6 | Terseret Pusaran Badai

18.3K 3.1K 220
                                    

1359

Hari-hari berjalan dengan tenang, kecuali Kangmas Adirangga yang terlalu perhatian. Sebenarnya, aku akan sangat bahagia jika ia melakukannya saat belum memiliki pasangan. Karena sekarang ia telah memiliki Yunda Rindi dan Arangga, semua jadi terasa menyebalkan. Maka dari itu, aku hanya bisa menggigit bibir, menahan kekesalan yang meluap-luap. Entah bagaimana, aku belum bisa mengenyahkan sosok Elang pada diri Kangmas Adirangga. Dulu, tak pernah terbayangkan bahwa aku dan Elang akan menjadi saudara seperti ini. Oh, koreksi, yang menjadi saudaraku adalah Kangmas Adirangga, bukan Elang. Ia perhatian, sangat. Hanya saja terkadang rasa bahagia itu terpaksa runyam ketika melihat kedekatan Kangmas Adirangga dan Yunda Rindi. Aku selalu berpura-pura sibuk mengerjakan sesuatu ketika mereka berdua ada di depan mata. Lalu Arangga menjadi penyelamatku, mengingatkan mereka berdua untuk tidak bermesra-mesraan tanpa mengenal tempat. Hiks, Arangga. Kau adalah keponakan sekaligus sahabat terbaik bagiku!

Sialnya, kali ini aku ditinggal berdua dengan Kangmas Adirangga di rumah. Entah ke mana yang lain pergi. Aku pun tak melihat batang hidung Arangga yang biasanya setia mengekoriku. Aku berpura-pura sibuk memunguti dedaunan kering yang memenuhi pekarangan rumah. Aku ingin sehari saja tidak merasakan perhatian Kangmas Adirangga yang berlebihan. Aku bisa jatuh cinta semakin dalam padanya dan tidak akan ada obat untuk menghentikan perasaan ini.

"Gauri, sedang apa kamu di sini?" tanya Kangmas Adirangga sembari berbanda tangan. Ia tampak menawan hari ini, wajahnya berseri-seri dan seperti memantulkan cahaya. Ingin memaki, jelas-jelas aku tengah memunguti dedaunan ini. Sepertinya Kangmas Adirangga tidak bisa melihat dengan baik atau malah menderita rabun, mengingat Elang selalu memakai kacamata saat jam pelajaran di sekolah.

Sabar Ayu, tarik napas lalu embuskan. Jangan lupa menyunggingkan senyuman terbaikmu. "Sedang membersihkan pekarangan rumah."

Lalu, aku kembali melakukan aktivitasku. Tak berselang lama, ia mencekal tanganku dan mengambil dedaunan kering yang telah kupungut. Lalu ia membuang dedaunan itu di pojok gerbang rumah, dekat sampah daun yang lain. Lalu, ia membersihkan tanganku dari sisa-sisa tanah menggunakan tangannya sendiri. Diperlakukan semanis ini, kuyakin pipiku langsung memerah meski tahu bahwa Kangmas Adirangga memiliki sifat yang menyebalkan. Aku memalingkan muka, tak ingin menatap wajah Kangmas Adirangga yang tengah serius menatap tanganku. Aku tak boleh jatuh cinta lagi kepadanya. Bagaimanapun dia adalah kakakku di sini, bukan lagi orang asing yang tidak memiliki hubungan darah denganku.

"Jangan melakukan apa pun, Gauri. Ada rewang yang akan melakukan semua tugas itu. Kau cukup duduk manis saja," ujarnya sembari mencoba membuatku menatapnya. Mengembuskan napas pelan, aku menarik kedua tanganku yang masih berada di dalam genggamannya, lalu berjalan menjauhinya sembari menatap kosong ke arah langit. Dari ekor mata, kulihat ia mengikuti langkahku dan berdiri tepat di sebelahku. Lama berteman dengan keheningan, aku dan Kangmas Adirangga sama sekali tak berniat membuka pembicaraan. Aku sendiri memang tak tahu harus mengatakan apa. Tiba-tiba terbesit sesuatu di otakku. Ya, aku harus mengatakannya untuk menciptakan jarak antara kami berdua.

"Kangmas, aku ingin mengatakan sesuatu." Aku masih belum mau menatap matanya. Ia tak menyahut, tetapi kutahu dengan jelas bahwa ia tengah menatapku lekat-lekat.

"Aku ... jangan memberiku terlalu banyak perhatian, Kangmas. Aku hilang ingatan dan semua perhatian Kangmas membuatku tidak nyaman." Tentu saja aku berbohong karena nyatanya aku menikmati setiap perhatiannya. Namun, kini situasinya berbeda. Ucapanku kala itu yang mengatakan akan menunggu dudanya hanya berlaku untuk Elang, bukan Kangmas Adirangga. Karena sekalipun ia menduda, ia takkan pernah menjadi milikku. Bolehkah aku mengutuk hubungan darah kami?

Ia terdiam cukup lama. "Maafkan Kangmas, Gauri. Kangmas hanya tidak ingin terjadi hal yang buruk kepadamu. Melihatmu yang pucat pasi di tepi sungai saat itu, sungguh membuat hati Kangmas hancur. Tapi jika itu maumu, Kangmas akan mengabulkannya. Kangmas tidak akan memberimu perhatian yang tidak perlu."

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang