5 | Gubrak!

53.4K 8.4K 317
                                    

Sejak Papa memilih menikah lagi, saat itulah aku mengambil keputusan besar. Hidup sendiri dan harus siap melakukan segala hal seorang diri. Awalnya, Papa juga tidak setuju aku tetap tinggal di rumah lama sementara Papa ingin pindah memulai cerita baru. Namun, tekadku sudah bulat bahkan saat Mama dan Papa resmi bercerai. Secara halus dan penuh sabar, ku tolak ajakan Papa.

Dan beginilah aku sekarang. Terbiasa bangun pagi dan menyiram beberapa pohon yang baru ku tanam setahun lalu. Ini ku lakukan sekedar menghilangkan rasa bosan.

"Mas! Tunggu!"

Aku memutar leherku dan tetap membiarkan air mengalir disepanjang pagar tembok. Mas Ranu berjalan cepat menuju garasi diikuti Lili yang berlari. Aku menggeleng samar lalu kembali memperhatikan pohon mangga setinggi empat meter dihadapanku. Tumbuh subur, ya, nak!

"Mas aku mau nebeng!"

"Aku buru-buru Li'," sahut Mas Ranu.

Aku dengar jelas pembicaraan mereka namun pura-pura tak peduli.

"Kita kan searah Mas."

"Mending kamu naik ojek aja."

"Mas kenapa sih jahat banget sama aku!"

Pelan-pelan aku melangkah menjauh dari mereka. Padahal pohon dan bunga dekat pintu pagar sudah ku siram tadi, duh!

"Kamu tunggu di luar."

"Yeah!"

Tanpa sadar aku menghela napas lega. Perang mereka berakhir. Cepat-cepat aku menghampiri keran dan memutarnya.

"Kak! Aku berangkat, ya!" pamit Lili tersenyum cerah sambil melambaikan tangan. Jelas sekali dia bahagia berangkat bersama Mas Ranu.

Aku balas tersenyum dan melambaikan tangan. Disaat itulah mobil Mas Ranu berhenti di sampingku. "Hari ini aku lembur di kantor. Jadi, nggak tidur di sini."

Kasih taunya harus sekarang banget, ya? Kan, bisa lewat chat pas malam. Tapi, aku tak acuh. Aku mengangguk dan mempersilakan mobilnya keluar.

"Perasaan tadi ada orang berantem."

Aku terlompat kaget. Memutar tubuhku cepat kemudian mengelus dada melihat Diksi berdiri disana. Dia menguap lebar sambil menyugar rambut lurusnya. Kalau dilihat-lihat, bagusan rambut dia daripada aku.

"Telat lo," kataku menarik selang dan menaruhnya disekitar keran air.

"Yah, padahal seru tuh liat orang berantem pagi-pagi. Bikin melek."

Bener, sih. Tadi sewaktu Lili dan Mas Ranu bertengkar-sepertinya. Semua inderaku langsung bekerja secara sinkron. Aku terkekeh geli.

"Kalau lo mau, rumah depan situ tuh," aku menunjuk rumah bercat putih tepat di depan rumahku, "Mereka sering berantem kalau Minggu pagi."

"Berantemnya gimana?"

"Tereak-tereak sambil lempar piring," jawabku yang entah kenapa menelan suara. Padahal didengar tetangga sebelah juga tidak.

"Wih, seru tuh!"

"Minggu depan bangunnya jangan telat, kita dengar bareng-bareng," candaku mendapat gelak tawa dari Diksi. Aku sadar, ternyata selera humor kami sama.

***

Jarum jam hampir menunjukkan pukul satu siang. Aku berhenti menggulir timeline Instagram lalu meraih sling bag di atas tempat tidur. Sembari turun dari tangga, kedua tanganku sibuk menguncir tinggi rambutku karena hari ini panasnya luar biasa. Sesampainya di ruang tamu, aku segera berbalik ketika mendengar suara pintu yang ditutup. Di sana ada Mas Ranu yang baru saja keluar dari kamarnya. Masih lengkap dengan setelan kantornya. Aku mengernyit, orang kantoran mana yang pulang jam segini?

