31 | Pusaka Kecantikan

11.5K 1.7K 79
                                    

1361

Bulan demi bulan berlalu sejak kelahiran Dhipta dan kini keluargaku hendak berkunjung. Sudah lama rasanya aku tak bertatap muka dengan mereka. Yang kulakukan hanya mengirim utusan untuk berkirim surat dengan ayahanda, ibunda, Yunda Rindi, Arangga, serta kedua adik kembarku. Maka dari itu, hari ini aku sangat antusias untuk menyambut mereka. Aku telah meminta juru masak kerajaan untuk menghidangkan makanan terbaik. Karena mereka akan menginap di sini, maka aku menyiapkan kamar-kamar terbaik sebagai tempat peristirahatan keluargaku.

Kini, aku tengah berjalan kembali ke ruangan setelah mengantar Dhipta bermain dengan Kusumawardhani. Dhipta yang masih berusia lima bulan itu tampak bahagia bermain dengan kakak perempuannya. Yunda Sudewi dengan baik hati menyuruhku kembali ke ruangan untuk beristirahat, sedang dirinya beserta para dayang—termasuk Lembayung yang kusuruh bersiaga di sebelah Dhipta setiap saat, memani kedua keturunan maharaja. Dhipta bukanlah seorang bayi yang rewel, aku sama sekali tidak pernah bosan terjaga untuk menemaninya. Namun, entah mengapa setelah melahirkan tubuhku jadi mudah kelelahan. Mungkin Gauri menderita anemia sehingga kehilangan banyak darah saat melahirkan membuat kondisi tubuhnya tidak stabil. Hmmm ... Kangmas Hayam Wuruk sebenarnya telah memintaku untuk berlibur ke suatu tempat demi memulihkan kesehatanku. Namun, aku masih berat meninggalkan Dhipta.

Sebelum memasuki ruangan, aku mendengar suara dayang-dayang yang tengah membicarakan suatu hal dari dalam bilik. Tak ingin mengejutkan mereka, aku lebih memilih menunggu sembari mendengarkan hal yang tampaknnya begitu menarik terlontar dari mulut mereka.

"Kamu tahu, di Gunung Kawi ada seorang dukun sakti yang mampu memberi kita pusaka apa pun. Yah, hanya orang-orang dengan ilmu tinggi, serta bangsawan yang mampu memiliki pusaka itu. Aku heran mengapa Baginda Maharaja tergila-gila pada Gusti Gauri. Apa beliau juga memiliki pusaka?" ucap salah satu dari mereka. Jantungku berdebar kencang. Mereka tengah membicarakanku dan apa tadi? Pusaka? Seperti lagu wajib Indonesia Pusaka?

"Bisa jadi aura kecantikan yang dipancarkan Gusti Gauri itu berkat pusaka yang dimilikinya. Perihal tergila-gilanya Prabu Hayam Wuruk, aku sudah yakin itu disebabkan oleh pusaka Gusti Gauri. Tidak mungkin seorang perempuan biasa dari keluarga temenggung bisa menarik hati seorang penguasa Majapahit seperti demikian," lanjut lawan bicaranya. Otakku berputar keras. Pusaka? Sebenarnya apa yang dimaksud oleh kedua dayangku itu?

"Aku jadi penasaran pusaka seperti apa yang dimiliki oleh Gusti Gauri. Apakah keris atau perhiasan?" Ah, aku paham tentang apa yang mereka bicarakan! Pusaka yang mereka maksud tak lain adalah aji-aji. Sebuah benda keramat yang memiliki kesaktian mandra guna. Bisa didapatkan dengan bersemedi atau melakukan ritual puasa. Mirip seperti apa yang aku baca di novel-novel horror mengenai dukun dulu.

"Aku tidak tahu, belum pernah melihat pusaka beliau. Kira-kira apakah Gusti Gauri juga mendapat pusakanya dari Ki Walang di lereng Gunung Kawi?"

Setelah merasa cukup mendengarkan pembicaraan mereka berdua, aku memasuki ruangan. Mereka langsung diam seribu bahasa dan menunduk penuh hormat. Aku berpura-pura tak mendengarkan ucapan mereka sesaat yang lalu. "Keluarlah dari ruangan ini, aku ingin beristirahat."

Aku tersenyum tipis melihat mereka yang langsung pamit undur diri. "Baik Gusti."

Sepeninggal mereka, aku langsung berbaring di ranjang dan tak berhenti memikirkan perihal pusaka. Hmmm ... pusaka untuk seorang selir, ya? Menarik sekali.



***



"Bibi!" pekik Arangga senang begitu melihatku. Sudah setahun lebih aku tak bertemu dengannya. Arangga semakin tinggi, rahangnya semakin tegas. Semakin dipikir-pikir, Arangga semakin terlihat mirip dengan mendiang Kangmas Adirangga. Mengapa aku baru menyadarinya? Meski tak mirip secara keseluruhan, tetap saja bentuk mata dan alisnya sama persis. Aku sudah lama menjadi sahabat dari Damar, tetapi baru kali ini aku melihat sendiri betapa mirip mereka berdua. Orang-orang di sekelilingku selalu mengatakan bahwa Damar dan Elang terlihat mirip meski tidak memiliki hubungan darah. Dan, bodohnya aku yang dulu selalu menampik fakta itu.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang