5. Harapan

101 42 43
                                    

Aku segera berlari menuju rumah, aku takut jika nanti aku bertemu Ibu di luar sana karena Ibu selalu main dengan teman-teman arisannya. Ibu pasti akan memarahiku jika melihatku tidak sekolah dan malah keluyuran seperti itu, lebih baik aku pulang saja kerumah.

"Udah hebat, ya, sekarang?" tanya seseorang dari arah dapur.

"I-Ibu," jawabku terbata-bata.

Aku melangkah perlahan mendekati Ibu, ingin mencium punggung tangannya, "udah hebat, ya, sampai bolos sekolah, ha!" bentak Ibu 'tak meraih tanganku yang terulur, dia malah beralih menjambak rambutku.

"Aw ... aku nggak bolos, Bu, ta-tadi aku hampir ketabrak mobil," jawabku meringis kesakitan karena Ibu menarik rambutku terlalu kuat.

"Masih untung kami mau menyekolahkan kamu, tapi kamu malah seenaknya bolos seperti ini, kamu kira sekolah kamu itu nggak butuh biaya, ha?" teriak Ibu tepat didekat telingaku.

Aku hanya bisa meringis dan memohon ampun, "a-ampun, Bu, aku nggak akan ngu-ngulangin lagi, aku ja-janji, Bu."

Ibu melepaskan tangannya dari rambutku dan mendorongku dengan kasar, "janji-janji! Kalau sampai kamu mengulanginya lagi, Ibu akan bilang ke Ayah biar kamu nggak usah sekolah lagi!" ancam Ibu menatapku dengan tatapan 'tak suka.

"Iya, Bu, maaf, Hera nggak akan ngulangin lagi, tadi Hera hampir tertabrak mobil, dan seragam Hera juga kotor," ucapku lirih mencoba menjelaskan.

"Bohong!" teriak Ibu meluncurkan satu tamparan keras di pipiku, menciptakan warna biru di pipi dan mengeluarkan sedikit darah di ujung bibirku.

Sungguh kepalaku sangat pusing dan ini benar-benar sakit sekali, "He-hera nggak bo-bohong, Bu," jawabku mencoba membela diri sambil terus mengeluarkan tangis yang 'tak dapat dibendung lagi.

"Ibu nggak perduli! Sebagai hukuman, kamu nggak akan Ibu kasih makan sampai besok pagi!" bentak Ibu tanpa memiliki belas kasihan sedikitpun melihat kondisiku yang seperti ini.

"I-Ibu jahat!" hanya kalimat itu yang kuucapkan, dengan suara sangat pelan diselingi tangisku yang begitu pilu.

Ibu tidak perduli, dia malah memasang senyum kemenangan seperti bahagia di atas segala penderitaanku. Aku menangis, terus menangis sambil memegangi luka pada bibirku, hanya menangis yang bisa kulakukan. Hatiku sangat sakit, aku segera berlari menuju kamarku, lalu menutupnya rapat-rapat, seperti mencari perlindungan, agar 'tak ada satu orang pun yang bisa menemukan dan menyakiti diriku.

Segera kuambil kasa dan sedikit betadine untuk mengobati lukaku, termasuk luka lecet yang ada di kakiku saat hampir tertabrak mobil tadi pagi.

"Tuhan, aku ingin sekali bahagia, aku ingin menghirup udara dengan tenang, menatap langit dengan ceria dan berjalan di atas bumi dengan penuh kebahagiaan, walaupun aku tahu 'tak selamanya kebahagiaan itu datang, tapi setidaknya, kumohon akhiri segala penderitaanku ini, aku sudah lelah, aku lelah ..." aku terus saja berbicara mengeluarkan apa yang ada di dalam hatiku, dengan tangisan yang selalu mengalir deras, bak hujan yang 'tak pernah berhenti.

Aku mulai mengentikan tangisku, mencoba tersenyum agar tangis ini hilang. Senyum palsu yang menjadi penyemangatku untuk melewati hari.

Tiba-tiba, terlintas satu nama dalam otakku. Defan, ya, Defanda Herdiansyah, seseorang yang 'tak menjauhiku dan telah berbaik hati mau menolong diriku pagi tadi. Setidaknya, satu cahaya kebahagiaanku telah mulai terbuka olehnya. Segera kuambil buku diaryku, aku ingin melukiskan namanya sebagai orang pertama yang mau perduli denganku, aku tidak akan melupakan itu.

Setitik cahaya kebahagiaanku t'lah datang,
Mulai menerobos masuk ke dalam kegelapan hidupku.
Saat harap 'tak mampu kuimpikan sepenuhnya,
Hanya doa yang selalu bisa kupanjatkan.

Kepadamu, Defanda Herdiansyah.
Terima kasih telah mau hadir dalam hidupku
Terima kasih telah mau perduli pada diriku.

Walau perkenalan ini terlalu singkat,
Aku yakin masih ada hari esok 'tuk jumpa.
Tetaplah disitu, menjadi seseorang yang peduli dan tanpa pamrih selalu membantu diriku.

Jangan mengenal terlalu jauh,
Jangan pula mendekat terlalu dalam!
Aku takut kau akan menjauh sama seperti mereka semua,
Aku takut kau ikut membenciku ketika tahu 'tak ada yang mempedulikan diriku.

Harapanku disela penderitaan ini,
Semoga kaulah orang yang akan membebaskanku dari dunia nyata yang menyeramkan ini
Perlahan mengembalikan warna hidupku agar 'tak berwarna abu-abu.

Maaf, jika harapku tertuju pada dirimu
Sedikit saja aku berharap padamu,

Semoga Tuhan mentakdirkan dirimu sebagai penyelamatku.

Halmahera Dutami.
______________________________________

Semoga harapan Hera terkabul ya:)
Terimakasih buat kalian yang udah ngikutin cerita HD&DH, lopyouu kaliannnn❤️

Aku bakal update lagi besok, tunggu ya kelanjutannya 🤗

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Where stories live. Discover now