"Kampus?" tanya Mas Ranu lalu mengunci kamarnya.

"Iya, Mas Ranu udah pulang?"

"Ada yang ketinggalan," jawabnya menghampiriku dan berdiri tepat dihadapanku.

Aku ber-oh ria sambil manggut-manggut.

"Dijemput?"

Aku menggeleng.

"Biar aku anter kalau gitu," tawar Mas Ranu membuat mataku melebar sempurna.

"Nggak usah Mas, kita kan nggak searah," tolakku secara halus. Entah kenapa aku ingin saja menolak, padahal enak naik mobil, bisa santai dan yang paling penting tidak kepanasan. Kalau saja Mas Ranu tidak sejutek ini, tanpa pikir panjang aku bisa langsung menerima tawarannya.

"Siapa yang mau ke kantor? Kebetulan klien aku mau ketemu di restauran deket kampusmu."

Gubrak lagi! Ini kedua kalinya Mas Ranu membuatku geer. Aku menghela napas kasar begitu Mas Ranu keluar lebih dulu. Untung saja tingkat kesabaranku cukup tinggi, kalau tidak sudah ku jambak rambutnya sampai rontok.

Setelah perjalanan senyap, sepi, bisu, ku lalui bersama Mas Ranu. Akhirnya sampai juga! Cepat-cepat aku melepas seatbelt dan keluar dari mobil. Baru saja aku ingin mengucap terima kasih, mobil Mas Ranu sudah tancap gas duluan. Ya Allah, tolong naikkan satu level kesabaranku.. Menghadapi Mas Ranu butuh hati yang kuat.

"Sugar daddy nya kok pergi gitu aja?" bisik seseorang ditelinga kiriku.

Tanganku terangkat dan segera mengelus telingaku. Tanpa berbalik pun, aku tahu mulut siapa yang berani berbisik seperti itu padaku.

"Kenapa?" Aku melipat kedua tangan di depan dada, "Mau lo embat juga?"

"Uangnya banyak nggak?" tanya Gilang dengan gaya sok centilnya.

"Bukan sugar daddy namanya kalau uangnya nggak banyak."

"Serius deh, Sab, yang tadi itu siapa? Gebetan lo?"

Sedikit tips dariku. Jika ingin mengakhiri percakapan dengan orang kepo macam Gilang. Jawab saja begini.

Aku mengendikkan bahu dan berjalan pelan bersama Gilang, "Anggap aja gitu."

"Bagus, lah. Biar lo nggak keliatan jones banget pas ke nikahannya Feby."

Langkahku langsung terhenti, aku lupa teman sekelas ku akan menikah sebentar lagi. "Eh, kapan? Gue lupa!"

"Udah jomlo, pikun lagi. Minggu depan bego," jawab Gilang mencebik.

Aku menepuk jidatku, "Astaga, gue nebeng ama lo, ya?"

"Ih! Punya gebetan dimanfaatin dong. Dinda udah booking duluan."

"Parah lu, milih Dinda daripada gue! Biasanya, kan, lo berantem sama Dinda."

"Lo berani bayar gue berapa?"

Aku menghela napas, menyerah. Mungkin sudah seharusnya aku kondangan sendiri, seperti biasa.

"Jadi, yang tadi bukan gebetan lo?"

"Bukan, itu cowok kantoran yang tinggal di rumah gue."

"Terus yang anak teknik itu lo kemanain?"

"Diksi? Emang dia kenapa?"

"Bukannya lo deket sama dia?"

"Nggak, lah!"

Perasaan aku tidak sedekat itu dengan Diksi. Tapi, kalau dibandingkan penghuni rumahku yang lain. Diksi memang yang paling dekat. Dan bukan berarti aku dan Diksi punya hubungan spesial.

Kami cuma teman. Tidak lebih, tidak kurang.

🍞 🍞 🍞

Akhirnya comeback guys! 😂
Walaupun nggak panjang2 banget. Yg penting up wkwkwk

Next-nya besok, deh.

Terima Kos Putra Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang