara memperjelas.

Saking jelasnya pernyataan Anggara, Rifqi kembali dibuat bisu. Kali ini Rifqi benar-benar tidak bisa melawan. Meskipun Rifqi sudah lama berspekulasi bahwa Michelle masih mencintainya, tetap saja fakta itu mengejutkannya apabila hal itu dikatakan oleh orang lain. 

Entah kenapa perasaan Rifqi benar-benar campur aduk saat ini. Seharusnya Rifqi merasa senang bukan? Misinya telah tercapai. Kini dia sudah mendapatkan bukti bahwa Michelle masih memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Namun nyatanya dia malah merasa gelisah entah kenapa. Rifqi merasa buntu, dia tidak tahu jalan mana yang harus dia ambil. Haruskah dia tetap memperjuangkan Michelle dan memberontak kepada ayahnya atau menikahi Rika secara pasrah dan terpaksa?

"Lagi-lagi gue gak mihak siapa-siapa tapi ini demi kebaikan kedua pihak Rif. Selama ini lo udah berusaha untuk lupain dia kan? Tapi apa hasilnya?" Anggara kembali bersuara.

"Sampai kapanpun lo gak akan bisa lupain Michelle. Karena apa? Dia ada di hati lo Rif, gue tahu itu. Lo juga gak akan pernah bisa ngehapus nama dia di hati lo, kenapa? Karena lo masih mau sama dia, lo nyaman dengan kehadiran dia," Sosok dengan gelar dokter itu tak berhenti bicara.

"Kalau gue jadi lo Rif, gue bahkan bakal berani taruhin nyawa gue dari pada gue nikahin perempuan yang sama sekali gak gue sayang, rasanya bakal lebih menyakitkan," Anggara sangat mengharapkan Rifqi untuk memilih Michelle. Anggara yakin Tuhan menciptakan keduanya untuk dipersatukan. Mereka sudah berusaha untuk melupakan satu sama lain selama bertahun-tahun tetapi apa yang terjadi saat ini? Tuhan mempersatukan mereka kembali. Namun sayangnya Rifqi, laki-laki yang dikenal sebagai mahasiswa pemberontak itu tak berani untuk melawan hambatannya.

Rifqi benar-benar dibuat bungkam oleh Anggara. Pernyataan Anggara memang ada benarnya namun entah kenapa pikirannya semakin terasa berat. Bukannya mendapatkan sebuah solusi lelaki itu malah semakin labil dengan pilihannya. Sudah waktunya bagi Rifqi untuk memutuskan jalan hidup mana yang akan dia ambil. Waktu akan terus berputar dan pelaminan akan segera menyambut kehadirannya.

"Itu semua balik lagi sama pilihan lo Rif," Anggara kembali bersuara, dia tidak mau terlihat memaksa Rifqi untuk memilih Michelle. Anggara tidak berhak mengatur kehidupan Rifqi sejauh itu. Pada akhirnya pilihan pun tetap ada di tangan Rifqi. Keputusan akhir tetap berada di tangan lelaki itu.

"Tapi yang jelas, gue harap kalau pilihan lo bukan Michelle, lo bakalan bener-bener ninggalin perempuan itu. Gue gak tega liat dia kesakitan sama luka yang selalu lo perbuat."


***

Vote dan Comment buat next part!

Instagram :

Putrizhr

Chachaii_

Hai semuanya, gimana nih sama part yg ini? Semoga masih pada tetep suka yaa sama ceritanya. Tetep terus ikutin cerita aku yah karena kedepannya bakal banyak kejutan buat kalian semua. Kita naikin sedikit yaa karena aku ada kesibukan pribadi juga maaf banget, 2k readers 400 vote aku langsung up yaa..

Ohiya buat kalian yang cerita di wattpadnya mau difeedback sama aku, capture bagian favorit dari cerita CLBK, masukkan ke Snapgram dan jangan lupa tag akuu @putrizhr dan @chachaii_. tiga orang pertama yaa!

See u!!

CERITA LAMA BELUM KELAR - CLBK (IPA & IPS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang