10. Siapa Anton?

43 14 34
                                    

Tekan bintang di pojok kiri 🌟
Hargai karya penulis😊

***

Aku membuka mata saat suara ayam berkokok terdengar di luar sana, aku sangat bersyukur masih bisa membuka mata dan bernafas di hari ini. Segera aku bangkit dan membuka gorden jendela kamarku, lalu bergegas untuk merapihkan kasur.

Kuambil handuk yang tergantung sambil bersenandung kecil, lalu segera menuju kamar mandi.

"Mau ngapain kamu?" tanya Ibu yang tiba-tiba muncul di belakangku.

"Mau mandi, Bu."

"Hari ini kamu nggak usah sekolah!" Aku terkejut, kenapa Ibu melarangku untuk berangkat ke sekolah?

"Ta-tapi kenapa, Bu?" tanyaku hati-hati.

Ibu berjalan mendekatiku hingga jarak kami hanya tinggal beberapa centimeter saja, "kamu urusin, tuh, Ayah kamu!"

"Bukannya hari ini Ibu nggak kemana-mana?"

"Apa? Kamu mau ngebantah? Udah sana cepet urusin Ayah kamu sebelum Ibu berubah pikiran dan akan melakukan kekerasan ke kamu." Aku hanya bisa mengangguk dengan takut dan segera membuat bubur untuk sarapan Ayah.

Bagaimana dengan sekolahku? Defan pasti mencariku. Ah, andai saja aku memiliki ponsel pasti aku sudah memberi kabar padanya saat ini, tetapi ponselku sudah dijual Ibu satu tahun lalu. Aku pun hanya bisa pasrah mengingat alpaku yang entah sudah berapa.

***

Di sini Ayah terbaring, di atas kasur dengan wajahnya yang pucat, masih berada di dunia mimpi dengan wajah yang sangat membuatku rindu, rindu pada sosok Ayah yang dulu.

"Bangun, Yah." Aku membangunkan Ayah dengan hati-hati sambil mengguncang pelan lengannya. Terlihat Ayah mulai membuka mata seperti anak kecil yang baru saja bangun tidur, rasanya ingin sekali aku menghamburkan pelukan pada Ayah, melepaskan segala rindu ini.

"Ngapain kamu disini?" tanya Ayah dingin, padahal bukan kalimat ini yang ingin kudengar pertama kali dari mulut Ayah, jika beliau bertanya, "kenapa kamu belum berangkat sekolah?" Itu mungkin pertanyaan yang akan membuatku merasa senang di pagi hari ini.

"Ayah sarapan dulu, ya, biar cepat sembuh." Aku mulai menyuapkan bubur ke dalam mulut Ayah, meskipun Ayah hanya menanggapi dengan sikap 'tak peduli. Setelah makan, kuambilkan obat yang baru kubeli kemarin, lalu membiarkan Ayah untuk beristirahat.

Sedari tadi, pandangan Ayah seakan memerintahkanku untuk segera keluar dari dalam kamar ini, aku sudah sangat mengerti dengan gelagat Ayah. Segera aku melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamar Ayah, membiarkannya tenang dalam kesendirian.

"Kamu dimana, Anton?"

'Tak sengaja aku mendengar seseorang menyebutkan satu nama, Anton? Siapa dia? Aku pun melangkah mendekati sumber suara, terlihat Ibu sedang berada di depan tv dengan ponsel yang menempel pada telinganya.

"Oh, oke, jangan lama, ya! Aku tunggu. Bye sayang."

Kenapa Ibu manggil dia sayang? Siapa dia? Atau itu saudara Ibu? Ah, sudahlah, aku tidak ingin memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Udah selesai ngurus Ayah?" tanya Ibu menyadari kehadiranku.

Aku mengangguk, "udah, Bu, sekarang aku mau makan."

Ibu berdiri dan berjalan menuju kamarnya, "jangan kemana-mana, sebentar lagi Ibu mau pergi!"

Aku hanya mengangguk. Sudah kutebak, pasti Ibu akan pergi bersama seseorang bernama Anton yang berbicara dengannya di telepon tadi, aku tidak tahu siapa lelaki itu karena aku pun baru mendengar namanya. Tapi yang jelas, aku berharap semoga dia hanyalah saudara ataupun teman Ibu.

'Tak lama, terdengar deru mesin mobil dari luar, aku yakin, pasti itu adalah Anton yang Ibu tunggu sedari tadi.

Ibu segera berjalan cepat untuk menghampiri pria yang baru saja keluar dari dalam mobilnya itu, aku memandangi mereka dari balik pintu, terlihat pria itu mencium sekilas kening ibu. Aku sangat terkejut, sebenarnya, siapa dia?

Preng ....

Tanpa sengaja, piring yang sedang kupegang jatuh, tentu membuat Ibu dan pria itu menoleh ke arahku.

"Heh, ngapain kamu disitu!" bentak Ibu dengan mata melotot menyadari bahwa aku memperhatikan beliau dan pria itu.

"Eng-engga, Bu," tanganku bergetar, aku takut Ibu akan memukulku.

"Inget, ya, jangan kasih tau apa yang kamu lihat barusan, terutama Ayah kamu yang sakit-sakitan itu, kalau sampai ada yang tahu, Ibu nggak akan segan-segan untuk menyiksa kamu!" ancam Ibu sukses membuatku menelan ludah membayangkan bagaimana yang akan Ibu lakukan nanti.

"Udah, sayang, jangan emosi. Ayo, kita pergi daripada ngabisin waktu disini," ucap pria itu sambil membukakan pintu mobilnya, Ibu pun tersenyum dengan manis. Dari sini aku mulai paham siapa lelaki ini.

"I-ibu selingkuh?" tanyaku memastikan, berharap Ibu menjawab, "tidak." Tapi itu hanyalah kemungkinan yang kecil.

"Bukan urusan kamu!" ucap Ibu dingin dan segera masuk ke dalam mobil sebelum mobil pria itu benar-benar pergi menjauh dari hadapanku.

Tanpa terasa air mataku mengalir begitu saja, sangat iba pada Ayah. Di saat dirinya sedang sakit, Ibu sama sekali tidak peduli dan tidak mau mengurusnya, malah sekarang dia pergi bersama laki-laki lain. Dasar wanita 'tak tahu diri! Aku tidak akan memberitahu rahasia ini pada siapapun, aku tidak ingin Ayah mengetahuinya, sungguh aku tidak ingin melihat Ayah bersedih.

Ayah, sebenci apapun dirimu padaku saat ini, walaupun aku tidak mengetahui dengan jelas apa alasan yang membuatmu berubah begitu drastis. Yang jelas, aku akan terus ada untukmu, menemani di setiap hembusan nafasmu dan 'tak akan pernah membenci dirimu seperti yang kau lakukan padaku. Anakmu Halmahera Dutami akan selalu menyayangimu, Ayah.

____________________________________

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang