6. Sahabat

73 31 61
                                    

"Jangan menjauh ketika kau semakin tahu lebih dalam tentang diriku."
-Halmahera Dutami-

***

Siang ini begitu terik, matahari bersinar ceria di langit, menerangi setiap sudut tempat, seolah 'tak membiarkan ada kegelapan di muka bumi ini. Tetapi, bagaimanapun kecerahan matahari, sinarnya masih sama seperti kemarin, 'tak mampu menerangi gelapnya hari-hariku.

Aku berjalan dengan santai sambil sesekali menyeka keringat yang keluar karena tersentuh cahaya matahari. Hari ini di sekolah, mereka semua 'tak begitu menggangguku, karena Vina, ketua dari mereka, tidak masuk sekolah, aku sangat bersyukur untuk itu.

Ah, iya, tadi di sekolah saat pelajaran Pak Rusdi, yaitu matematika, ia selalu membuang muka ketika 'tak sengaja menengok ke arahku, ia seperti menghindar dariku, entahlah, mungkin dia merasa malu karena kejadian beberapa hari yang lalu. Jika memang begitu, aku akan merasa senang karena berarti, dia 'tak akan lagi berani menggangguku, semoga.

Kulirik sekilas jam tanganku, masih ada waktu 30 menit untuk sampai tepat waktu ke rumah, karena kebetulan hari ini aku pulang sedikit lebih cepat. Kulihat sekitarku ... taman? Ya, aku suka menghabiskan waktu di taman, sekedar duduk di bangku taman untuk berkhayal atau pun memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di hadapanku.

Terkadang aku selalu membayangkan, bagaimana jika aku menjadi rumah? Bagaimana jika aku menjadi rambu-rambu lalu lintas? Bagaimana jika aku menjadi salah satu diantara kendaraan yang berlalu lalang itu? Tidak akan merasakan kesedihan pastinya, karena mereka hanyalah benda mati yang 'tak bernyawa. Tetapi yang kusuka, mereka selalu dibutuhkan oleh semua orang, rumah yang menjadi tempat berteduh, rambu lalu lintas sebagai pengatur jalanan, dan kendaraan yang siap menemani tuannya kemanapun ingin pergi. Walaupun akhirnya mereka akan rusak, tapi setidaknya semua orang selalu memperhatikan dan membutuhkannya, dan aku ingin seperti itu.

"Hai," sapa seseorang yang berada di balik punggungku. Dasar pengganggu! Dia sudah merusak dunia khayalanku.

Aku menoleh dan sedikit terkejut, "kamu?"

"Hehe, senang bisa ketemu kamu lagi," ucapnya sambil berjalan untuk duduk di sebelahku.

Aku tersenyum simpul dan kembali menatap jalanan di depanku.

"Loh, bibir kamu kenapa, kok, biru gitu?" Dia bertanya dengan nada khawatir, untuk ke tiga kalinya, orang ini kembali memperdulikan diriku.

"Nggak apa-apa." Kupegang sekilas bibirku dan tersenyum seolah memang aku tidak apa-apa.

"Jangan berbohong! Ceritakan saja apa yang terjadi dengan dirimu?"

"Sudah kubilang, jangan mau mengenal terlalu jauh tentang diriku, Defanda Herdiansyah," jawabku sedikit menekankan suara saat menyebut namanya.

Defan mengerenyitkan dahinya bingung, "kenapa? Memangnya ada yang salah dari dirimu?"

Aku menundukkan kepala, bukan diriku yang salah, mereka saja yang selalu memandangku dari sisi buruk sehingga menimbulkan kebencian yang 'tak berarti.

"Aku tahu kamu memiliki luka yang teramat, ceritakan saja agar beban hidupmu berkurang," bujuknya menyentuh bahuku.

Aku mengangkat kepalaku dan menggeleng pelan, terlihat dia menghela nafas pelan.

"Dengar, ya, aku bukan seperti mereka yang menjauh ketika tahu segala kekuranganmu, justru aku akan membantumu jika itu memang perlu, maafkan jika aku sedikit memaksa, tapi aku tahu kau butuh seseorang untuk membantumu," jelasnya meyakinkan.

Dia benar, sangat benar, aku memang butuh seseorang yang bisa membantuku dan selalu ada ketika aku membutuhkan, lagipula dia baik, 'tak ada salahnya aku percaya padanya.

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang