Canistopia - I

Mulai dari awal
                                    

"Selamat ulang tahun yang ke tujuh belas," ucap Nicholas setelah memasuki taksi.

Damien terdiam sesaat lalu terkekeh. "Aku bahkan lupa kalau ini hari ulang tahunku."

"Ah, begitu?" heran Nicholas. "Apa yang ingin kau lakukan hari ini? Kita bisa melakukannya selama aku belum sibuk di laboratorium besok."

Kening Damien mengernyit. "Kau baru saja sampai, Dad! Seharusnya kau libur setidaknya tiga hari!"

Nicholas tertawa. "Kita ke Le Jule Verne, Sir!" ucapnya pada si supir taksi yang kemudian mengangguk seraya melajukan mobil.

"Kau bercanda!" Damien tertawa takjub. Pasalnya Le Jule Verne merupakan salah satu restauran mahal di Paris, lokasinya berada di lantai dua Menara Eiffel. Damien bahkan tidak pernah mengharapkan apa pun di hari ulang tahunnya karena biasanya Nicholas sibuk dengan pekerjaan meski dia selalu membawakan kado yang istimewa.

Menara Eiffel, siapa yang tidak tahu? Sebuah menara yang sudah lama menjadi ikon negara Prancis. Dibangun di Champ de Mars atau ruang terbuka hijau di tepi Sungai Seine, Paris. Namun siapa sangka Eiffel memiliki sesuatu yang tersembunyi? Ya! Gustav Eiffel membangun sebuah laboratorium meteorologi di lantai tiga menara dan pernah digunakan untuk melakukan percobaan fisika, aerodinamika, dan bahkan membangun terowongan angin di sana. Bukankah Prancis luar biasa? Damien sangat menyukai semua tentangnya. Nicholas pernah bertanya soal ketertarikannya untuk tinggal di Korea, namun jawabannya 'tidak'. Damien tidak ingin pindah dari sini.

"Kita hanya akan makan berdua, Dad?"

Nicholas mengukir senyum lalu mengangguk. "Haruskah aku mengundang teman-temanmu untuk berpesta di rumah?"

"Tidak, tidak. Aku tidak punya banyak teman, Dad. Kau tahu aku lebih suka di rumah dibandingkan di sekolah," tolak Damien serius.

"Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Kau sudah menemukan jurusan yang tepat?" tanyanya. "Kurasa akhir tahun ini kau sudah lulus dari Lycée."

Damien merengut, ia menghabiskan waktu di perjalanan hanya untuk mengingat jadwal ujian di sekolah menengah atasnya yang akan diselenggarakan dalam kurun waktu beberapa minggu lagi. Ia belum mempersiapkan apa pun, terlebih soal universitas dan jurusan yang akan dipilihnya. Selain itu, ia tidak memiliki ketertarikan soal laboratorium seperti Nicholas. Maka setiap ia diberi pertanyaan yang sama, otaknya mendadak buntu. Ah, sepertinya ia perlu melakukan tes bakat dan minat terlebih dahulu agar tidak salah memilih.

"Yah, biarkan aku lulus dulu. Aku belum bisa memutuskan apa pun untuk saat ini," ucapnya mengedik lalu tersenyum lebar sesaat setelah satu jam kurang ia berada di dalam taksi yang kini sudah berhenti di tujuan.

"Terimakasih," ucap Nicholas setelah membayar tagihan sementara Damien sudah turun dari mobil.

"Seharusnya kita pulang dulu untuk menyimpan barangmu," pikir Damien melirik koper yang dibawanya.

"Tidak perlu. Itu akan membuang waktu, Damien. Sebentar lagi matahari terbenam dan ulang tahunmu tentu akan segera berakhir. Kalau kau repot, biar aku yang—"

"Tidak, prof. Kopermu tidak seberapa besar karena aku tahu kau hanya akan membawa barang-barang yang penting saja," tolak Damien. Ia sangat paham kebiasaan ayahnya ini.

Nicholas tersenyum, namun mendadak ia menoleh jauh ke arah yang berlawanan dan iris matanya mendapati seseorang sedang berdiri mengawasi. "Siapa dia?"

"Kenapa, Dad?" tanya Damien menyadari keanehan ayahnya.

Nicholas berjengit kaget lalu kembali berjalan menuju restauran. "T-tidak. Tidak apa-apa. Ayo segera masuk dan pesan makanan. Kurasa perutku juga lapar."

CanistopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang