"Tidak, aku tak bisa mengenalinya dengan baik. Waktu itu hujan sangat deras dan keadaan di sekelilingku kurang begitu terang. Aku benar- benar tidak tahu, Chris."

"Sayang sekali. Kita tak bisa melakukan apa-apa kalau kamu tak tahu sama sekali ciri-ciri mereka. Pantas saja perasaanku hari ini begitu tidak enak sejak aku meninggalkanmu di kafe tadi."

"Tak apa-apa, Chris. Aku baik-baik saja. Allah maha pelindung. Aku bisa selamat dari kejadian tadi."

"Apa kamu terluka?"

"Sedikit tapi tak mengapa. Aku bisa mengatasinya," ucap Qarira pelan.

"Perlukah aku panggilkan dokter untuk membantu mengobatimu, Qarira?

"Nggak perlu, Chris. Hanya luka sedikit. Kamu nggak perlu terlalu mengkhawatirkan diriku."

"Tunggu ... kamu bilang tadi ada dua orang yang membuntutimu. Benar?" tanya Christian penasaran.

"Ya, benar."

"Apa mereka?"

"Siapa Chris? Kamu mengenal mereka?"

"Aku lihat tadi ketika aku mengunjungimu di kafe, dua orang ini selalu memperhatikan gerak-gerikmu. Aku sepertinya pernah melihat mereka. Tapi sampai saat ini aku sama sekali belum ingat siapa mereka."

"Mungkin kamu salah lihat, Chris. Sudahlah, semua sudah berlalu dan aku baik-baik saja."

"Baiklah kalau begitu, Qarira. Aku berharap kamu dalam keadaan benar-benar baik di sana. Maaf aku nggak bisa ada di sisimu."

Qarira tersenyum, merasa tenang ketika Chris mengatakan kalimat terakhir itu. Akhirnya sebuah kalimat manis yang membuatnya sedikit nyaman diantara rasa ketakutannya malam ini.

"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku sudah membuatmu repot, Chris."

"Kamu tahu, aku menyayangimu, Qarira."

Qarira tak menjawab tapi Christian tahu Qarira pasti tersenyum bahagia. Dilirik jam tangannya, sudah menunjukkan jam setengah satu malam.

"Baiklah, Qarira. Aku pamit dulu ya. Ingat hari ini kita makan malam bersama."

" Ya, aku ingat Chris."

"Baiklah kalau begitu. Selamat malam, semoga tidurmu nyenyak dan mimpi indah. Assalamualaikum," pungkas Christian

"Walaikumsalam."

❤❤❤❤

Akbar terjaga dari tidurnya. Nafasnya turun naik. Tubuhnya basah dengan keringat dingin. Mimpi itu begitu nyata dan mengerikan. Akbar bangkit dan duduk di tepi ranjang, dia menutup muka dengan kedua tangannya dan menghela nafas panjang, "Ya Allah, firasat apa yang ingin Kau tunjukkan padaku?"

Dipandangnya jam di dinding, pukul setengah satu malam. Pikirannya kembali melayang-layang pada mimpinya barusan.

"Terima kasih sudah mengajakku ke tempat yang indah ini, Akbar. Makanannya juga enak," Qarira memandang Akbar dengan wajah malu.

Akbar meraih tangan Qarira, memegangnya erat lalu mencium punggung tangan itu. Harum lembut semerbak menyeruak di hidungnya, "Aku yang harusnya berterima kasih padamu, kamu sudah mau menemaniku."

Akbar memandang wajah Qarira, wajah cantik yang menghiasi hari-harinya belakangan ini.

"Akbar, katakan padaku ... kenapa kau begitu baik dan perhatian padaku?" Qarira bertanya tanpa berani memandang wajah Qarira.

Akbar menyentuh wajah Qarira, menghadapkan padanya dan memandangi lembut, "Aku menyanyangimu, Qarira."

Qarira bersemu merah tak mampu berkata-kata, tapi dia merasa sangat bahagia.

"Maaf Tuan, perahunya sudah siap. Silahkan ikutin saya," seorang pria paruh baya datang menghampiri Akbar dan Qarira.

"Baik, kami segera kesana," ucap Akbar singkat. Lalu keduanya mengikuti pria paruh baya itu, meninggalkan restauran tempat mereka makan barusan.

Ketiganya berjalan ke arah danau disebelah restauran itu. Perahu-perahu kecil berjejer di sana.

"Ini dayungnya, silahkan," ucap pria itu menyerahkan dua dayung pada Akbar. Akbar menerimanya.

"Ini perahu Anda," pria itu menunjuk sebuah perahu dengan beberapa lilin di atasnya dan ditaburi bunga-bunga warna warni.

Qarira memekik bahagia. Senja di sebuah danau cantik berdua dengan Akbar. Akbar menuntun Qarira menaiki perahu. Keduanya mendayung perlahan sang perahu. Pantulan sinar sang surya pada air danau membias indah membentuk pendar-pendar cahaya berkilau bagai butiran-butiran permata. Langit jingga indah menawan sore yang sejuk menambah suasana bertambah romantis.

Keduanya masih mengayuh perahu, bersenda gurau menikmati indahnya sore itu. Seekor burung gagak melintas diatas mereka mengeluarkan suara yang sangat memekakkan telinga. Entah dari mana datangnya tiba-tiba datang berpuluh-puluh burung gagak yang lain diatas mereka, berkaok-kaok sangat mengerikan.

Qarira menjerit ketakutan. Reflek Akbar berusaha mendekap Qarira. Tapi terlambat, perahu oleng ke kanan, Qarira tak bisa menjaga keseimbangan. Tubuhnya meluncur tercebur ke dalam danau.

"TOLOOONG!" Qarira menggapai-gapai. Akbar berusaha mencapai tangan itu, tapi Qarira keburu tenggelam.

"QARIRA!" Akbar berteriak ketakutan, tanpa menunggu lebih lama Akbar meloncat ke dalam danau. Dia menyelam, berenang ke sana-ke mari tapi tak melihat Qarira. Dadanya sudah semakin sesak, nafasnya hampir kehabisan. Akbar berenang ke permukaan.

"QARIRA ... QARIRAAA!" Akbar berteriak-teriak kesetanan. Diambilnya beberapa nafas panjang, dan Akbar menyelam lagi. Namun sia-sia, sepanjang dia menyelam tak dilihatnya tubuh Qarira.

Matanya terasa panas, tubuhnya seperti kehilangan daya. Nafasnya tinggal satu-satu. Akbar berenang ke permukaan lalu berpegangan pada perahu yang terbalik. Airmatanya menetes.

"QARIRA...QARIRAAA!"



❤❤❤❤

Assalamualaikum...

Masih setia mengikuti terus khan kelanjutannya? Semoga makin suka ya.

Author tetep ingetin kamu supaya VOTE, KOMMEN dan SHARE cerita ini. Sampai ketemu lagi.

Wassalam

DS. Yadi

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Where stories live. Discover now