26

5.2K 575 115
                                    

Netranya terpaku pada sosok yang dulu pernah menoreh banyak luka dan trauma. Menatap takut hingga tercekat. Padahal, ia tak boleh menunjukkan sifatnya yang lemah. Tetapi, airmatanya mulai menggenang kembali. Rasa bersalah seolah merobek paksa paru-parunya, oksigen bahkan ikut mencekiknya. Tidak ada yang ingin datang untuk membelanya. Ia sendirian, ia terkubur didalam kelamnya kenangan.

Ayah menatap dingin kearahnya, tersenyum menyeringai, seram sekali. Jungkook takut, ia pasti akan dipukul lagi. Jungkook sudah buat kesalahan, pasti Ayah datang untuk pukuli dia lagi.

"A-ayah..."

"Aku membiarkanmu hidup, bukan berarti kau bisa bertindak seolah-olah dirimu bebas. Kau, setelah membunuh istriku sekarang kau mau mencoba membunuh anak bungsuku."

Hatinya mencelos. Pertanyaan tanpa nada tersebut, justru terdengar seperti sebuah pernyataan akan kenyataan yang sebenarnya. Secara terang-terangan Ayah menuduhnya sebagai pelaku.

"Ayah itu tidak benar."

Satu kalimat sederhana namun sulit untuk disuarakan. Seperti ada satu palu yang mampu meruntuhkan kinerja otak, lidahnya kelu.

"Aku memukulmu karena aku ingin menghancurkan mentalmu, supaya kau tidak berdaya untuk melawan dan balas dendam."

Sang Ayah mencengkram dagunya, memaksanya melihat tatapan nyalang disana. Dibalik dirinya yang ketakutan, ada hati yang tersayat sakit tak terkira.

"Ternyata selama ini diriku salah mengira. Kau, punya banyak nyali ternyata." Jeda sesaat, lalu kembali mengukir senyum mengerikan.

Melepas kasar cengkraman pada dagunya, lalu berujar, "Jadi sekarang mari kita bermain, Jungkook. Ayo kita ukir semakin dalam lukamu. Supaya kau jengah untuk mencoba menghabisi anak-anakku."

Bunyi yang ditimbulkan dari balok kayu yang terseret seolah mampu membuat kepalanya pusing. Ia panik, ia takut, tulangnya seakan patah semua.

"Bibi, kumohon datanglah selamatkan aku..."

Kelunya lidah membuatnya tanpa sadar memanjatkan doa yang sangat mustahil untuk dikabulkan.

Jungkook mengerti, Bibi tidak mungkin datang. Bibi sudah tidur dengan tenang dan damai dilangit.

Balok mulai diayunkan kepunggungnya. Rasa perih mulai menjalar keseluruh tubuh. Jantungnya bahkan serasa akan keluar dari tempatnya. Airmatanya meluruh seiring dengan beradunya tubuh ringkihnya dengan balok kayu.

"Jangan pernah bersikap kelewat batas, brengsek!"

Jungkook memejamkan mata, mencoba mengalihkan rasa sakit. Ia mencoba melupakan bahwa rasa sakit ini tidak nyata. Ia mencoba menyakinkan dirinya bahwa tubuhnya baik-baik saja. Tidak ada lagi tulang patah. Tidak ada yang perlu ditakutkan.

Bugh!

"Ini untuk Taehyung yang ingin kau bunuh!"

Bugh!

"Ini untuk istriku yang harus meregang nyawa karena melahirkan malapetaka sepertimu!"

Bugh!

"Ini untuk dirimu yang sialan!"

Bugh!

"Dan ini untuk dirimu yang tak kunjung mati!"

Airmatanya enggan berhenti seiring dengan denyutan hati yang semakin sakit. Jungkook mencoba untuk tidak terisak. Jungkook mencoba untuk tetap tegar menerima segala cercaan dan siksaan tanpa bantahan. Ia harus menanggung konsekuensinya. Semua salahnya, kenapa ia harus ada ditengah keluarga bahagia mereka.

Bibirnya bergerak mencoba merangkai kata memohon ampun, "ayah, a-ampun..."

Bugh!

Permohonanya justru tak akan membuat kemarahan Ayahnya menyurut. Pukulan bertubi-tubi justru semakin sakit.

THE HOPE (✓)Where stories live. Discover now