1 | Senja-senji Matahari

41.5K 3.9K 288
                                    

14 Maret 2020

Dyah Ayu. Siapa yang tak mengenalnya? Gadis petakilan dan hobi mempermalukan diri sendiri itu terkenal hingga seluruh penjuru sekolah. Bukan bermaksud menjelek-jelekkan, gadis itu adalah aku. Aku tak masalah jika merendahkan diri sendiri. Akan tetapi, jika orang lain merendahkanku, siap-siap saja kutendang bokongnya. Bercanda. Aku tidak petakilan, hanya sedikit hiperaktif, kata teman-teman, guru, dan keluargaku. Juga jahil. Tak lengkap rasanya melewati satu hari tanpa menjahili siapa pun. Kata teman-teman, aku berisik karena suka menyanyi. Tapi, yang aku senandungkan hanya lagu-lagu galau. Itulah mengapa mereka menyuruhku diam, takut tertular galau dan jomblonya. Sebenarnya, itulah yang kusembunyikan dari teman-teman. Di balik sifatku yang seperti kucing oranye, aku menyembunyikan kesedihan. Mereka bosan jika aku terus menerus menunjukkan kesedihan. Karena tak ingin dijauhi dan kehilangan mereka, aku terpaksa kehilangan diriku yang sesungguhnya. Bercanda lagi. Kegalauanku masih dalam tahap normal dan aku tak kehilangan jati diri. Hanya saja, orang-orang di sekeliling memandangku sebelah mata karena cinta ini telah bertepuk sebelah tangan bertahun-tahun lamanya. Mereka memanggilku bodoh, gadis yang disia-siakan, tetapi masih berharap tinggi.

Kali ini aku serius. Aku sudah melakukan pendeklarasian bahwa Dyah Ayu yang jomblo ngenes ini menyukai Raditya Elang Hadiwangsa, lelaki yang selalu mengabaikanku. Mungkin bukan lagi suka, ini sudah mencapai tahap cinta. Poor you, Ayu. Mencintai tapi tak dianggap, hiks. Sebenarnya, itu bukan salah Elang karena tak membalas perasaanku. Aku saja yang terlalu takut untuk membuka hati. Takut jika akan kembali disia-siakan. Jadi, aku memiliki semboyan, "Lebih baik disakiti oleh orang yang sama berkali-kali daripada oleh orang yang berbeda berkali-kali." Tahu kenapa? Karena jika disakiti oleh orang yang sama, lama-lama kita akan terbiasa dengan rasa sakit itu. Jika sudah terbiasa, yah rasa sakit itu tidak akan terasa.

Ya Tuhan, ternyata ada bibit-bibit bucin pada diriku. Hahaha ... bucin itu wajar sebagai wujud cinta. Mungkin orang-orang di luaran sana yang menjelek-jelekkan bucin hanya iri karena tidak ada orang yang membucinkan dirinya. Well, sudah lima tahun belakangan ini aku rutin mengirim pesan selamat ulang tahun untuk Elang. Balasannya hanya sebatas terima kasih. Lalu, kubalas, "Traktiran dong. Mumpung lagi bokek, nih." Jangankan dibalas, pesan itu sama sekali tidak dibaca olehnya!

Mau tahu hal-hal menyedihkan apalagi yang kulalui karena Elang? Sayangnya aku tak mau membahas itu. Terlalu panjang seperti rel kereta api dari ujung barat hingga timur Pulau Jawa. Semua kejadian itu tidak akan selesai jika dibahas selama satu sampai dua jam. Butuh waktu bertahun-tahun karena aku mengingat setiap detailnya, meski sekarang aku sudah jarang bertemu dengannya karena kami beda sekolah. Bahkan aku mengingat detail ketika Elang kedapatan melirik ke arahku. Sumpah, aku langsung tertawa saat itu. Mungkin hal itulah yang membuat Elang ilfeel dan mengabaikanku. Kalau tahu begitu, dari awal seharusnya aku menunjukkan impression yang lemah lembut dan lugu. Bukan gadis bar-bar yang tawanya membahana.

Keluargaku mengetahui perihal cinta yang berlari sebelah kaki ini. Ayah dan ibu sering menggodaku dan aku tak ambil pusing, sebenarnya. Namun, yang membuatku jengkel adalah kedua adikku yang masih kecil, masing-masing dari mereka berusia tiga belas dan sebelas tahun. Mereka turut mengejekku. Kalau mereka adalah adik yang manis dan penurut, tentu aku tak keberatan. Masalahnya, mereka sangat susah diatur dan dimintai tolong. Membuatku membatin, sebenarnya ibuku dulu mengidam apa saat mengandung keduanya? Parahnya, mereka juga mengetahui perihal ... ehm, Elang yang sudah gonta-ganti pacar selama aku mencintainya. Tidak terlalu sering, sih. Ia bukan buaya darat, tetapi entah mengapa hubungannya tidak pernah bertahan lebih dari satu tahun.

Aku cuma bisa berharap dan menikung Elang lewat doa. Semoga saja, Elang segera sadar dan menjelma bagai oppa-oppa di drama Korea yang melindungi perempuan yang dicintainya segenap hati. Walaupun karakter seperti itu hanya ada di dunia fiksi, setidaknya aku ingin karakter fiksi tersebut menjelma sebagai Elang atau merasuk ke dalam raganya.



[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang