1. Tidak Bisa Membenci

7.3K 687 51
                                    

Haiiiii yang baru buka cerita ini, selamat datang. Sebenarnya cerita ini sudah terbit, ready versi PDF juga. Tapi aku pengen repost biar yang belum sempat baca PDF atau buku, bisa baca gratis di sini. Jangan lupa vote dan komen, ya. Happy reading ♡

*
.
.
.

"Ngomong apa barusan?"

Suasana makan malam berubah makin dingin setelah aku mengungkapkan apa yang kuinginkan. Nenek yang biasanya jadi penghangat suasana, ikut terdiam dengan mata menatapku lembut. Sedangkan pemilik suara ketus tadi, masih betah menyorotku tajam. Nasi uduk, tahu bacem, udang goreng dan sambal terasi yang terhidang di atas meja tak lagi menggugah selera.

"Aku ... nggak mau lanjut kuliah." Kuulang lagi kalimat tadi, sambil menggenggam kuat-kuat sendok di tangan kanan.

"Karena aku larang kamu ambil beasiswa di Jogja?"

Aku menggeleng cepat. "Bukan itu."

"Terus?"

"Cuma ... mau aja."

"Terus mau ngapain kalau nggak kuliah?"

Kutatap jemariku yang memilin ujung baju. Benar juga. Aku mau ke mana setelah lulus, kalau tidak kuliah? "Em ... kerja?"

"Bisa?"

"P-pasti bisa."

Suara tak yang berasal dari pertemuan sendok dan kaca pelapis meja, sedikit membuatku terhenyak. Saat mendongak, aku bisa melihat matanya masih tak berpaling sedikit pun dariku. Hanya saja, kini ekspresinya kelihatan sekali sedang menahan amarah. Aku sudah menduganya sejak jauh-jauh hari, tapi tetap saja harus mengungkapkannya. Memendam sesuatu yang mengganjal itu sangat mengganggu, bukan?

"Mau bantu pengeluaran rumah ini, jadi mau kerja?"

Seketika, aku kembali menoleh padanya. Membantu ... biaya pengeluaran? Aku tidak memikirkannya sampai ke situ, sih. Tapi-

"Nggak usah sok."

Aku tersentak. Kenapa aku tidak pernah bisa terbiasa dengan nada ketusnya, sih?

"Aku masih mampu membiayai hidup kita bertiga. Hanya karena kamu sudah lulus SMA, terus ngerasa dewasa dan bisa mandiri? Nggak butuh bantuan orang lain lagi? Atau mau keluar sekalian dari rumah ini biar bisa bebas?"

"Tomi."

Kepalaku menunduk dalam-dalam saat tangan Nenek mengusap bahuku dengan lembut, setelah dia menegur cucunya itu. Mataku terasa panas dan perih. Aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak kelepasan menangis di depan mereka.

"Lili." Nenek memanggilku lembut.

"I-iya."

"Kenapa Lili tiba-tiba mau kerja? Bukannya kemarin pengen ambil tawaran beasiswa ke kampus Jogja?"

Aku diam. Lidahku kelu. Sejak menerima tawaran beasiswa prestasi dari sebuah universitas di Jogja, aku memang sangat senang. Aku merasa harus mengambilnya tanpa pikir panjang. Akan sangat menyenangkan jika bisa kuliah dengan usaha sendiri. Nanti di sana, aku juga bisa cari pekerjaan paruh waktu. Tapi semua euforia itu luntur tak berbekas saat Yonggi menentang keras keinginanku. Dia mau aku kuliah di kota ini saja dan tak perlu tinggal jauh. Tapi bukan itu alasanku berpindah haluan.

"Lili marah sama Tomi?"

"Enggak, Nek." Aku mengangkat wajah tapi tetap menghindar untuk menatap Yonggi. "Bukan itu."

"Lalu kenapa?"

"Lili ... Lili cuma nggak mau ngerepotin Yong-"

"Nggak usah ngasal!"

Aku terperanjat. Yonggi sudah berdiri, dengan sepasang bola mata gelapnya menghunus tajam ke wajahku. Rahangnya mengeras.

"Dan jangan sok-sokan bilang nggak repotin aku. Aku udah berulang kali bilang kan? Kamu sudah repotin aku sejak hari di mana orang-orang menganggap kamu adalah adikku. Aku sudah berkorban banyak sejak kamu masih umur tiga tahun. Aku ... sudah terbiasa ngurusin parasit."

"Tomi, bicaranya."

Yonggi tak menggubris teguran Nenek. Dan aku gagal menahan setetes air yang lolos dari pelupuk mata. Dia jahat sekali.

"Besok aku cariin kampus yang bagus. Aku nggak mau orang-orang anggap aku kejam karena biarin adiknya kerja setelah lulus SMA."

Setelah itu, Yonggi berlalu masuk ke kamarnya. Meninggalkanku yang kini dibawa ke dalam rengkuhan Nenek. Meski sudah terbiasa dengan lidah tajamnya sejak kecil, aku selalu gagal untuk tidak sakit hati. Rasanya sesak, harus hidup bersama orang yang tak pernah menginginkanku. Tapi meski begitu, kenapa aku juga tidak pernah bisa membencinya?

***

Hai gaes. Kalian pasti tahu dong ini lapak siapa? Eh sebelumnya, jangan protes dulu ya karena aku publish cerita baru padahal satpam gadungan aja belum tamat. Aku kalau fokus sama 1 aja nggak bisa emang wkwk Pliiiis maklumi yaa.

Jadi gini, aku kemariiiiin banget ada proyek sama mbak-mbak penulis buat bikin semacam novelet gitu. Karena aku milih genre young adult, akhirnya mikir, kenapa nggak bikin lapak ini aja? Lili juga udah masuk young adult kan. Jadi ya udah deh sekalian hehehe. Oh ya. Ini ikut miniseri ya, tapi nggak tahu bisa update cepet enggak. Thank you 😘

Semoga menikmati ceritanya yaa♥️♥️♥️

To Reveal It (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang