12. Lunch Box

2.1K 527 25
                                    

Mulmed-nya cocok banget nih

*

"Li, dimakan nasinya, Nak."

Aku mengangguk, menanggapi teguran Nenek. Mengembuskan napas pelan, kemudian berusaha menelan nasi goreng dan juga telur ceplok yang dibuatkan Yonggi. Sedari tadi dia menyantap sarapannya sambil terus mengawasi, sehingga mau tak mau aku harus menandaskannya tanpa sisa. Tak peduli dengan lidahku yang terasa hambar. Atau badanku yang terasa tidak nyaman sejak bangun tadi.

Yonggi meletakkan kunci mobil di depanku, begitu kami selesai makan. "Masuk mobil dulu."

Mengangguk, aku mengambil benda itu. Sementara Yonggi berlalu ke kamarnya. Kemudian menoleh pada Nenek. "Nek, Lili berangkat dulu ya. Piringnya nggak usah dicuci, biar Lili aja kalau nanti pulang kuliah."

Nenek mengangguk, meski aku bisa menebak kalau beliau tidak akan menurutnya. "Hati-hati berangkatnya. Belajar dengan baik di kampus, dan jangan lupa bersenang-senang sama teman."

"Iya." Aku menyalami dan mencium  punggung tangan Nenek, kemudian keluar rumah.

Setelah masuk dan duduk di kursi penumpang depan, aku mengambil ponsel dari dalam tas. Membuka aplikasi Instagram dan langsung mengecek pesan dari Lavender. Napas beratku terembus setelah mengetahui tak ada satu pun pesan balasan darinya. Padahal sejak kemarin malam, aku sudah mengiriminya banyak sekali pesan.

Meletakkan ponsel ke pangkuan, tangan kiriku menyentuh lengan jaket kanan. Hari ini aku memang memakai jaket cukup tebal, alih-alih kardigan seperti biasanya. Entah kenapa sejak pagi aku merasa kedinginan dan tubuhku tidak nyaman. Sedikit pusing juga, tapi berusaha tak kuhiraukan. Senyumku tersungging tipis ketika menyingkap lengan jaket dan menemukan tiga garis merah di sana. Masih baru dan basah, aku mendapatkannya pagi tadi sebelum mandi. Memang sengaja pindah ke kanan, karena di kiri sudah penuh dan belum terlalu kering.

"Iya, nggak lupa. Bawel banget sih lo!"

Suara itu membuatku buru-buru menutup kembali lengan. Sedetik kemudian, Yonggi masuk dengan tangan kiri membawa sebuah tote bag dan tangan lainnya menempelkan ponsel di telinga.

"Iyalah. Kurang baik apa gue sama lo?" Dia berkata seperti itu, sambil meletakkan tote bag itu di bangku belakang. "Emang. Udah ganteng, pengertian, rela bikinin lo lunch box lagi. Makin naksir dong lo?"

Mendengar itu, mataku mengerjap. Ada rasa ingin menoleh padanya yang sekarang terbahak, tapi aku takut. Jadi yang kulakukan hanyalah membuka-buka ponsel, menunggu barangkali ada balasan pesan dari Lavender. Padahal aku benar-benar penasaran dengan siapa Yonggi berbicara. Apakah Siska? Bukankah perempuan itu yang saat ini naksir Yonggi? Jadi mereka makin dekat, sampai Yonggi rela membuatkan makan siang khusus?

Menghela napas diam-diam, aku meremas ponsel dalam genggaman. Entah kenapa kalau teringat Siska, aku jadi merasa tidak nyaman. Aku juga tidak tahu kenapa.

"Seatbelt."

Aku sedikit tersentak, lalu buru-buru memasang sabuk pengaman. Kenapa aku bisa lupa?

Yonggi langsung melajukan mobil setelah itu. Seperti biasa, tidak ada percakapan selama perjalanan ke kampus. Yonggi selalu berubah jadi dingin dan pendiam jika denganku, berbeda kalau sedang ada orang lain di antara kami. Dia akan jadi pribadi ceria dan humoris, itu pun juga tidak pernah ditujukan padaku. Kadang aku memimpikan interaksi hangat di antara kami, dia yang tertawa dengan candaannya dan aku yang ikut tersenyum. Tapi tentu itu hanya harapan. Tidak akan jadi sebuah kenyataan, mengingat seperti apa hubungan kami selama ini.

lili udh brgkat?

ak ga kuliah. meriang nih

tlg absenin ya

To Reveal It (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang